Diskusi 'Pluralism and Humanism in Religious Society'Digelar
Tokoh Agama: Pluralisme Beragama Harus Dikembangkan
Thursday, Jul. 21, 2005 Posted: 9:10:20AM PST
Paham pluralisme perlu terus dikembangkan untuk menghadang pandangan eksklusivisme beragama yang cenderung tidak toleran terhadap agama lain.
"Pluralisme yang diartikan sebagai kemampuan untuk hidup damai bersama satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lain dengan dasar nilai-nilai amat diperlukan untuk menghadang timbulnya kebencian yang sepertinya banyak terjadi belakangan ini," ujar Direktur Program Pascsarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya, Frans Magnis Suseno, saat berlangsungnya Dialog dan Diskusi 'Pluralism and Humanism in Religious Society', yang diselenggarakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, di Jakarta, Selasa, 19 Juli, MIOL memberitakan.
Selain Frans, hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu antara lain Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Walubi Oka Diputhera, dan Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, Masdar F Mas'udi.
Franz mengatakan, pluralisme bukan relativisme, atau memandang semua agama sama saja. Pluralisme dalam pandangan Frans adalah sikap tenang dan tidak tergangu dengan iman dan keberagamaan orang lain.
"Pluralisme itu bukan berarti memandang semua agama sama. Pluralisme tersebut, secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah pandangan yang tidak berniat untuk mengutuk dan mengganggu gugat keimanan orang lain," ujar Frans.
Paham pluralisme juga tidak mengenal sikap memaksakan ajaran agama yang satu ke pemeluk agama yang lain.
"Dalam hal ini, kebebasan beragama setiap orang bukan terhadap Tuhan, melainkan terhadap apa yang mereka yakini benar dalam pandangannya sebagai manusia," ujar Frans.
Frans secara pribadi juga mengutuk tindakan menyakiti umat agama lain dengan mengatasnamakan Tuhan. Tindakan semacam itu amat bertentangan dengan ajaran agama apapun.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Walubi, Oka Diputhera, yang mengatakan eksklusivisme sama sekali tidak dikenal dalam ajaran Budha.
"Dalam agama Budha, adalah kejam jika menganggap agama Budha paling benar dan agama lain tidak benar. Budha justru selalu mengembangkan faham inklusivisme yang memberikan penilaian yang baik terhadap semua agama yang ada," ujar Oka yang mewakili umat Budha.
Ia mengatakan pluralisme sebagai sebuah bentuk nyata dari inklusivisme memberikan keterbukaan penuh untuk menerima kehadiran agama lain tanpa mengurangi keimanan terhadap agamanya sendiri.
"Di dalam pluralisme itu, kita mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, belajar menghargai agama lain dalam eksistensinya sebagai sesama manusia. Semua agama seharusnya mengembangkan cinta kasih terhadap agama lain," ujar Oka.
Ia menilai kebencian yang telah demikian merebak saat ini tidak dapat dihentikan dengan melawannya menggunakan kebencian. Sikap mengasihi dan mengedepankan nilai kemanusiaan merupakan sebuah solusi yang menurut Oka mampu menanggulangi kebencian.
Sandra Pasaribu
|