Kisah Daud Melawan Goliath dalam Kasus Indorayon
Friday, Oct. 1, 2004 Posted: 8:12:13PM PST
Judul: Menolak Menjadi Miskin
Penulis: J Anto dan Benget Silitonga
Pengantar: George Junus Aditjondro dan Asmara Nababan
Penerbit: Bakumsu, Medan
Cetakan: Pertama, Juni 2004
Tebal Buku: xii + 229 halaman
Buku ini, boleh dibilang, merupakan kelanjutan dari karya J Anto yang telah diterbitkan pada November 2001, berjudul Limbah Pers di Danau Toba, Media Pers Menghadapi Gurita Indorayon Anno 2000.
Dalam buku terdahulu itu, Anto memaparkan hasil penelitiannya di bidang komunikasi dengan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif dan menggunakan metode analisis isi (content analysis) terhadap pemberitaan empat media pers lokal (di Sumatera Utara) tentang konflik antara rakyat (di Porsea dan sekitarnya) dengan pihak Indorayon.
Kali ini, Anto bekerja sama dengan Benget Silitonga (keduanya sama-sama aktivis organisasi non-pemerintah/ornop di Medan) melakukan penelitian secara khusus terhadap sejumlah korban dalam gerakan perlawanan rakyat terhadap Indorayon.
Karena itulah, isi buku ini tak melulu berisi pembahasan atas hasil kajian kedua penulis terhadap gerakan rakyat tersebut. Sebaliknya, bahkan, paradigma dan suara rakyat sebagai pihak korbanlah yang lebih ditonjolkan dalam setiap bagian buku ini.
Buku yang diterbitkan oleh Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) ini terdiri dari 4 bab, ditambah 2 artikel sebagai pengantar, yang masing-masing ditulis oleh George Junus Aditjondro dan Asmara Nababan.
Di bagian awal juga ada sekapur sirih yang ditulis oleh Johny Silitonga, Ketua Bakumsu. Sementara di bagian akhir ada lampiran, yang mencantumkan kronologi perjuangan rakyat melawan Indorayon selama 20 tahun, dari 1983 sampai 2003.
Aditjondro, dalam artikelnya yang berjudul Kisah Daud Melawan Goliath di Pedalaman Tanah Batak, mengatakan ada tiga hal yang spesifik dalam the true story Daud (rakyat Porsea) melawan Goliath (perusahaan Indorayon) ini.
Pertama, tentang para perempuan desa (Sugapa) yang memainkan peranan penting dalam perjuangan rakyat Porsea melawan Indorayon. Kedua, tentang peranan penting sebuah gereja (Huria Kristen Batak Protestan), mulai dari pimpinan puncaknya (Ephorus) sampai dengan gembala-gembala jemaat yang jelas-jelas ikut berjuang bersama warga jemaat mereka.
Ketiga, tentang duka dan derita rakyat selama berjuang melawan Indorayon, karena harus berhadapan dengan popor senjata aparat keamanan, sampai-sampai ada dua warga yang tewas karena diterjang peluru polisi dan serdadu.
Sementara Nababan, dalam artikelnya yang berjudul Tanpa Penghormatan dan Akuntabilitas Hak Asasi Manusia, Investasi Modal adalah Sebuah Kehancuran, mengingatkan kita semua bahwa konsep pembangunan yang semata bertopang pada aspek ekonomi sudah lama ditinggalkan.
Pembangunan harus diartikan sebagai sebuah upaya pemajuan manusia, bukan hanya pembangunan negara atau untuk memproduksi sesuatu. Pembangunan harus dipahami sebagai sebuah proses memperbaiki ekonomi, sosial, dan budaya, yang dilakukan untuk memastikan bahwa manusia dapat hidup dalam standar minimum yang ditetapkan oleh International Bill of Rights.
Next Page: 1 | 2 | 3 |
|