Nathan Setiabudi: Terjadi Gelombang Penutupan Gereja
Wednesday, Sep. 14, 2005 Posted: 11:45:45AM PST
Aksi penutupan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Getsemani dan Gereja Keesaan Injili Indonesia (Gekindo), di Bekasi, Minggu (11/9), merupakan bagian dari gelombang penutupan gereja yang sedang terjadi saat ini, kata mantan Ketua Umum Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Dr Nathan Setiabudi, dalam wawancaranya dengan Suara Pembaruan Senin kemarin.
Menurutnya, alasan penutupan yang didasarkan karena tidak adanya izin adalah hal yang terlalu dibuat-buat. "Itu sudah tidak menjadi alasan lagi. Mereka kan sudah minta izin dari dulu," tegasnya.
Saat ini, tuturnya, umat Kristen sedang menghadapi gelombang penutupan dengan dalih surat keputusan bersama dua menteri dan izin mendirikan bangunan terhadap tempat-tempat ibadah.
Di sisi lain, Nathan melihat pembangunan tempat-tempat ibadah sebelum adanya izin tersebut bukanlah perbuatan yang dilakukan secara sengaja untuk melanggar hukum. "Kita lakukan itu karena tidak pernah diberi izin. Padahal, berapa banyak tempat ibadah agama lain yang dibangun yang tidak memerlukan izin," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa Derpartemen Dalam Negeri Sudarsono Hardjosoekarto mengatakan, pejabat eselon satu di departemennya sudah membahas lebih dalam tentang revisi SKB itu. Intinya, SKB tersebut akan diharmonisasi dengan Undang-Undang (UU) No 32/2004, terutama pasal 22 dan pasal 27 ayat (1).
"Kemarin sedang dimatangkan formulasi tersebut, terutama terkait misalnya harmonisasi tugas gubernur/wakil gubernur, tugas bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, camat, lurah dan kepala desa terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan. Juga yang terkait dengan bidang ketertiban dan kerukunan umat beragama termasuk di dalamnya tata cara ijin pendirian rumah ibadah. Jadi, penegasan tugas dan wewenang kepala daerah. Karena dalam SKB, hal itu belum ditegaskan tugas dan wewenang gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, camat, lurah dan kepala desa,"paparnya.
Ketika ditanya apakah syarat pembangunan sebuah tempat ibadah harus mendapat izin dari masyarakat setempat, Sudarsono menegaskan, syarat tersebut pun tidak terdapat dalam SKB No 61/1969.
Dalam SKB itu hanya ada tiga syarat, antara lain untuk membangun tempat ibadat bila perlu dan sedapat mungkin meminta pertimbangan penduduk setempat. Artinya, mendapat izin dari warga setempat bukanlah sebuah keharusan.
"Patokannya adalah SKB. SKB No 61/1969 itu tidak ada pembatasan-pembatasan. Tidak ada dalam pasal SKB itu tentang pembatasan-pembatasan seperti harus mendapat izin dari masyarakat. Tetapi dalam harmonisasi ini nanti harus ada pengaturan pembagian tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah," tegasnya.
Dalam pasal 22 UU No 32/2004 juga diatur soal kewajiban daerah untuk menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan. Selain itu, dalam UU yang sama, juga dirumuskan tentang tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Nofem Dini
|