Ketua PGI: Fundamentalisme Agama di Indonesia Harus Diatasi
"Kalau ini terus dibiarkan maka potensi konflik itu tetap akan besar"
Friday, Sep. 23, 2005 Posted: 8:48:29AM PST
Fundamentalisme agama di Indonesia harus bisa diatasi. Karena konflik antara umat beragama akan terus terjadi di Indonesia ketika kelompok fundamentalis dari agama yang satu bersinggungan dengan kelompok fundamentalis agama yang lain. Sebaliknya keberagamaan di Indonesia harus dibumikan berdasarkan kultur Indonesia yang cinta damai dan penuh persaudaraan.
"Kalau ini terus dibiarkan maka potensi konflik itu tetap akan besar di Indonesia," kata Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Andreas Yewangoe kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Rabu (21/9) seusai bertemu Wapres Muhammad Jusuf Kalla, Suara Pembaruan memberitakan. Dalam pertemuan itu dia didampingi antara lain Pendeta Weinata Sairin dan mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih.
Yewangoe lebih lanjut memaparkan bahwa fundamentalisme agama berada di semua agama baik Islam, Kristen, Hindu maupun Budha. Fundamentalisme itu adalah ajaran yang kolot dan harus ditolak. Karena kalau fundamentalisme itu terus dipelihara sama dengan memelihara benih konflik di Indonesia.
Sementara terkait dengan rencana revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) No 1/1969 Yewangoe menegaskan, yang paling penting dan pokok dalam apa pun bentuk hasil revisi terhadap SKB itu adalah kebebasan beragama di Indonesia harus dipelihara dan kebebasan berekspresi agama setiap warganya, termasuk di depan umum, harus dijamin. Kebebasan beragama dan berekspresi di Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Karena itu revisi SKB itu tidak boleh bertentangan UUD 1945 tersebut, terutama pasal 29.
Selain itu, yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah adalah bahwa negara wajib melindungi semua warga negaranya. Karena itu ketika ada sebagian warga negara yang mengalami tindak kekerasan karena mengekspresikan agamanya di depan umum maka negara harus melindungi mereka. Dan yang lebih penting PGI meminta pemerintah supaya memberi ijin menggunakan rumah atau sekolah bagi umat Kristen untuk menjadi tempat ibadat selama izin membangun gereja masih sangat sulit didapat.
Dia menambahkan, ketika SKB No 1/1969 diterbitkan, Dewan Gereja Indonesia waktu itu yang kini menjadi PGI dan Majelis Wali Gereja Indonesia yang sekarang menjadi KWI sudah mengajukan memorandum bahwa SKB itu bertentangan dengan UUD 1945 terutama terkait dengan kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi di depan umum. Tetapi memorandum itu tidak diperhatikan pemerintah pada waktu itu.
Ketika ditanya tentang rencana Departemen Dalam Negeri dan Departemen Agama membentuk Forum Kerukunan Antar Umat Beragama yang akan diatur secara eksplisit hasil revisi SKB No 1/1969 Yewangoe mengatakan bahwa lembaga seperti boleh-boleh saja. Asal, jangan sampai lembaga semacam itu nantinya hanya merepresentasikan kembali kelompok masyarakat yang selama ini menghalangi pembangunan tempat ibadah. Forum itu nantinya, dia berharap, harus sungguh-sungguh berfungsi lebih baik dan tidak lagi menghalang-halangi orang untuk beribadat.
Sementara itu di tempat terpisah, Wakil Sekretaris Umum PGI Pdt Weinata Sairin mengatakan Umat Kristen Indonesia sebagai persekutuan yang sedang diutus di tengah masyarakat majemuk Indonesia harus menampilkan kekristenan yang cantik, simpatik dan cerdas. Melalui penampilan seperti itu gereja dan umat Kristen dapat menjadi berkat bagi masyarakat luas.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|