Rakernas PIKI: Pemuka Agama Harus Kerja Sama Tata Ulang Bangsa
”Di lain pihak, agama juga harus berhenti mengajarkan sekadar formalitas tata ibadah, tetapi harus menekankan komunikasi dan praktik iman yang lebih terbuka dan mendewasakan masyarakat secara keseluruhan,” kata Benny Susetyo
Monday, Jun. 6, 2005 Posted: 10:55:10AM PST
Semua pemuka agama harus bekerja sama untuk menata ulang bangsa Indonesia, karena hancurnya peradaban publik juga tidak lepas dari peranan agama-agama. Problem dalam masyarakat memang sangat banyak, namun sedikit sekali perhatian dari sektor agama untuk ikut memberikan jalan keluar bagi setiap persoalan tersebut.
Demikian penegasan Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Rm. Benny Susetyo, Pr, dalam diskusi tentang masa depan bangsa yang diselenggarakan Persatuan Intelijensia Kristen Indonesia (PIKI), Jumat, 3 Juni di Jakarta.
Ia mengingatkan, hal lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana membangun kepercayaan kepada pemerintah, mengingat masyarakat sudah cukup lama kehilangan kepercayaan kepada pemerintah. ”Kalau agama-agama tidak berperan dalam pembangunan kepercayaan dan perannya pada masyarakat, maka agama-agama akan ditinggalkan oleh pengikut-pengikutnya,” lanjutnya.
”Bagaimana mungkin seorang narapidana bisa berada di luar penjara dan melakukan teror bom berskala besar di Tentena, Poso, baru-baru ini? Kepercayaan masyarakat yang sudah mulai tumbuh dapat musnah begitu saja. Yang juga mengherankan adalah hal ini terjadi pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang berada di luar negeri. Bagaimana mungkin masyarakat internasional memberikan kepercayaannya kepada pemerintah kita pada saat pemerintah kita tidak mampu melindungi bangsanya sendiri?” tegas Benny Susetyo yang biasa dipanggil Romo Benny itu.
Ia mencontohkan, pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang sudah mulai berlangsung, menggambarkan bahwa secara kuantitas masyarakat kita sudah menjalankan demokrasi. Namun belum tentu hal ini mencerminkan kualitas, karena masyarakat belum independen dan tidak cukup pengalaman untuk menjalankan demokrasi langsung. Akibatnya, kemungkinan pemilik modal terbesarlah yang akan menentukan kemenangan dalam pilkada.
Selain itu, Benny mengingatkan bahwa sejauh ini agama minoritas umat Kristiani lebih cenderung mendekati kekuasaan untuk mencari aman. Maka ia mengimbau agar sikap-sikap seperti ini ditinggalkan, karena seharusnya kekuasaan juga bertugas melindungi seluruh warga negaranya termasuk kaum minoritas.
”Di lain pihak, agama juga harus berhenti mengajarkan sekadar formalitas tata ibadah, tetapi harus menekankan komunikasi dan praktik iman yang lebih terbuka dan mendewasakan masyarakat secara keseluruhan,” tegasnya.
Sementara itu mantan Kaster TNI Letjen (Purn) Agus Wijoyo yang juga berbicara dalam rapat kerja nasional PIKI tersebut, berpendapat bahwa sebaiknya agama merupakan urusan pribadi setiap orang sehingga tidak bisa diintervensi oleh kekuasaan. ”Pada saat ini masih ada upaya-upaya untuk menyatukan agama dan kekuasaan. Sehingga kepentingan kedua hal tersebut yang sebenarnya memiliki perbedaan menjadi sangat dipaksakan dan menyebabkan keruwetan,” ia mengingatkan.
Menyinggung soal terorisme, Agus Wijoyo menjelaskan bahwa akar dari terorisme di Indonesia adalah kemiskinan. ”Karena pernah ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa di Ngruki tidak pernah diajarkan tentang radikalisme dan lebih banyak pelajaran filsafat dan logika. Namun munculnya radikalisme yang menjurus ke terorisme; lebih disebabkan karena kemiskinan,” jelasnya.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra N. Natalia
|