Beberapa hari sebelum peluncuran “The Da Vinci Code” di seluruh dunia, protest dan seruan untuk pemboikotan meningkat di seluruh dunia, ada yang berkata bahwa demo menentang film ini hanya akan menimbulkan ketertarikan yang lebih besar pada film kontroversial ini daripada membuat orang menjauhinya dari box office.
“Saya berspekulasi bahwa peringatan dari para pemimpin rohani hanya akan mengena kepada mereka yang amat beriman, dan mereka adalah yang paling tidak akan terpengaruh oleh film semacam itu bagaimanapun juga,” kata Claudio Batestella, seorang pengarang dan profesor pemasaran di Universitas Roma Tre, kepada Reuters pada Selasa lalu. “Bagi umat Kristiani pada umumnya, Saya berpikir godaan untuk melihat film tersebut adalah untuk mengetahui apa yang menyebabkan semua kontroversi yang ada.”
Ada beragan reaksi dari kaum Kristiani kepada film tersebut mulai dari anjuran untuk melihat film tersebut dan menggunakannya sebagai alat penginjilan sampai kepada protes di jalan-jalan dan seruan untuk memboikot film itu.
“Pastilah, kisah tersebut telah menyentuh hati orang-orang Kristiani,” kata Rev. Alistair Sear, seorang sejarawan gereja dan teolog kepada Reuters. “Tidak ada keraguan bahwa kisahnya penuh dengan ketidakakuratan dan kesalahpahaman: Apakah cara yang terbaik untuk memerangi masalah-masalah ini?”
Pada hari Senin, kelompok gereja Kristiani di Thailand berbicara dan mendesak pemerintah untuk melarang film tersebut, mengatakan bahwa kisah tersebut akan menyesatkan rakyatnya, kepada The Associated Press.
“Jika film ini ditayangkan di Thailand, ini akan menyebabkan kesalahpahmana diantara orang-orang Thailand yang tidak mengenal Kekristenan,” kata Manote Changmook dari Komite Gereja Protestan Thailand kepada AP pada Selasa. “Kami khawatir bahwa anak-anak muda Kristen Thailand akan datang dan bertanya kepada kami, “Jadi ini berarti Yesus bukan Tuhan? Yesus mempunyai istri?”
Lebih dari 90 persen dari penduduk Thailand yang 65 juta orang beragama Budha dan kurang dari satu persen beragama Kristiani.
Di India, keluhan menentang film tersebut memaksa pemerintah pada hari Selasa untuk menunda sementara perilisan “The Da Vinci Code,” untuk menyatakan kepedulian sebelum film itu dibuka untuk umum. Sebelum keputusan, beberapa kelompok Kristiani mengancam untuk mengadakan demonstrasi di jalan-jalan dan bahkan untuk menutup bioskop-bioskop yang sedianya menayangkan film tersebut.
Bergabung dengan seruan tersebut pada Senin lalu yaitu All-India Sunni Jamiyat-ul-Ulema, sebuah organisasi para imam Muslim India yang berpengaruh, yang menjanjikan untuk membantu kelompok Kristiani meluncurkan protes jika yang berwenang tidak melarang penayangan film tersebut. Para iman tersebut mengatakan “The Da Vinci Code” adalah penghinaan dan menyebarkan kebohongan mengenai Yesus, yang mana diakui sebagai nabi oleh Al-quran.
Juga pada Selasa lalu, pengadilan Korea Selatan menolak petisi dari Majelis Kristen Korea yang meminta pelarangan film tersebut di negri mereka, mengatakan bahwa film tersebut adalah “penghujatan” menentang iman Kristiani menurut Agence France-Presse. Pengadilan menyebutkan mengenai kebebasan berekspresi sebagai alasan dari keputusannya, sambil menambahkan bahwa karya film tersebut adalah jelas fiksi.
“Ada sedikit kemungkinan dari film tersebut yang menyesatkan para pemirsanya untuk percaya bahwa isi film tersebut berdasarkan kenyataan,” kata pengadilan.
”Bagian dari masyarakat ini sudah memiliki persepsi yang konkrit menyangkut kehidupan Yesus Kristus dan Kekristenan dan hampir tidak mungkin berubah karena film tersebut.
Di Yunani, Romania dan Rusia, para pemimpin Kristiani Ortodok sementara ini mengkritik film tersebut dari kejauhan, lapor Reuters.
Menurut sebagain orang, protes menentang film “Da Vinci” telah menyebabkan efek positif terhadap para penggila film, memicu keingintahuan dan ketertarikan pada mereka yang awalnya tidak berencana untuk melihat film tersebut.
Pier Antonio Rizzo, 22 tahun, percaya bahwa “Da Vinci” akan menjadi film yang paling popular tahun ini karena kontroversinya, menurut Reuters.
”Setiap saat seseorang berbicara menentang film tersebut, ini menjadi seperti iklan gratis,” kata Rizzo. “Semua orang yang saya kenal penasaran ingin melihatnya.”
Pekerja Bank Antonella Silvestre, 38 tahun, setuju dengan Rizzo. “Saya biasanya tidak tertarik film-film sejarah,” katanya kepada Reuters. “Tapi yang satu ini mendapat begitu banyak perhatian sehingga saya ingin pergi dan melihatnya.”
Jumlah orang yang menderita karena kelaparan diproyeksikan akan mencapai jumlah tertinggi tahun ini ...