Pdt Reynaldi Damanik: Proses Rekonsiliasi Di Tentena Tidak Terhalang Oleh Ledakan Bom
Bom Tentena ibarat "bumbu pedas" yang harus dicicipi menuju tahap rekonsiliasi, kata aktivis gereja
Thursday, Jun. 9, 2005 Posted: 3:32:17PM PST
Proses rekonsiliasi yang digalang para tokoh agama dan masyarakat di Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tidak akan terhalang oleh peristiwa peledakan bom di Pasar Tentena pada 28 Mei lalu. Segenap unsur masyarakat tetap menyatakan keinginan untuk merintis jalan ke perdamaian.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah Pendeta Reynaldi Damanik, Sekretaris Kecamatan Tentena AG Rualemba, dan sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Tentena, Selasa, 7 Juni yang diberitakan Kompas. Mereka menyebutkan, bom Tentena merupakan ujian menuju titik perdamaian abadi.
"Bom di Pasar Tentena tidak memunculkan dendam bagi masyarakat Tentena. Kami sadar bom itu meski merengut nyawa merupakan ujian menuju rekonsiliasi yang tengah kami galang," papar Pendeta Damanik. Hal sama juga disampaikan oleh AG Rualemba yang melihat tidak ada reaksi masyarakat setelah kejadian itu.
Meski demikian, Damanik dan Rualemba berharap kasus bom Tentena diusut tuntas sekaligus menangkap pelakunya. Penegakan hukum kasus bom Tentena merupakan hal penting bagi masyarakat agar peristiwa itu tidak terulang.
Aktivis Gereja Mona Saroinsong dan Ringgo di Tentena menyatakan hal sama. Menurut keduanya, masyarakat sepertinya pasrah atas peristiwa itu. Situasi Tentena cepat kondusif dan masyarakat tidak lagi menghendaki perseteruan berkepanjangan.
Mona mengatakan, bom Tentena ibarat "bumbu pedas" yang harus dicicipi menuju tahap rekonsiliasi. Menurut Ringgo, rekonsiliasi merupakan keinginan seluruh masyarakat Tentena, bahkan juga masyarakat Poso. Masyarakat tidak menghendaki kehidupannya tersekat-sekat dalam batas wilayah di Kabupaten Poso.
"Masyarakat ingin kembali pada kehidupan dulu, yaitu ketika kita bisa ke mana-mana dan hidup berdampingan secara damai tanpa intrik dan konflik," tambah Ringgo.
Menurut Rualemba, peristiwa peledakan bom di Pasar Tentena menyadarkan masyarakat untuk terus-menerus menjaga lingkungan keamanan dari gangguan pihak luar. Menurut dia, penerapan tamu wajib lapor 1 x 24 jam kini diterapkan kembali oleh masyarakat setelah sempat longgar dalam beberapa bulan belakangan.
"Masyarakat merasa kecolongan karena tamu yang masuk tidak terinformasi kepada pemerintah kecamatan ataupun kelurahan. Sekarang masyarakat sadar akan keamanan lingkungannya," katanya.
Ia mensinyalir, sebulan sebelum peristiwa peledakan bom banyak orang luar yang masuk ke Tentena, bahkan mereka berjualan di pasar. Namun, setelah bom meledak mereka tidak kelihatan lagi.
Dikatakan, penertiban bagi pendatang ataupun tamu yang masuk Tentena tidak dilakukan secara represif, tetapi bersifat antisipatif. "Kami hanya mencatat nama dan tempat domisilinya, tidak ada tindakan fisik kepada tamu," ujarnya.
Sandra Pasaribu
|