Pluralisme, Fundamentalisme &Toleransi Beragama Dibahas di Jenewa
The Rev. Dr. Samuel Kobia, Sekjen WCC, setuju bahwa kelompok-kelompok iman harus melihat konflik bersama-sama dengan melampaui perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka.
Thursday, Nov. 17, 2005 Posted: 8:38:25AM PST


|
Para peserta di forum pemuda antar iman. (Foto: WCC / Peter Williams) |
Berbagai orang dari tradisi iman, umur, dan latar belakang yang berbeda-beda berkumpul bersama di Jenewa minggu kemarin untuk mencari cara-cara "hidup bersama" ditengah-tengah kenyataan multi kultural dan multi religius.
"Kami mengafirmasikan bahwa manusia, terdiri dari banyak bangsa, ras, warna, budaya dan tradisi religius, adalah satu keluarga besar. Maka daripada itu kami menolak semua usaha yang mengarahkan perpecahan antar tradisi religius dengan menyampaikan mereka sebagai mutualisme eksklusif. Kami mengkomitmenkan diri kami untuk mengangkat pengajaran dan praktek-praktek dalam tradisi religius kami yang memupuk kehidupan dan mempromosikan komunitas," bunyi sbeuah pernyataan dari "komitmen umum" yang dikirimkan kepada komunitas-komunitas religius di Jenewa dan di wilayah tersebut.
Acara itu disponsori oleh Dewan Gereja-gereja Dunia (World Council of Churches-WCC) dan bertemakan "My Neighbor's Faith and Mine: Religious Identity – for Better or for Worse," yang membahas isu-isu mengenai fundamentalisme dan kekerasan religius melalui diskusi-diskusi panel, forum, seminar, pameran budaya, dan perayaan pujian.
Para pembicara menyadari bahwa identitas religius dapat menjadi bahan bakar utama untuk konflik global, mempengaruhi baik individual maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas.
The Rev. Jean Claude Basset, seorang pendeta Protestan dan spesialis dialog antar agama dari Swiss, mengatakan dialog-dialog iman perlu beradaptasi dengan perubahan sifat dari iman. Iman, katanya, tidak dapat lagi dianggap sebagai nilai-nilai yang diwariskan atau ditentukan, melainkan sebuah pertanyaan dari kesadaran dan pengalaman personal dari seorang individual.
The Rev. Dr. Samuel Kobia, Sekjen WCC, setuju bahwa kelompok-kelompok iman harus melihat konflik bersama-sama dengan melampaui perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka.
"Kesadaran akan pluralitas religius yang semakin meningkat, peran potensial agama dalam membangun kedamaian, dan semakin bertambahnya pengenalan akan tempat ibadah di kehidupan publik mewakili tantangan amat berat yang membutuhkan pengertian yang lebih dalam dan kerjasama antar iman. Yang mana hal itu dapat kita lakukan bersama-sama, kita tidak seharusnya melakukan itu secara terpisah," kata Kobia.
Menurut sebuah rilis pers WCC, program pertemuan 12-14 November itu termasuk sebuah perayaan antar iman di Katedral St Pierre, Jenewa, yang melibatkan pemimpin-pemimpin lokal, cendekiawan dan peserta lain dari Baha'i, Buddha, Kristiani, Hindu, Yahudi dan Muslim . Puncak acara dari acara disimpulkan pada sebuah seminar internasional, dan sebuah forum pemuda 19 negara untuk mendiskusikan pengalaman mereka akan kepercayaan, identitas dan pluralitas.
Elaine Spencer
|