Masalah Terorisme Belum Dapat Lepas dari Dialog Antar-Agama
Presiden: Pendekatan yang lunak, seperti dialog antaragama, pendidikan, dan budaya, lebih ampuh mencegah dan menyelesaikan persoalan terutama aksi terorisme
Monday, Jul. 25, 2005 Posted: 10:43:30AM PST
Pertemuan 174 tokoh agama dari 27 negara Asia dan Eropa serta lembaga-lembaga internasional di Nusa Dua, Bali, yang dibuka resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis lalu, masih belum bisa dilepaskan dari persoalan terorisme, khususnya terkait dengan serangan bom di kota London, 7 Juli lalu.
Padahal, dialog antar-agama itu sangat potensial digunakan untuk menangani berbagai persoalan umat, yang beberapa di antaranya menjadi pemicu aksi terorisme
Dari pidato yang disampaikan, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda maupun Menteri Muda Urusan Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris Kim Howells sepandangan bahwa peristiwa peledakan bom di London menambah pentingnya pertemuan dialog antar-agama itu.
Hassan mengatakan, Indonesia menganggap penting proses dialog antar-agama dan antarbudaya karena sejak terjadinya peledakan bom teroris di New York tahun 2001, terdapat keperluan untuk mempromosikan hubungan antar-agama dan antarbudaya.
"Kita tahu ada teori tentang clash of civilization. Kita tidak percaya dengan itu. Sebab dengan dialog, khususnya antarbudaya dan antarperadaban, kita bisa terhindar dari hal tersebut," ucapnya.
Namun, Howells mengatakan, dialog tersebut selayaknya juga digunakan untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi umat beragama, misalnya soal kemiskinan dan ketertinggalan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, menggunakan kekerasan bukan lagi cara terbaik dalam mengatasi berbagai persoalan internasional. Karena itu diperlukan pendekatan yang lebih tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan internasional.
"Pendekatan yang lunak, seperti dialog antaragama, pendidikan, dan budaya, dianggap lebih ampuh dalam mencegah dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat internasional, terutama yang berkaitan dengan aksi terorisme," ucapnya saat membuka Asia-Europe Meeting (ASEM) Interfaith Dialogue, Kamis (21/7), di Nusa Dua, Bali.
Menurut dia, dalam kondisi dunia yang dilanda ancaman terorisme dan berbagai kekerasan, peran pemim- pin agama dan cendekiawan makin penting. Pemimpin agama dan cendekiawan mempunyai tanggung jawab dalam membentuk dan membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.
"Dialog antaragama mungkin bukan merupakan jawaban bagi semua persoalan dunia, tetapi bisa membantu dalam menemukan jawaban beberapa persoalan tersebut," ujarnya.
Presiden Yudhoyono mengakui, dialog yang dilakukan antara Asia dan Eropa ini sangat menjanjikan karena bisa membuka banyak pikiran dan membangun jembatan pengertian yang bisa dijadikan kekuatan untuk menciptakan perdamaian dan pembangunan.
"Salah satu yang diharapkan dari dialog ini adalah menciptakan lebih besar lagi pengertian dan harmoni antara komunitas yang memiliki kepercayaan berbeda," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Negara Hubungan Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris Kim Howells yang hadir di forum itu mengatakan, dialog semacam ini sangat penting, terlebih bagi negaranya yang baru saja mengalami serangan teroris.
"Konferensi ini akan selalu merupakan pertemuan yang penting. Tetapi karena adanya pengeboman di London dua minggu yang lalu, diskusi kita menjadi lebih relevan lagi," ujarnya.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|