Keuskupan Katolik Filipina Umumkan Tidak Mendesak Arroyo Mundur
Tuesday, Jul. 12, 2005 Posted: 10:43:21AM PST
|
Presiden Catholic Bishop Conference of the Philippines (CBCP) Uskup Agung Fernando Capalla (kanan) membacakan sebuah pernyataan dalam sebuah konferensi di Manila 10 Juli 2005. Para uskup Katolik Roma yang berpengaruh di Filipina menolak mendesak Presiden Gloria Macapagal Arroyo untuk mengundurkan diri, memberikan presiden sebuah kelegaan utama setelah berminggu-minggu perselisihan. Di sebelah kiri adalah Kardinal Ricardo Vidal, Uskup agung Cebu. REUTERS/Romeo Ranoco |
|
Para uskup agung mmebacakan sebuah pernyataan di suatu konferensi pers di kantor Paus Piux di Manila 10 Juli 2005. Uskup Katolik Roma Filipina menolak seruan agar Presiden Gloria Macapagal Arroyo mengundurkan diri, memberikan presiden sebuah kelegaan utama setelah berminggu-minggu perselisihan. REUTERS/Romeo Ranoco |
Konferensi Uskup Katolik Filipina akhirnya menyatakan tidak akan menuntut Presiden Gloria Macapagal-Arroyo untuk turun dari jabatannya. Mereka hanya meminta agar kasus kecurangan pemilu yang dituduhkan kepada Arroyo diselidiki oleh komisi kebenaran independen. Namun sebuah majalah Filipina melaporkan, keputusan Keuskupan itu diduga dipengaruhi kritik Vatikan dimana Vatikan menegaskan tidak ingin uskup terlalu jauh mencampuri urusan politik.
Pernyataan akhir Konferensi Uskup Katolik Filipina yang ditunggu-tunggu itu dibacakan 10 Juli yang merupakan hasil pertemuan para uskup selama empat hari khusus untuk membahas krisis politik yang terjadi di Filipina.
"Kami tidak menuntut dia mundur seperti yang dituntut oleh pihak lain," tegas Uskup Agung Fernando Capalla yang memimpin konferensi itu.
Dalam pernyataan itu, para uskup juga menyesali krisis politik yang telah memecah bangsa. Mereka meminta semua pihak agar berupaya mengakhiri krisis tersebut. Mereka menilai skandal percakapan telepon rahasia Arroyo dengan salah seorang pejabat komisi pemilu selama penghitungan suara pada pemilu tahun lalu telah mengikis kepercayaan rakyat terhadap sistem politik di Filipina.
Mereka mengusulkan dibentuknya komisi kebenaran yang independen dan kepada seluruh rakyat, khususnya pemimpin dan anggota perwakilan rakyat, mereka meminta agar tidak membuat keputusan semata-mata karena alasan loyalitas politik, melainkan karena nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kebaikan.
Mereka tidak memberikan solusi yang jelas untuk menyelesaikan krisis politik di Filipina.
Setelah kematian Kardinal Jaime Sin, kini sejumlah pemimpin gereja berkecenderungan mengikuti jejaknya untuk melawan Arroyo.
Uskup berpengaruh di Manila, Gaudencio Rosales, dalam sebuah surat pastoral mendesak Arroyo agar tak hanya meminta maaf tetapi juga harus memberikan pertanggungjawaban atas kecurangan yang dilakukannya pada pemilu lalu. Oscar Cruz, uskup berpengaruh di wilayah utara Filipina, juga mendesak Arroyo untuk mengundurkan diri.
Pada 7 Juli lalu, pemimpin gereja Katolik dan Protestan melakukan pernyataan bersama mendesak Arroyo segera meletakkan jabatannya. Mereka mendesak agar kekuasaan segera diserahkan kepada Wakil Presiden Noli de Castro.
Sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Filipina juga mendesak Arroyo melepaskan jabatannya. De La Salle University, sebuah perguruan tinggi Katolik ternama, menyatakan sikapnya agar Arroyo berkorban untuk kepentingan bangsanya dengan cara mengundurkan diri. Hampir 200 profesor dari Ateneo de Manila University juga meminta Arroyo untuk mengundurkan diri.
Namun, majalah Newsbreak pada 11 Juli menyatakan dalam salah satu artikelnya, keputusan Keuskupan Filipina yang menghentikan seruan agar Arroyo mundur diduga karena dipengaruhi kritik Vatikan sebelum para uskup bersidang dimana saat itu Vatikan menegaskan, pihaknya tidak ingin uskup terlalu jauh mencampuri urusan politik.
Berdasarkan konfirmasi dari dua uskup Filipina yang tidak bersedia ditulis namanya mengakui kepada Newsbreak bahwa sebelum mereka bersidang untuk menentukan sikap atas krisis politik di Filipina, Duta Besar Vatikan di negara itu, Antonio Franco, mengkritik keuskupan karena sejumlah anggotanya dinilai terlalu jauh mencampuri urusan politik.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|