Tanggung Jawab Moral
Oleh: Kasdin Sihotang
Monday, Dec. 6, 2004 Posted: 11:35:43AM PST
Selain kebebasan, tanggung jawab moral merupakan bagian nilai penting dalam etika. Dengan kata lain, bobot etis tindakan seseorang tidak cukup diukur dari pilihan berdasarkan kemauan sendiri, tetapi juga sejauh mana tanggung jawab moral diberi perhatian di dalamnya. Bahkan kualitas etis seseorang perlu diukur dari tingkat realisasi tanggung jawab itu. Itu berarti, orang yang mampu memperlihatkan tanggung jawab moral dalam tindakannya adalah orang yang berbobot secara etis. Sebaliknya, orang yang mengelak dari rasa tanggung jawab adalah orang yang buruk secara etis.
Dalam matra masyarakat, bobot tanggung jawab moral tidak sama pada setiap orang. Ada posisi tertentu yang menuntut nilai ini lebih besar dan mendapat perhatian yang sangat serius. Matra yang dimaksudkan adalah jabatan publik. Itu berarti, para pejabat publik perlu memperlihatkan tangggung jawab moral yang lebih besar kepada masyarakat dalam seluruh tindakannya.
Tentu pertanyaan kita, mengapa dari pejabat publik tanggung jawab moral yang lebih dituntut dan diberi perhatian secara serius? Pertama, dari sudut eksistensi dan sifat relasional jabatan publik itu sendiri. Jabatan publik diadakan bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk kepentingan orang banyak. Max Weber bahkan lebih jauh menyatakan, jabatan publik itu merupakan wadah bagi pengabdian pada masyarakat.
Itu berarti, kepentingan yang mau diwujudnyatakan dalam jabatan adalah kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Selain itu, eksistensi jabatan itu sendiri bersumber dari masyarakat. Dalam kaitan itu, jabatan publik mensyaratkan tuntutan tanggung jawab yang lebih besar.
Kedua, terkait dengan argumen pertama, segala tindak-tanduk pejabat publik berimplikasi dan berdampak langsung bagi kehidupan masyarakat. Francis Fukuyama dalam The Great Disruption (1999) mengafirmasikan bahwa salah satu penyebab dari kerusakan besar (great disruption) yang melanda dunia modern adalah kebijakan pemerintah yang salah. Apa yang dikatakan Fukuyama bukanlah khayalan, melainkan kenyataan. Krisis bangsa ini sendiri menjadi bukti sejarah untuk itu.
Tetapi juga pemimpin tentunya berfungsi positif bagi masyarakat, karena ia menjadi cerminan atau teladan. Plato sejak awal bahkan sudah mengingatkan kita akan pentingnya peranan etis para pemimpin itu. Di negeri ini yang berbau paternalistik nasihat Plato itu sangatlah ditunggu-tunggu masyarakat. Tentunya ini hanya terwujud lewat internalisasi tanggung jawab moral.
Ketiga, kemungkinan untuk menyalahgunakan jabatan itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri, kekuasaan cenderung disalahgunakan. Kekuasaan sering dipakai sebagai instrumen untuk memperkaya diri dan menindas orang lain. Lord Acton sudah mengingatkan kita akan bahaya itu. Meminimalisasi penyimpangan itu hanya mungkin terjadi kalau pejabat publik menyadari tanggung jawab dalam seluruh tindakan dan kebijakan yang dibuatnya kepada masyarakat.
Lord Acton berkata, "Historic responsibility has to make up for the want of legal responsibility. Powers tend to corrupt and absolute power corrupts absolutely" (Tanggung jawab sejarah harus mengisi kekurangan tanggung jawab hukum. Kekuasaan cenderung jahat dan kekuasaan mutlak adalah yang paling jahat)
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|