Natal: Homo Homini Homo
Monday, Dec. 6, 2004 Posted: 11:31:45AM PST
![](../images/1pixelcfdod5.gif)
HOMO homini lupus. Artinya, manusia menjadi serigala bagi sesamanya. Mungkin ucapan itu berlebihan. Mungkin juga ada benarnya. Bukankah kadang-kadang kita berperilaku seperti serigala terhadap orang lain: mengancam, menakut-nakuti, membentak, menjebak, memperdaya, mendengki dan merebut.
Kalau dipikir, sebenarnya mengerikan jika kita bersifat seperti serigala. Licin dan licik, kejam dan keji, buas dan beringas. Mengintai, menerkam dan mencakar. Kita menggigit dan memakan orang lain.
Apa jadinya kehidupan ini jika kita semua berperilaku seperti serigala. Itu berarti, kita hidup di sebuah kota dengan jutaan serigala: serigala yang mengemudi mobil, serigala yang duduk di kantor, serigala yang berjalan di mal; di mana-mana ada serigala.
O, tetapi ada kebalikannya. Homo homini angelus. Artinya, manusia menjadi malaikat terhadap sesamanya. Dalam hal ini kita malah berupaya ingin menjadi malaikat. Kita selalu mau sempurna. Kalau perlu kita memakai topeng. Tampak saleh dan suci, taat dan takwa, bertarak dan bertapa. Orang lain rusak ahlak berdosa, tetapi kita sempurna beragama. Orang lain duniawi, kita surgawi. Dalam tiap tutur kata, nama Allah selalu dibawa-bawa. Pokoknya, berbagai upaya ditempuh supaya kita menjadi malaikat alias setengah Allah.
Nah, manakah yang kita pilih? Menjadi serigala atau menjadi malaikat? Tentu jangan jadi serigala. Kalau begitu, menjadi malaikat? Juga jangan! Mana bisa kita menjadi malaikat? Untuk apa pura-pura jadi malaikat?
Kalau begitu kita menjadi apa? Homo homini homo! Artinya, manusia menjadi manusia terhadap sesamanya! Berkeprimanusiaan, berperasaan, berbudi, bertenggang rasa, bermartabat luhur, bermurah hati, berjiwa besar, bertanggung jawab, bermasyarakat, bukan menjadi serigala, bukan pula menjadi malaikat. Menjadi sesama manusia sajalah.
Pernah Kristus ditanya tentang apa artinya menjadi sesama manusia. Maka berceritalah Kristus tentang seorang korban perampokan yang terkapar di tepi jalan. Lewatlah seorang rohaniawan yang cepat-cepat buang muka. Lewatlah lagi seorang pemuka agama yang juga langsung berlaku.
Kemudian lewatlah seorang berbangsa lain dan beragama lain (bangsa itu dianggap haram dan agamanya tidak diakui!). Orang ini langsung menolong dan mengangkat korban ke tempat perawatan. Bertanyalah Kristus kepada hadirin, "Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" (Luk. 10:36).
Hadirin menjawab, "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya". Bersabdalah Kristus, "Pergilah, dan perbuatlah demikian " (ay. 37).
Itulah arti menjadi sesama manusia. Menolong orang yang perlu ditolong tanpa membedakan bangsa dan agama. Sesama manusia kita adalah orang di depan mata yang memerlukan tempat di dalam hati kita.
Tetapi justru itu yang sulit. Menjadi manusia dan menjadi sesama manusia bukanlah perkara gampang. Lebih mudah kita terperosok menjadi serigala atau berpura-pura menjadi malaikat.
Seumur hidup kita masih perlu belajar menjadi manusia. Johann Pestalozzi (1746-1827) menulis bahwa Pendidikan Agama Kristen (maksudnya juga Pendidikan Umum) adalah "to concentrate on the humanisation of man, the pure function of the church is to promote a higher, more noble and more natural life for men."
Next Page: 1 | 2 |
|