Seruan Para Pemimpin Agama Di Papua
Monday, Aug. 15, 2005 Posted: 12:52:52PM PST

Berikut ini adalah pernyataan 'Seruan Para Pemimpin Agama Di Papua' yang dikeluarkan 5 Agustus lalu:
Kami, para pemimpin agama di Papua, mengikuti dengan cermat dan penuh perhatian perkembangan situasi masyarakat di Papua, khususnya dinamika sosial dan politik masyarakat selama bulan-bulan terakhir. Sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat, kami merasa dan mengalami sendiri bahwa masyarakat Papua tak henti-hentinya dikuras tenaganya oleh dinamika sosial politik terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua. Konflik pemekaran akibat Inpres I/2003, rangkaian perjuangan yuridis dan politis di Mahkamah Konstitusi, rangkaian pemilihan umum dan pemilihan presiden, pemekaran kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah (PILKADA), pembentukan Majelis Rakyat Papua dan ketidakjelasan penyelesaian keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat, semuanya adalah fakta-fakta di mana tenaga, pikiran, waktu, biaya dan terutama hati kita terserap.
Kali ini kembali kita semua diserap oleh fakta-fakta yang berkembang di hadapan mata kita, khususnya:
Pertama, berbagai isu dan berita menyesatkan yang berkembang seputar tanggal 15 Agustus 2005. Kami temukan isu dan kabar yang membuat kita sendiri resah, cemas, bingung dan terombang-ambing. Ada isu yang mengatakan: "Kita orang Papua mau merdeka sehingga kamu pendatang-pendatang pulang". Ada isu juga yang mengatakan:" PBB akan memberikan kemerdekaan Papua bersama Belanda dan Amerika Serikat".
Kedua, kami temukan upaya-upaya memecah belah masyarakat dengan mengeksploitasi perbedaan keyakinan agama, warna kulit, suku, status sosial dan keyakinan politis. Cara-cara ini adalah warisan Orde Baru yang telah menanamkan keyakinan kuat bahwa perbedaan dan kemajemukan adalah berbahaya untuk kehidupan masyarakat, beragama dan bernegara. Secara khusus, kami temukan upaya untuk mendirikan Forum Komunikasi Masyarakat Perantau yang menggelisahkan banyak pihak yang berkehendak membangun kerukunan, damai dan keadilan di Tanah Papua ini.
Ketiga, kami mengalami sendiri bahwa UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah mengalami erosi makna yang amat mendalam sehingga mengakibatkan kekecewaan mendalam bahkan kemarahan yang bermuara pada ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkan daerah.
Keempat, rencana Dewan Adat Papua untuk mengembalikan Otonomi Khusus kepada pemerintah pusat pada tanggal 15 Agustus 2005 yang telah menarik perhatian berbegai unsur masyarakat Papua sekaligus menarik arus pergerakan massa ke Jayapura.
Sebagai penjaga nilai-nilai kebenaran dan keadilan tradisi-tradisi kerohanian besar dalam sejarah umat manusia, kami telah bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat di Papua pada tahun 2002 untuk menjadikan PAPUA TANAH DAMAI. Berpegang pada kesepakatan tersebut, kami menanggapi fakta-fakta di atas dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Kami menilai bahwa isu-isu yang menjajikan hal-hal muluk dalam waktu satu dua hari adalah janji-janji kosong belaka dan tidak memiliki nilai kebenaran.
Next Page: 1 | 2 | 3 |
Nofem Dini
|