Kebaktian Interaktif Lembaga Pelayanan Rakyat Digelar di Jakarta
"Gereja sekarang terjadi pergeseran nilai yang mengadopsi cara-cara barat tapi tidak menjawab problema yang ada di Indonesia. Gereja seharusnya kontekstual terhadap situasi masyarakat"
Monday, Aug. 8, 2005 Posted: 5:28:06PM PST


|
(Ki-ka) Ibu Afung, Pdt Daniel Alexander, Pdt Shepard Supit. (Sandra P./ KP) |

|
Para mahasiswa UKIT dari Fakultas Teologi yang datang dalam rangka praktek pelayanan di Jakarta. (Sandra.P/ KP) |

|
Beberapa jemaat Gereja Rakyat ikut menghadiri kebaktian interaktif. (Sandra.P/ KP) |
Lembaga Pelayanan Rakyat atau yang dikenal The People's Institute yang baru terbentuk pada 1 Agustus 2005, pada Kamis kemarin mengadakan kebaktian dedikasi dan interaktif di Universitas Paramadina, Jakarta dengan tema "Bersatu Memerangi Kemiskinan."
Hadir dalam kebaktian tersebut umat dari Gereja Rakyat yang rata-rata adalah pengamen, pengemis, mantan anak jalanan, gelandangan, yang sudah menerima Tuhan. Tamu undangan yang turut hadir antara lain Pdt. Nugroho (Ketua Asosiasi Pendeta Indonesia), perwakilan dari Kanwil Bimas Kristen, Antonius Natan, pengusaha wanita Ibu Afung.
Acara diawali dengan pujian pembukaan yang dibawakan para mahasiswa teologi UKIT yang datang dalam rangka praktek pelayanan di Jakarta dan dilanjutkan acara doa yang dipimpin Pdt Nugroho, ketua Asosiasi Pendeta Indonesia.
Dalam kata sambutannya, Pdt. Shepard Supid, gembala jemaat Gereja Rakyat menyampaikan keprihatinannya terhadap masalah kemiskinan di Indonesia. Apa yang mendorong gereja rakyat hadir adalah menjawab masalah kemiskinan ini.
"Gereja sekarang terjadi pergeseran nilai yang mengadopsi cara-cara barat tapi tidak menjawab problema yang ada di Indonesia. Gereja seharusnya kontekstual terhadap situasi masyarakat," tandas Shepard.
Ia juga menepis pandangan masyarakat bahwa orang dikatakan sukses kalau orang itu sudah punya gereja, mobil, handphone. "Ini adalah cara pandang yang keliru," tambahnya. Justru peran gereja adalah membantu pemerintah memerangi kemiskinan, kata Supit.
Supit mengutip pandangan pakar dimana setidaknya ada lima faktor penyebab kemiskinan dimana satu dengan yang lain saling berkaitan erat. Faktor pertama, sistem nilai. Kemiskinan dipandang sebagai suatu rahmat serta lebih mulia dari kekayaan yang ada di dunia ini. Pada gilirannya hal ini mengakibatkan etos kerja yang sangat lemah dan sikap pasrah yang fatalis.
Faktor kedua, ketidakseimbangan struktur disebabkan dan menyebabkan ketergantungan total dari pihak yang lemah kepada pihak yang kuat. Pihak kuat diwakili oleh para elit yaitu pemilik modal, pemerintah dan militer yang menguasai sumber-sumber produksi dan kekuasaan politik. Sementara yang lemah terdapat pada mayoritas rakyat miskin yang jauh dari sumber-sumber produksi tersebut. Kontrol rakyat diperlemah dan dimatikan dengan cara-cara represif bahkan yang tragis lagi, rakyat digusur dengan alasan untuk pembangunan dan keindahan kota tapi mengabaikan aspek kemanusiaan.
Faktor ketiga adalah penetrasi kapital, sebenarnya masuknya modal dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Namun dengan struktur yang ditimpang menyebabkan modal dikuasai oleh sebagian kecil elit sementara massa rakyat tetap hidup merana.
Faktor keempat, masalah lingkungan hidup. Eksploitasi besar-besaran karena masuknya modal menyebabkan lahan pertanian dan perikanan menjadi semakin sempit.
Faktor kelima adalah kepadatan penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk tidak seimbang dengan dengan makanan yang tersedia. Akibatnya terjadi persaingan yang ketat tetapi lahan untuk bersaing berupa lapangan pekerjaan semakin terbatas.
Next Page: 1 | 2 |
Eva N.
|