Semiloka Marturia HKBP Distrik I Tapsel-Sumbar
Friday, Jun. 10, 2005 Posted: 8:48:09AM PST
|
(www.hkbp.or.id) |
Tantangan paling besar dihadapi oleh Agama Kristen di Tapsel-Sumbar, secara khusus jemaat HKBP di Sumatera Barat adalah tidak diperbolehkannya membangun Gereja sebagai tempat ibadah, dan seringkali terjadi jika jemaat mengadakan kebaktian di luar Gereja akan mendapat gangguan dari masyarakat sekitar. Sehingga jemaat-jemaat di sana banyak mengadakan kebaktian di kompleks militer ataupun polisi dengan alasan keamanan.
Pendekatan-pendekatan kepada masyarakat dan pemerintah sudah dilakukan, namun sampai saat ini belum berhasil, misalnya: salah satu jemaat di Kota Padang yang sudah melakukan pesta pembangunan untuk membangun gedung Gereja yang baru. Dana telah terkumpul, namun izin untuk mendirikan bangunan Gereja sampai saat ini belum diberikan oleh pemerintah dan masyarakat di sana. Sehingga sebagian besar jemaat dan parhalado merasa putus asa karena kendala tersebut.
Itulah kendala yang paling sulit yang diungkapkan oleh para peserta SEMILOKA MARTURIA HKBP DISTRIK I TAPSEL-SUMBAR yang diadakan di Gereja HKBP Bukit Tinggi Sumatera Barat tanggal 06-07 Juni 2005. Semiloka ini dihadiri oleh Praeses, para Pendeta Ressort, Parhalado dan Seksi yang menangani bidang Marturia di Jemaat di wilayah HKBP Distrik I Tapsel-Sumbar.
Kepala Departemen Marturia selaku pembicara, pada kesempatan itu mengatakan bahwa tantangan tersebut bukan hanya dihadapi oleh jemaat-jemaat di Tapsel-Sumbar, namun juga di beberapa daerah lain misalnya Aceh, Jawa, kalimantan dan daerah lainnya di Indonesia. Memang dari HKBP Pusat juga sudah mengadakan pendekatan-pendekatan kepada Pemerintah Pusat dan dari beberapa tokoh Islam sendiripun mengatakan supaya pemberian izin mendirikan rumah ibadah jangan hanya dikenakan pada satu-satu agama tertentu di negara ini. Namun sampai saat ini masih belum terealisasi.
Selain memberikan ceramah tentang Marturia, Kepala Departemen Marturia juga memberikan sessi tentang Aturan Peraturan HKBP 2002, sebagai sarana yang dapat digunakan HKBP untuk meningkatkan pelayanan oleh warga dan juga para Parhalado di HKBP.
Kehadiran Aturan Peraturan HKBP 2002 yang pada intinya menekankan pemberdayaan jemaat, memperlihatkan HKBP sebagai Tubuh Kristus yang bertanggungjawab menunaikan TRI TUGAS PANGGILAN GEREJA (Bersekutu, Bersaksi dan Melayani), yang membuat semakin bertumbuh dan berkembang dalam pola pelayanannya. Pola pelayanan HKBP semakin dinamis dan komunikatif sesuai dengan visinya: Inklusif, Dialogis dan Terbuka.
Hal itu berarti, pengembangan pelayanan HKBP bukan hanya bergantung pada satu pihak, tetapi pengembangan pelayanan tersebut tergantung atas kerjasama yang baik antara pelayan dan jemaat.
Pada kesempatan itu juga, Praeses HKBP Distrik Tapsel-Sumbar Pdt. T.P. Panggabean, STh memberi sessi tentang perlunya Penginjilan kepada Warga HKBP yang pada saat ini “tertidur” karena minimnya pelayanan yang diberikan oleh Gereja.
Sandra Pasaribu
|