PGI Minta Perhatian Presiden Soal Penutupan Tempat Ibadah
Pengurus PGI juga meminta Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 169 perlu dicabut
Thursday, Aug. 25, 2005 Posted: 6:37:58PM PST
|
Pengurus PGI bertemu Presiden SBY di Jakarta, 24/8/2005. (Liputan6 SCTV) |
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) meminta perhatian khusus dari Presiden Bambang Susilo Yudhoyono atas sejumlah kasus penutupan gereja di Jawa Barat (Jabar).
Permintaan tersebut disampaikan oleh Majelis Pekerja Harian PGI yang dipimpin oleh Andreas Yewangoe dalam pertemuan dengan Presiden di Kantor Presiden, Selasa (23/8). Menurut PGI, praktik-praktik penutupan tempat ibadah tersebut bertentangan dengan konstitusi. "Presiden menjelaskan rujukan beliau adalah UUD 1945 disitu diatur tegas kebebasan beribadah sebagai bagian dari hak asasi," kata Yewangoe.
Menanggapi permintaan itu, Presiden meminta Menteri Agama Maftuh Basyuni memeriksa akurasi kasus penutupan gereja tersebut. Berdasarkan data PGI, setidaknya ada tiga gereja yang telah ditutup yakni Pos Kebaktian Gereja Kristen Pasundan (GKP) di Cisewu Kabupaten Garut pada April 2005. GKP Ketapang, Kabupaten Bandung, pada Juli 2005, dan GKP Dayeuhkolot pada Agustus 2005.
Mereka juga meminta Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 169 perlu dicabut. Sebab, merugikan pembangunan rumah ibadah dan melanggar hak asasi kebebasan beragama. "Itu harus dicabut. Tidak ada lagi gunanya," kata Wakil Sekretaris PGI Pendeta Weinata Sairin.
Sebelumnya pada hari yang sama, mereka juga telah menemui mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan. Pengurus PGI mengadukan tindakan sekelompok orang yang melarang dan mengancam agama lain agar tidak melakukan kegiatan keagamaan.
Pada kesempatan itu, Gus Dur mengaku, menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melindungi kebebasan beragama. Menurut Gus Dur, pelarangan beribadah sangat merugikan agama lain. Bahkan telah melanggar undang-undang.
Gus Dur khawatir jika pemerintah tetap membiarkan tindakan itu akan terjadi perlawanan dari pihak yang dirugikan. Karena itu, pemerintah harus bertindak tegas untuk melindungi kebebasan beragama yang diatur dalam undang-undang. "Pemerintah harus cepat bertindak. Kalau tidak cepat bertindak kita yang bertindak," kata Gus Dur.
Gus Dur menyatakan, penutupan rumah ibadah secara paksa oleh siapapun bertentangan dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 soal kebebasan menjalankan agamanya. Menyangkut masalah izin yang dijadikan pembenar tindakan penutupan itu, Gud Sur mengatakan, tindakan itu sebenarnya hanyalah tipuan hukum semata karena tidak mungkin ada legalitas bagi rumah-rumah peribadatan itu kalau memang izin tidak diberikan. "Ini adalah semacam penipuan legal yang sengaja dilakukan untuk tidak memberikan tempat bagi peribadatan di luar yang sudah dikenal oleh pejabat itu," katanya.
Gus Dur mengatakan keadaan seperti ini masih terjadi karena pemerintah tidak tegas dalam membela UUD 1945. Gus Dur juga meminta umat beragama untuk tetap beribadat seperti biasa.
Sandra Pasaribu
|