Wawancara: Romo Benny Susetyo Pr

Thursday, Jul. 28, 2005 Posted: 11:11:40AM PST

Gambar diambil dari (www.romobenny.net)

Sampai sekarang, ia aktif di Forum Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Indonesia (FKDHI), Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB), bersama Romo Sandyawan di Forum Kemanusiaan, Gerakan Moral Nasional, sekaligus sebagai Pendiri Pergerakan Manusia Merdeka bersama KH Abdurrahman Wahid. Dan di Malang, ia ikut serta dalam memajukan Yayasan Averroes. Kristiani Pos berkesempatan untuk mewawancarai Romo Benny pada 15 Juli yang lalu. Berikut adalah hasil wawancara:

Pada waktu kerusuhan Situbondo, gereja anda terbakar. Bagaimanakah sekarang situasinya?

Itu sudah aman, sudah damai. Dan pembakaran itu bukan dari orang Situbondo dan itu bukan sesuatu yang dipersoalkan karena bukan merupakan sebuah ekspresi, dan ini bukan dilakukan oleh orang Situbondo. Jadi kita jangan mudah diadu-domba. Karena situasi konflik saat itu diciptakan tahun 1996, kekerasan itu mulai dari Multatuli, Surabaya dan Situbondo dan itu bagian dari situasi. Konflik itu diciptakan pada waktu itu untuk mengadu domba antar umat beragama.

Dan peristiwa ini sudah lama dan sudah tidak ada masalah.

Apakah tujuan anda membuat website?

Supaya pikiran-pikirannya dikenal, website itu yang membuat komunitas anak-anak Muslim, dari Averroes (Yayasan Averroes-red) membuat gagasan, supaya gagasan-gagasan itu dijadikan sebuah tempat untuk orang berkomunikasi.

Mengapa website itu bernama Romo Benny?

Mereka memakai itu, anak-anak di Averroes. Karena itu, karena itu pikiran – pikiran kebidang-agamaan sosial politik yang menjadi bagian dari sebuah cara saya melihat masalah. Jadi ini berisi pemikiran saya.

Motto website anda adalah Habitus dan Keadaban Baru, apakah artinya?

Kalau kita bicarakan tentang keadaban publik, habitus berarti ada duduk imbang antara 3 poros, poros negara dengan badan-badan publiknya, poros pasar dengan transaksi dagangnya dan poros masyarakat dengan kepercayaannya.

Hancurnya keberadaban publik karena ketidakseimbangan antara ketiga poros tersebut.

Indonesia mengalami ketidakseimbangan dimana polos negara yang berselingkuh dengan poros pasar itu akhirnya membuat produk-produknya yang akhirnya merugikan poros warga, sehingga masyarakat hidup dalam kesulitan. Maka dengan membangun habitus baru kita ingin menyeimbangkan ketiga poros negara, pasar dan warga.

Bagaimana keseimbangan itu dibangun maka perlu adanya kerangka berpikir gugus insting yang mempengaruhi cara berprilaku, cara berpikir dan cara bertindak, itu semua kalau semua orang punya habitus, dan habitus itu bisa dilahirkan dengan membangun budaya alternatif.

Habitus itu merupakan gugus insting yang mempengaruhi orang cara berprilaku, cara bertindak dan cara menilai. Dan habitus itu seharusnya menjadi sebuah acuan, jika seseorang tidak punya habitus maka orang itu tidak punya disiplin diri, kalau orang tidak punya habitus orang tidak punya rasa tanggung jawab, kalo orang tidak punya habitus orang semau gue dan bangsa ini tidak ada habitusnya maka diciptakan habitus baru, maka diciptakan budaya banding.

Selama ini kita adalah budaya apromasi maka tidak ada ketegasan, maka perlu dibangun habitus baru sehingga kita mempunyai ketegasan dalam bersikap dan dalam bertindak dan cara berpikir, yang tidak rasional tapi lebih proaktif yang membangun sebuah tata cara kerangka baru kita membangun bangsa ini.

Bagaimana menciptakan budaya alternatif?

Budaya alternatif seharusnya diciptakan lewat pendidikan alternatif dengan membangun sistem keluarga, karena jika keluarga memiliki tanggung jawab, keluarga itu mengajarkan nilai-nilai universal, maka akan menghasilkan generasi baru yang memiliki sebuah nilai baru.

Dan disini nilai keluarga tidak dijadikan acuan. Jadi jika kita ingin membangun habitus baru lewat keluarga, lewat pendidikan nilai dan pendidikan media.

Jadi lahir dari keluarga lebih dulu?

Ya keluarga. Karena mau tidak mau, karena krisis bangsa ini disebabkan karena keluarga–keluarga kita tidak membangun habitus baru. Jadi habitus lama itu kita dididik dalam sebuah sistem kecurigaan, sentralisasi, dimana otoriter menjadi bagian, maka kita menghasilkan pemimpin yang tidak mau dengar rakyat, pemimpin yang tidak peka penderitaan rakyat, karena kita sebenarnya tidak melahirkan sebuah sistem solidaritas sosial diantara keluarga itu.

Bagaimana keluarga seharusnya dalam kehidupan sehari-hari?

Keluarga harus kembali kepada 2 hal pokok. Karena keluarga itu akan utuh, jika ada interaksi antara orang tua dan anak dan interaksi itu bila ada budaya saling mendengar dan budaya saling mengerti dan keterbukaan. Dan di Indonesia, habis waktunya oleh media masa dan media televisi, karena 24 jam orang menonton televisi sehingga interaksi antara orang tua dan anak tidak berjalan, maka terjadi keterasingan satu dengan yang lain, karena orang tua harus memenuhi kebutuhan hidup, maka orang dipacu untuk hidup konsumeritis, maka dibangun budaya gengsi, maka yang terjadi sebenarnya orang hidup sebenarnya anonim satu dengan yang lain.

Kalau anonim maka logikanya adalah orang hidup hanya mencari kekuasaan, untuk apa? Yaitu untuk menaikan derajat, maka budaya gengsi diciptakan, maka akibatnya jika dulu orang bergelar Raden Mas, maka orang akan mencari pendidikan, pendidikan yang tidak dihasilkan dari kerja keras tapi jalan pintas lewat beli ijasah, karena dengan gelar-gelar itu, orang merasa dirinya berhasil, dan gelar itu akhirnya menghasilkan sebuah keturunan baru yang disebut orang terpelajar. Terpelajarnya seperti apa? Terpelajar adalah orang yang mampu hidup dalam keseimbangan. Tapi terpelajar kita adalah pola hidup konsumaritis, pemakai, pengguna, maka dibangun budaya gengsi membuat orang hidupnya tidak punya arah dan orientasi.

Jika orang hidupnya tidak punya orientasi dasar, maka akhirnya yang terjadi adalah memperlemah sistem nilai dalam hidup .

Jadi sekarang yang punya keseimbangan itu dari keluarga atau pemerintah juga ikut membantu?

Jadi kita jangan berharap pada pemerintah, karena pemerintah sudah gagal, pemerintah sudah tidak mampu mengatasi masalah busung lapar, kemiskinan, kelangakaan minyak, pemerintah tidak mampu, karena pemerintah tidak mampu kembalilah pada wisdom lokal.

Maka yang sekarang harus membangun bagaimana keluarga memiliki daya tawar dengan membangun alternatif budaya baru, sejak dini anak-anak sudah diajarkan tentang bagaimana anak-anak diajarkan menggunakan media secara tepat dan benar.

Jadi awalnya dari media?
Media masa dan televisi, tanpa ada pendidikan media masa dan televisi anak-anak tersaru dengan konsumeritis, maka orientasi orang adalah pengguna, dan media kita tidak pernaha mendidik masyarakat untuk rasionalistis, maka diciptakanlah film-film misteri, yang kadang-kadang menggunakan agama, padahal sebenarnya ini proses pembodohan karena media, tidak membebaskan masyarakat dari namanya serbuan-serbuan baru dunia maya, yang tanpa sadar menggeroti kesadaran orang.

Maka pilihan kita lebih berorientasi pada jangka pendek, bukan jangka panjang .

Jadi, saat ini peran media sangat penting?

Karena media mempengaruhi cara perilaku seseorang, media membentuk daya imaginasi seseorang, yang mengelabui seseorang sehingga kerap kali seseorang ditokohkan padahal seseorang itu tidak punya akar, dan semua itu dikamuflase, sehingga dibangun dunia dalam dunia bayangan dan kita hidup dalam dunia bayangan, karena kesemua maka orang tidak punya orientasi, akibatnya orang hanya hidupnya berfoya-foya, menghambur-hamburkan uang tanpa punya respek dengan sesamanya, jadi kita sebenarnya terasing.

Maka ketika orang di mall dengan hidup bermewah-mewah, membeli barang-barang yang hebat-hebat, sementara disisi lain orang dengan busung lapar tidak ada perasaan bersalah. Jadi kita sekarang tidak lebih dari masyarakat yang sakit, sakit karena cara pikiran kita ini tidak sehat, karena pikiran kita mengurusi besok makan apa? Besok makan siapa ? Tapi tidak pernah mengurusi tentang bagaimana kita membangun yang namanya solidaritas kemanusiaan itu.

Yang dalam Pancasila jelas, pasal kemanusiaan dan keadilan, dan kita tidak pernah membangun kemanusiaan dan keadilan itu menjadi habitus hidup bangsa ini.

Karena itu Romo menulis dalam media masa?

Menulis itu sebuah keprihatinan karena saya hanya bisa menggrundel, saya tidak punya kekuasaan dan tidak punya kekuatan yang saya bisa lakukan adalah menggrundel yang dalam bahasa jawanya sambat.

Orang sambat itu adalah orang yang terus menerus mencoba meluruskan orientasi dasar itu dan itu yang bisa dilakukan yaitu menggrundel itu.

Apa yang membuat Romo terpanggil jadi pelayan Tuhan?

Imam itu panggilan karena imam itu, mau tidak mau harus membayar hutang pada rakyat, karena jadi imam itu berarti dia hidupnya dari umat untuk umat. Maka menjadi imam mengabdi pada umatnya yaitu rakyatnya, karena saya berhutang pada rakyatnya, karena saya dibiayai oleh umat saya, maka saya harus membiayai hutang itu, dengan cara memberikan pemberian diri secara total melayani.

Apakah Vox Populi Vox Dei itu?

Suara Tuhan suara rakyat. Bentuknya berbeda-beda. 0rang yang setia dengan suara rakyat itu adalah orang yang terus menerus mendengarkan penderitaan rakyat. Dan penderitaan itu seperti bela rasa.

Apakah contohnya seperti rakyat Filipina sekarang?

Itu tidak sama, itu bagaimana seorang imam bisa mendengarakan suara rakyat lewat kenabiannya, tetapi seorang imam tidak masuk dalam kekuasaan politik praktis, itu bedanya. Maka kalau dia menyuarakan suara Tuhan maka dia harus membedakan bahwa dia bukan diperalat oleh kepentingan politik tapi lebih pada gerakan roh Tuhan sendiri yang membimbing dia untuk mengatakan kebenaran dan kejujuran, dan kebenaran dan kejujuran itu orang harus mau terbuka, karena seorang imam harus tahu porsinya, dan semua imam harus tahu kemampuannya. Jadi tidak mungkin seorang imam itu mampu memperbaiki dunia ini, itu mimpi. Porsi dia hanyalah menjadi sebuah jalan yang hanya meluruskan, sedangkan siapa yang membuat sebuah pelurusan itu bukan dia.

Maka panggilan kita adalah lebih pada membangun sebuah jalan itu dan menyuarakan kebenaran itu. Dan kebenaran itu harus dikomunikasikan, karena kebenaran kita belum tentu sesuai dengan kebenaran orang lain, maka dicarilah titik –titik dimana nilai-nilai itu bisa membuat kebersamaan, itulah kebenaran.

Apa yang membuat Romo tertarik pada tulisan politik dan masyarakat ?

Jika politik itu bicara pada kesejahteraan umum, karena kesejahteraan umum itu merupakan kebijakan, jika saya bicara kebijakan itu bagaimana panggilan itu saya aktualisasikan pada kehidupan sehari-hari, maka panggilan imam itu pada sebuah jembatan. Jembatan untuk rakyat, saya menjadi imam bukan hanya imam Katolik, tapi imam untuk semua rakyat indonesia. Saya dipanggil hanya itu.

Next Page: 1 | 2 |

Nofem Dini