Dasar SKB Haruslah Melindungi Kerukunan Beragama
Pancasila Sebagai Dasar Filosofi
Thursday, Dec. 2, 2004 Posted: 10:25:23AM PST
Persoalan menyangkut pelaksanaan ibadah agama bukan sekadar ditinjaunya kembali surat keputusan bersama (SKB) antara menteri agama dan menteri dalam negeri tahun 1969, tetapi seharusnya lebih mendasar dari itu, yakni dicabutnya semua peraturan yang bersifat diskriminatif. Demikian pendapat Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Benny Susetyo, Pr, sehubungan dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (27/11), yang akan menugaskan Menteri Agama Maftuh Basyuni untuk segera menelaah secara saksama terhadap SKB tentang pendirian rumah ibadah.
Ia menjelaskan saat ini masih sangat banyak peraturan yang diskriminatif dan berbiaya tinggi sehingga rawan manipulatif. Ada 56 peraturan diskriminatif, bahkan peraturan daerah (Perda) bisa jauh lebih banyak lagi. Jadi, soal ditinjaunya kembali SKB hanya bagian dari persoalan yang lebih besar,katanya. Yang dilihat KWI lebih mendasar, bukan sekadar SKB, tetapi bagaimana supaya semua warga setia kepada Pancasila dan UUD 45. Sebab kalau semua rakyat Indonesia setia kepada Pancasila dan UUD 45, pasti tidak akan ada problem di antara umat beragama termasuk dalam hal menjalankan ibadahnya masing-masing, kata Benny.
Pimpinan Yayasan Paramadina, Utomo Danandjaja mengemukakan, selama ini intervensi pemerintah tidak selalu membawa kedamaian karena pemerintah sendiri tidak memiliki filosofi tentang kerukunan antar-umat beragama. Perilaku dan budaya memang sudah dimiliki dalam bingkai kerukunan beragama, tapi belum ada satu filosofi dalam kerukunan beragama. SKB dua menteri sekadar upaya intervensi pemerintah dalam pembangunan rumah ibadah, padahal seharusnya SKB dipakai untuk melindungi kerukunan antar-umat beragama. Namun karena kedangkalan interpretasi, maka terjadi persoalan di dalam kerukunan umat beragama, lanjutnya. Kita harus kembali ke Pancasila sebagai dasar filosofi kita. Dalam negara kita, pintu masuk konstitusi adalah Pancasila. Pemahaman ini yang harus dikembangkan, tambah Utomo.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Natan Setiabudi, mengemukakan bahwa kalangan umat beragama sangat menyambut baik pernyataan Presiden Yudhoyono untuk meninjau ulang SKB antara menteri agama dan menteri dalam negeri No. 01/BER/MDN-MAG/1969, yang dikenal dengan SKB dua menteri yang mengatur pembangunan rumah ibadah. Upaya presiden ini harus disambut optimis oleh para pimpinan agama di Indonesia, agar ada perbaikan hubungan umat beragama, katanya di sela-sela kunjungannya di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU), di Boyolali, Minggu (28/11).
Sementara itu, Sekretaris Komite Peduli Rakyat (KPR), Pdt. Shepard Supit, mengingatkan dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk merealisasikan pernyataan Yudhoyono itu. Bahkan Ketua KPR, Habiburachman, berpendapat perlu dibentuk sebuah Komisi Independen yang bertugas mengumpulkan pimpinan dari berbagai agama dan ahli hukum untuk bersama-sama mengkaji aspek-aspek yang telah muncul akibat SKB dua menteri tersebut.
Nofem Dini
|