ICG: Gerakan Radikal Dapat Memanfaatkan Konflik di Mamasa
Sydney Jones mengatakan pemerintah harus bertindak cepat untuk mengatasi masalah baru di Mamasa atau akan ada resiko pecahnya konflik
Tuesday, May. 10, 2005 Posted: 2:06:26PM PST

International Crisis Group (ICG) telah memperingatkan bahwa gerakan diluar wilayah Mamasa mungkin berusaha untuk memanfaatkan konflik berdarah 24 April yang menewaskan lima orang.
Sydney Jones, pejabat senior ICG yang menjabat sebagai direktur krisis Asia Tenggara, mengatakan, pemerintah Indonesia harus bertindak cepat untuk mengatasi masalah baru di Mamasa, Sulawesi Barat, atau akan ada resiko pecahnya konflik umum serius. “Konflik itu secara esensial adalah administratif, namun diartikan secara luas sebagai religius," kata Jones.
Perselisihan berawal dari pemisahan kabupaten Polewali Mamasa menjadi Polewali dan Mamasa di tahun 2002. Hujan konflik antara mereka yang pro dan kontra telah timbul di daerah itu sejak tahun 2000. Namun karena awal mula konflik tidak secara luas diketahui, dan karena Mamasa bermayoritaskan Kristiani dan desa-desa oposisi yang dulunya satu adalah mayoritas Muslim, konflik itu secara luas disalah-artikan sebagai komunal, menurut ICG.
Menurut ICG, ada indikasi bahwa radikal dari Poso akan datang ke daerah itu untuk membesarkan masalah. Poso, tempat terjadinya kekerasan serius dari tahun 1998-2001, telah menjadi lapangan inkubasi untuk terorisme. Pada bulan September 2004 pemboman di depan kedutaan Australia di Jakarta dilakukan oleh veteran-veteran Poso.
Pengulangan pola ini harus dicegah, menurut pernyataan ICG.
ICG menyarankan perselisihan mendasar di dalam dan sekitar Mamasa harus dipecahkan secepat-cepatnya. ICG mengatakan daerah Mambi dan Aralle di Mamasa, yang menentang untuk bersatu ke dalam kabupaten Mamasa, tidak dapat dipimpin administratif secara langsung oleh pemerintah propinsi untuk jangka waktu yang tak terbatas, dan isu kabupaten akan mengelola setiap desa atau daerah pemerintahan pada akhirnya harus ditanggapi.
Baik pemerintah pusat harus turut campur untuk menawarkan insentif bagi desa-desa itu untuk bergabung dengan Mamasa dan untuk memastikan kelangsungan hidup dari kabupaten yang baru; atau pemimpin-pemimpin lokal harus duduk dengan sebuah peta untuk menggambarkan kembali batas-batas kabupaten dalam jalan yang dapat bertemu dengan aspirasi lokal sejauh mungkin tanpa sepenuhnya menentang logika geografis, menurut ICG.
Pilihan lain adalah pemisahan yang ada harus diselenggarakan dengan kekuatan keamanan ekstra di lapangan untuk mencegah konflik berikutnya.
Implementasi dari solusi apapun yang dipilih akan membutuhkan komitmen jangka panjang yaitu waktu dan sumber-sumber, kata ICG.
Sampai sekarang, akibat jangka pendek terhadap pemerintah propinsi dan pusat gagal memecahkan masalah Mamasa tidak signifikan, namun adanya kejadian-kejadian baru-baru ini menggaris-bawahi bahaya mengijinkan sebuah konflik berintensitas rendah tetap tidak dipecahkan.
Sandra Pasaribu
|