Wawancara: Sahat Sinaga, S.H Ketua GAMKI
Friday, Jun. 10, 2005 Posted: 2:27:49PM PST
|
Sahat HTM Sinaga S.H. Photo by www.gamki.org |
Pada tanggal 20 Mei 2005 yang lalu, Kristiani Pos berkesempatan mewawancarai Sahat HTM Sinaga S.H Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI). Berikut adalah hasil wawancaranya:
Pertama-tama Sahat Sinaga menceritakan tentang dirinya.
Saya memilih hidup sebagai notaris, dulu saya kan manajer di bagian real estate. Saya dulu sekretaris GMKI cabang Bandung, terus jadi sekretaris GAMKI, setelah itu jadi ketua umum. Dulu saya pernah jadi sekretaris Badan Pertimbangan Mahasiswa Parahyangan di Bandung. Saya jadi pengurus OSIS di SMA 64 Bandung, saya lahir di Bandung 2 hari setelah peristiwa G 30/S PKI.
Saya adalah orang Batak, tapi lahir di tanah Sunda. Orang Kristen yang lahir di Bandung yang mayoritas Islam. Jadi saya punya sikap Indonesia.
Dari konstilasi politik, sekarang sudah menjurus pada kedaerahan. (Misalnya) Karena saya merknya orang Kristen dan orang Batak, terus saya harus pulang ke tanah Batak, ya saya tidak kenal, saya tidak mengerti apa-apa. Tapi sekarang banyak orang Jakarta pulang ke tanahnya masing-masing untuk urusan itu.
Siapa yang suruh saya jadi orang Batak, Kristen dan lahir di Jawa Barat? Tuhan bukan? Nah itu, saya makanya merasa bahwa banyak tindakan-tindakan kita sudah melanggar kekuasaan Tuhan.
Secara tidak langsung Sumpah Pemuda 1928 itu sudah bergulir bagus, tapi karena kepentingan politik, orang-orang seperti saya jadi ... Tetapi saya tidak menyesal jadi orang Indonesia.
Rencana Tuhan lebih indah daripada rencana manusia. Saya bisa berkumpul dengan sehat, baik, damai, tidak pernah terganggu apa-apa. Tatkala manusia dihadapkan dengan menghargai sesamanya, bagi saya itu indah dan itu harus dipertahankan di Indonesia ini. Tapi, karena saat ini banyak orang berambisi di politik, mencari image, pengaruh seringkali dilakukan dengan tidak santun.
Waktu pemilu dulu, saya diwawancarai radio Heartline tentang mengapa saya tak masuk partai politik. Saya bilang harus ada orang dong yang tidak masuk partai politik. Sebab jika saya masuk partai politik, saya harus memperjuangkan partai saya dong. Saya bilang sanggup tidak bapak tetap berdamai dengan umat bapak sekalipun umat bapak tidak memilih bapak?
Jadi bagi saya, yang sekarang mau ada pilkada, mulai 5 Juni, di Pematang Siantar 27 Juni. Yang harus disadari, harus ada kerelaan untuk terima kekalahan. Jika tidak, tidak hanya perang antar suku, tapi antar agama pun bisa.
Bapak sendiri mendukung di salah satu daerah?
Tidak. Tetapi teman-teman saya, seperti calon wakil Sulut itu anggota GAMKI. Terus di NTT, Sumut ada. Saya ada pola begini, kita harus menyatakan bahwa Indonesia sudah dalam arus desentralisasi, dalam paradigma, orang yang mayoritas Kristen harus kita perjuangkan, kita rebut itu, tapi setelah menang, harus kita lakukan untuk semua orang, mengapa? Agar kesempatan diberikan lalu kita perbaiki.
Di Indonesia ini banyak orang tidak tahan dengan hidupnya. Orang kan harus dari TK dulu, SD dulu, tapi banyak orang ingin cepat kaya. Ini yang saya takutkan dari Pilkada, yang nakal itu kadang-kadang tim suksesnya.
Bisa Bapak ceritakan sejarah GAMKI.
GAMKI itu lahirnya tanggal 23 April 1962. Saya Ketua Umum yang ke-9, untuk periode 2003-2007. Ketua umum GAMKI yang pertama Mr JCT. Simorangkir.
Sebenarnya saya mau bikin buku, mau cari waktu. Saya mau menyadarkan bahwa dari tahun 1928 sudah ada migrasi-migrasi indah, orang Ambon datang ke Jakarta, datang ke Medan.
Konstitusinya mengatakan GAMKI itu menghimpun orang dari umur 17 sampai 40 tahun, makanya saat saya terpilih salah satu syarat Ketua umum GAMKI tidak boleh lebih dari 40 tahun, saya terpilih tahun 2003.
Jadi GAMKI ini lahir 23 April 1962. Ini sebetulnya gabungan 2 organisasi, yang pertama PPKI (Persatuan Pemuda Kristen Indonesia), lalu MPKO (Majelis Pemuda Kristen Indonesia).
Dulu ada oraganisasi kepemudaan sebelum GAMKI lahir, satu organisasi yang orientasinya banyak melayani di gereja semata (MPKO), sedang PPKI orientasinya lebih ke kemasyarakatan sampai ujung-ujungnya politik. Jadi seperti ada dua mainstream yang tidak sejalan. Lalu pada tahun ’62 ada kesepakatan untuk disatukan.
GAMKI tujuannya ada dua. Satu, ingin mempersatukan para pemuda Kristen untuk berpatisipasi aktif dalam keesaan gereja.
Jadi ada 2 sikap dasar GAMKI. Satu, mau turut serta dalam keesaan Gereja. Oleh karena itu GAMKI senantiasa tidak mengedepankan denomisasi-denominasi dalam berbagai kegiatannya. Kita selalu menghargai siapapun dan dari manapun.
Lalu yang kedua, kita juga turut serta dalam kegiatan kebangsaan dengan mereka/pemuda yang beraliran atau yang berbeda keyakinan/agama dengan kita. Ini tujuan dasar awal. Dan menurut saya, sampai saat ini masih dan bahkan makin relevan, karena mestinya kalau orang tua ada perbedaan pendapat, anak muda mestinya jangan ikut dalam pebedaaan pendapat. Itu pulalah yang membuat saya tidak mau cepat-cepat ada di dalam suatu kekuatan sosial politik.
Sehingga sejak 2003 kesini, dalam visi saya pribadi, GAMKI harus bagian integral dari kegiatan pemuda gereja. Saat ada kegiatan GAMKI Jakarta yang ada perubahan pengurus bulan Desember itu, saya kasih saran, dan puji Tuhan, sebagian besar, sekitar 80-90 persen adalah aktivis-aktivis gereja. Jadi, kita bukannya mau menarik orang yang aktivis gereja, lalu pergi ke GAMKI, bukan ini.
Saya selalu mengatakan aktivis GAMKI, apalagi pengurusnya, harus juga orang yang melayani di gereja, minimal ia harus rajin ke gereja, harus berpartisipasi. Artinya, dengan berkegiatan di GAMKI ia akan bertemu dengan pemuda-pemuda dari latar belakang denominasi lain, jadi ia semakin demokratis, makin wise dalam menghadapi perbedaan-perbedaan dalam Kekeristenan.
Mengenai visi ke depan sampai 2007, sejak ‘98 sampai saat ini yang masih dalam suasana reformasi, dalam berbagai kesempatan kita juga ingin sumbang saran kepada kegiatan-kegiatan kemasyrakatan. Makanya di berbagai daerah kita dorong untuk membikin pertemuan-pertemuan yang mengingatkan orang mengenai bahaya KKN.
Sekarang, para pemimpin organisasi kemasyarakatan Indonesia susahnya itu adalah tatkala ia jadi boneka orang lain. Kebenaran itu nanti kalau ia mau saja, kalau diingatkan.
Jadi, GAMKI itu menjadi bagian dari upaya orang yang concern pada keesaan gereja dan kebangsaan Indonesia. Tapi saya bukan orang yang selalu memaksakan harus satu gereja dalam satu organisasinya.
Dulu visi GAMKI jelas sekali untuk keesaan gereja. Saat ini, untuk keesaan gereja apakah peran nyata GAMKI?
GAMKI kan organisasi yang tidak boleh juga mengintervensi institusi. Sebenarnya kalau GAMKI itu disini memang tidak terlalu terasa ya. Tapi, jika saya pergi ke NTT, ke Tanah Toraja, itu hampir semua gereja mengerti. Jadi sebenarnya kita mempersiapkan orang-orang yang tatkala ada perpecahan disitu, (mereka) jadi orang-orang yang tidak terlibat dalam perpecahan itu.
Maksud saya, jika saya ke Sulawesi Utara, mass media disana kelilingi saya, gubernur juga terima, karena hampir semua eksponen disitu menghargai. Itu sebabnya mengapa peran GAMKI seperti itu. Dan GAMKI memang jarang ada di dalam salah satu blok, kalau GAMKI ada disebelah kanan, yang ini pasti menjadi lawannya. Begitu juga dengan urusan politik, GAMKI tidak berpolitik, tapi banyak orang GAMKI yang jadi caleg.
Tantangan yang saya lihat itu, merasa gereja ini berlomba-lomba untuk besar secara organisasi tetapi tidak berlomba-lomba untuk besar membuat orang bertobat.
Jadi menurut saya perpecahan gereja, jika saya tatap itu berkaitan dengan ketidaksetiaan kita menerapkan aturan hukum. Terutama yang berkaitan dengan aset. Seringkali karena ini berkaitan dengan persoalan gereja, seringkali dimaafkan dan tidak menuangkannya dalam peraturan atau bentuk hukum tertulis. Apakah seorang bishop atau ephorus misalnya, harus mengelola aset atau tidak, itu harusnya diatur.
Menurut saya ini tidak perlu malu-malu ya. Maksudnya begini, contoh membeli sebidang tanah berdasarkan sumbangan warga gereja. Karena merasa ini milik semua orang maka ia malu-malu tidak mengurus suratnya. Dengan ‘saklek’ ia buat ini berdasarkan nama. Merasa ini kan gereja, Tuhan yang akan jaga, kita berdoa saja. Tapi dalam murid-murid Yesus ada satu orang seperti Yudas Iskariot, ibliskan juga bekerja.
Maksud saya ini kan bisa diatur konstruksi hukumnya, bahwa ini atas nama siapa, tetapi seringkali ragu-ragu untuk membuat ini atas nama siapa.
Progam GAMKI sendiri sampai tahun 2007 yang ingin dicapai itu apa Pak?
Kita akui sebelum ‘98, organisasi kemasyarakatan pemuda termasuk GAMKI dibuat sedemikian rupa untuk tidak bekembang. Misalnya untuk mengadakan kegiatan kita harus dapat ijin dari sini dan situ. Jadi tugas saya dari tahun 2003 adalah mendinamisasikan keberadaaan GAMKI diseluruh Indonesia. Secara kepengurusan kita ada di 27 propinsi, terakhir di Sulawesi Barat.
Mengapa saya tadi mengatakan visi saya adalah untuk bergandengan tangan dengan gereja, karena ada era tertentu di masa hidup di Indonesia ini, GAMKI dianggap terlalu berafiliasi sama kegiatan politik yang dianggap oleh gereja bukan urusannya.
Tetapi setelah abad reformasi, bagi saya kehadiran Pak Ruyandi (Ruyandi Hutasoit Ketua Partai Damai Sejahtera-red) menjadi ketua umum sebuah partai itu kan perputaran yang sangat drastis dari sebuah pemahaman bahwa ternyata gereja itu harus ikut juga dalam kegiatan kemasyarakatan termasuk politik. Dulu kan orang mengatakan politik itu bukan urusan gereja padahal secara nyata bagi saya, politik gereja itu adalah bagaimana gereja menyuarakan suara nabiah, dalam rangka mempengaruhi keputusan- keputusan yang baik, dan juga bagaimana warganya dapat jadi pegawai negeri yang baik, birokrat yang baik. Secara institusi gereja tidak perlu untuk menyatakan dukungannya kepda seseorang figur, tetapi mensuplai ide atau sikap.
Jadi visi saya adalah untuk mendinamisasi GAMKI 2007. Saya rasa tugasnya Yohanes Pembaptis terpuji juga ya, yang menyiapkan jalan bagi Tuhan Yesus. Baiklah saya tidak terlalu populer, tapi saya melakukan dinamisasi, mungkin tahun 2007 nanti ada orang yang mengelola ini dengan lebih baik lagi.
Tugas saya dan puji Tuhan, tugas saya yang dari 2003-2005 ini sudah banyak orang yang mulai bergairah kembali, karena sudah mulai ada kesadaran juga bahwa kegiatan kemasyarakatan juga adalah bagian dari memuliakan nama Tuhan.
Apa tantangannya Pak?
Yaitu tadi, kita masih bisa belum terlepas dari pemahaman ketakutan. Begini, dulu kan waktu jaman Orde Baru, partai ada tiga, barangsiapa tak mendukung Golkar ada dalam tekanan, maka daripada itu gereja-gereja mengingatkan jika GAMKI tidak banyak di Golkar maka ijin kita diganggulah, kebaktian kita diganggulah.
Memang ada seperti itu?
Ada. Dulu, itulah yang menjadi cara pikir. Kebetulan mungkin di daerah yang tidak banyak orang GAMKI menjadi susah kan. Bagi saya itu rencana Tuhan, kita ada kesempatan untuk lebih baik lagi.
Dulu tahun 80-an ada mahasiswa demo, anak-anak Parahyangan (Universitas Parahyangan-red) itu ditangkapi, jadi kebebasan menyampaikan pendapat dalam tekanan, itu yang buat orang tua takut, anak-anaknya ditangkap. Banyak orangtua yang waswas, jangan-jangan nanti anak saya ditangkap atau apa. Bagi saya, you boleh tidak suka terhadap kegiatan seperti saya, tapi you jadi pemuda negeri yang baik, you pemuda gereja tidak...tapi ini jatuhnya ke narkoba.
Bagi saya gereja harus bertanggung jawab terhadap pembinaan-pembinaan seperti itu. Makanya, ada GAMKI di salah satu propinsi yang kegiatannya bikin penerangan tentang narkoba. Ya, saya bilang lakukan itu. Di Yogya lain, mereka bikin latihan kepemimpinan, kita mau saat mereka hidup di Yogya dibekali dan saat pulang ada nilai tambah.
Apakah di GAMKI ada misi penginjilannya?
Ya, misinya itu. Tiga tugas panggilan gereja (Koinonia, Kerygma, Diakonia-red). Itu juga jadi tugas panggilan GAMKI. Ketiganya harus dikerjakan. Jadi sederhana, kalau anda mau lihat sebuah gereja itu melakukan tugasnya atau tidak sebenarnya gampang. Ia melakukan ketiga fungsi ini atau tidak? Ia melakukan pelayanan kebaktian tidak, pelayanan kasih atau tidak? Melakukan pembinaan warga gereja jadi lebih baik atau tidak?
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|