Trend Da Vinci Code Temui Minggu Suci
Sunday, Apr. 9, 2006 Posted: 3:58:45PM PST
Sebagaimana umat Kristiani akan memasuki salah satu minggu terkudus dalam satu tahun, banyak yang dihadapkan dengan pertanyaan dan tantangan terhadap kebenaran pesan Injil yang paling diyakini saat ini.
Diatas gedung tinggi di tengah-tengah Times Square, terpampang iklan film kontroversial "The Da Vinci Code" yang akan segera diluncurkan. Buku terlaris karangan Dan Brown itu masih menjadi perbincangan yang ramai baik didalam maupun diluar komunitas Kristiani tiga tahun setelah peluncurannya.
Diatas itu semua, studi dan penemuan-penemuan baru menaruh pesan Injil dan iman Kristiani kedalam pertanyaan.
Tidak begitu lama setelah peluncuran penelitian ilmiah berbiaya jutaan dollar yang mengklaim bahwa doa 'intercessory' (doa perantara/untuk yang lain) tidak mempunyai dampak terhadap pemulihan fisik, National Geographic Society mengumumkan hari Kamis sebuah terjemahan bahasa Inggris "Injil Yudas," yang menggambarkan Yudas sebagai persona yang benar-benar berbeda yang diakrabi Kristiani – bahwa dia adalah seorang penghianat. Ditemukan di apdang gurun Mesir pada 1970, teks itu menampilkan Yudas sebagai murid favorit Yesus.
"Saya pikir kita berurusan dengan periode unik dari 'The Da Vinci Code,'" kata Dr. Darrell Bock, professor riset dari Studi Perjanjian Baru di Dallas Theological Seminary. "Semua peristiwa ini sepertinya berpadu pada waktu yang sama (Paskah)."
Bock, pengarang Breaking The Da Vinci Code, memperluas kontoversi-kontroversi seputar pencarian rohani.
"Ada, di dalam banyak kasus, suatu pencarian rohani umum yang melibatkan baik Kekristenan ataupun reaksi terhadapnya. Itulah sebabnya sangat penting umat Kristiani bersiap untuk terlibat atau bertindak pada material-material ini."
Umat Kristiani bercampur dalam pendekatan untuk "pergi melihatnya" ataukah protes terhadap peluncuran film itu. Carl Olson, pengarang "The Da Vinci Hoax" (Kobohongan Da Vinci), tidak akan menonton film itu, tapi juga tidak tertarik untuk melakukan pemboikotan.
"Cara terbaik untuk mendekatinya adalah lebih kepada perasaan," kata Olson, yang menyarankan kepada pendukung Dan Brown untuk membaca yang dikatakan "sisi lain."
Menyuarakan pendapat yang sama seperti Olson, Bock mengatakan, "Adalah yang terbaik untuk tidak defensif dalam materi ini."
Akan tetapi, "untuk mempunyai kredibilitas, penting untuk melihat film atau bukunya," kata Bock, mengomentari bahwa itu tidak apa-apa. "Film itu memegang praduga yang melatar-belakangi buku tersebut."
"Saya rasa ada semacam manfaat dengan melihat film itu untuk melihat apa yang ada di dalamnya," tambah Bock.
Kedua-duanya pengarang buku terlaris, Bock dan Olson adalah yang pertama menerbitkan buku yang menolak The Da Vinci Code pada 2004. Olson mengerjakan bukunya bersama Sandra Miesel, seorang ahli sejarah abad pertengahan dan seorang jurnalis.
Di dalam isinya, The Da Vinci Hoax mengutarakan perbandingan dengan novel Brown dengan teks-teks sebelumnya yang banyak menuduhkan Brown telah mengkopinya.
"Kami tidak pernah menuduh dia plagiarisme. Itu bukan maksud kami," kata Olson. "Tujuan kami adalah untuk menunjukkan bahwa Brown bergantung pada sumber-sumber yang tidak pernah dianggap serius oleh para ahli sejarah."
Next Page: 1 | 2 |
Lillian Kwon
Koresponden Kristiani Pos
|