Seorang pakar teologi moral mengatakan Gereja melarang penggunaan kondom, namun pandangan ini bertentangan dengan pandangan sejumlah pakar teologi moral yang mengatakan, penggunaan kondom dapat diijinkan untuk mencegah penyakit yang mengancam kehidupan.
Pastor Piet Go Twan O.Carm, kepala Departemen Dokumen dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia (Dokpen KWI), mengatakan kepada UCA News 23 November bahwa posisi para pejabat Gereja melarang penggunaan semua alat kontrasepsi termasuk kondom yang bertentangan dengan ajaran moral Gereja. "Namun para moral teolog mempunyai cara pemikiran yang lain," tambahnya.
Menurut mereka, katanya, tindakan moral harus ditinjau menurut maksud dan tujuan. Penggunaan kondom untuk mencegah kehamilan berbeda dengan penggunaan kondom sebagai alat untuk melindungi diri dari ancaman penyakit yang mematikan.
Pakar teologi moral itu menyarankan sebuah pendekatan "A-B-C" untuk menggunakan kondom. Abstinence (pantang), being faithful (setia pada pasangan), dan condom (kondom), dengan prioritas diberikan pada A dan B. "Jika A dan B tidak bisa, maka penggunaan kondom sebagai alat melindungi diri terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian tidak dapat disalahkan," katanya.
Sementara itu, Pendeta Weinata Sairin, Wakil Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja (PGI) di Indonesia, mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan untuk menjelaskan penggunaan kondom.
"Kami sangat dilematis tentang penggunaan kondom. Pada satu pihak kita setuju dengan penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS dan penyakit lain. Namun di lain pihak, kita khawatir karena orang menggunakan kondom untuk melakukan seks bebas," katanya.
HIV yang menyebabkan AIDS tertular dari seorang kepada yang lain melalui hubungan seks atau cara-cara lain yang memungkinkan terjadinya kontak cairan-cairan tubuh.
Johan Effendi, seorang teolog beragama Islam, mengatakan, penggunaan kondom itu "minus-malum." Dia mengatakan, "kita harus memilih yang kurang buruk dari yang terburuk untuk mencegah dampak negatif."
Para pekerja seks komersial (PSK), tambahnya, memilih untuk mencegah HIV/AIDS dengan menggunakan kondom, "namun cara yang terbaik untuk mencegah HIV/AIDS ialah dengan memberikan penyuluhan secara kontinu, khusus bagi kaum muda, untuk menyadarkan mereka akan bahaya HIV/AIDS."
Dengan menekankan peran sangat penting yang dapat dimainkan para pemuka agama dalam memberikan konseling, program-program penyadaran, dan pendidikan, khususnya bagi orang muda, Effendi mendesak agar orang-orang yang menikah itu setia kepada suami atau istrinya, agar terhindar dari HIV/AIDS.
Namun, Baby Jim Aditya, aktivis AIDS berpendapat bahwa penggunaan kondom itu "penting" bagi mereka yang sudah tahu terinfeksi HIV. Aktivis itu mengatakan keluarga perlu memberikan pendidikan seks bagi anak-anak mereka sejak usia dini.
Pastor Go yakin bahwa ilmu pengetahuan pada akhirnya menemukan jawaban terhadap masalah HIV/AIDS, namun ia mendesak umat Katolik untuk berpantang dan setia pada pasangan, serta peduli kepada orang dengan AIDS.
Departemen Kesehatan melaporkan hingga Juni 2005, tingkat kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia sekarang ini adalah 1,67 per 100,000 orang. Jumlah kasus AIDS yang tertinggi ada di Papua dengan 2,26 per 100.000 orang, menyusul Jakarta dengan 19,3. Pada bulan September Depatemen Kesehatan juga melaporkan Indonesia memiliki total akumulasi 8,251 orang dengan HIV/AIDS. Namun diperkirakan jumlah yang meninggal dengan HIV atau AIDS itu antara 90.000 dan 130.000 orang.
Pemimpin Gereja Katolik Keuskupan Timika Mgr John Philip Saklil Pr memprihatinkan pendidikan anak-anak asli Papua terutama suku Kamoro di yang kurang mendapat perhatian serius orang tua dan pemda setempat. ...