Ratusan umat Kristiani dan simpatisan lintas agama memadati Monumen Nasional, Minggu, untuk mengikuti kebaktian sekaligus aksi damai untuk mendesak pemerintah menjamin hak warga untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing.
Sekitar 500 orang dari Forum Solidaritas Keberagaman Beragama, yang sebagian besar adalah pendukung gereja HKBP Pondok Timur Indah Bekasi yang dilarang beribadah baru-baru ini, setia mengikuti jalannya aksi dari siang meski kemudian hujan mengguyur daerah Monas dengan cukup deras.
Sekitar pukul 14.00 WIB hujan mulai turun dan hampir setengah massa banyak yang pindah untuk berteduh di bawah pohon yang terletak di sekitar. Namun, sebagian lainnya tetap bertahan dan mendengarkan para pendeta dan tokoh-tokoh lintas agama yang melakukan orasi politik. Mereka mendengarkan sambil mengibarkan bendera setengah tiang dan bernyanyi lagu-lagu kebangsaan.
Massa memohon sikap tegas pemerintah dalam menjamin kebebasan beribadah dan juga dengan tegas menegakkan hukum.
"Ada hak-hak konstitusional bagi setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Pemerintah harus menjamin itu," kata Saor Siagian selaku advokat jemaat HKBP kepada Kompas.com sebelum acara ibadah.
Tindakan kekerasan dan intimidasi yang dialami jemaat HKBP Bekasi oleh sekelompok warga dan ormas belakangan ini, kata Saor, membuktikan negara belum mampu memberikan jaminan beragama kepada warganya.
Dia berharap pemerintah mampu menunjukan ketegasan dan keadilan dengan menindak siapa saja yang menjadi pelaku kekerasan terhadap umat beragama. "Pemerintah harus betul-betul segera menangkap dan memproses hukum pemukulan dan perlakuan kekerasan," tegasnya.
Saor mengungkapkan, jemaat HKBP mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya atas ketidaksetujuan pihak-pihak dari kelompok tertentu atas ibadah yang mereka lakukan. Tindak kekerasan yang terjadi merupakan akumulasi dari pembiaran pemerintah terhadap aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh massa dari kelompok tertentu. "Ada banyak kekerasan dan intimidasi sampai pelecehan seksual yang dengan sengaja menyentuh dada perempuan. Kami minta pemerintah tegas," kata dia.
(Foto: AP Photo/Dita Alangkara)
Salah satu tokoh lintas agama, Romo Mulyadi, yang melakukan orasi mengajak semua pihak untuk dapat bersatu dalam keragaman agar tercipta keharmonisan beragama. "Ini masalah kita semua, umat beragama di Indonesia," ujarnya.
"Indonesia itu negara hukum. Katanya di sini kita bebas beribadah, tapi kenapa masih ada penekanan dalam beribadah? Ini menandakan hukum tidak ditegakkan," kata Mulyanto dari organisasi Buddha Hikmabudhi.
Ia juga menegaskan tentang nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang perlu kembali ditanamkan pada rakyat Indonesia. "Pemerintah harusnya melindungi," ujarnya.
Selain Hikmabudhi, simpatisan lain yang turut dalam aksi unjuk rasa lintas agama ini juga berasal dari golongan umat Muslim. Faisal Rahman, yang merupakan simpatisan muslim dari Relawan Perjuangan Demokrasi, juga menyatakan dukungannya untuk jemaat yang berunjuk rasa di halaman Monas tersebut. "Seharusnya pemerintah yang menyelesaikan bukan masyarakat karena konteksnya umat beragama harusnya dilindungi," ujarnya.
Datang bersama 30 orang simpatisan lainnya, Faisal beserta rekan-rekannya menuntut pemerintah bertanggung jawab dalam kebebasan umat untuk beribadah. "Piagam Madinah mejamin kebebasan dalam menjalankan ibadah bagi tiap agama. Ini konteksnya bahkan di negara yang sangat kuat ke-Islam-annya," ujar Faisal.
Sementara itu, sebagai umat Kristen, Edo Kondologit menuntut pemerintah untuk memberikan keadilan atas terjadinya pelarangan ibadah di Indonesia.
"Kita tidak macam-macam, hanya ingin mencari keadilan," ujar penyanyi asal Papua itu seusai aksi damai.
Edo mempertanyakan sikap sebagian kelompok masyarakat tertentu yang membedakan umat Kristen dengan umat beragama lainnya.
"Apakah kita orang Kristen berbeda dengan agama lain? Apakah orang Kristen ilegal sehingga berbeda dengan orang lain?" tanya Edo.
Edo mengatakan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai perasaaan yang sama tentang kebebasan beribadah. Maka dari itu, dirinya meminta pemerintah menindak tegas terhadap organisasi massa yang melakukan tindakan pelarangan ibadah.
Penyanyi kelahiran Sorong itu mengaku mempunyai hubungan baik dengan sesama Muslim. Mereka pun prihatin terhadap pelarangan ibadah yang terjadi. Namun, mereka tidak bisa bertindak karena ada aturan hukum yang berlaku.
"Saya berteman baik dengan teman Muslim, mereka juga sedih, mereka tidak bisa bertindak karena ada aturan hukum yang berlaku," tukasnya.
Aksi tersebut dihadiri jemaat gereja HKBP dari Jakarta dan Bekasi dengan didukung beberapa organisasi lintas agama dan organisasi non-agama seperti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jaringan Islam Liberal (JIL), LBH Jakarta, Elsam, Hikmabudhi, dan Wahid Institute. Mereka semua bersuara sama yakni menuntut kebebasan beribadah, apapun agamanya.
Pemerintah dinilai Franz Magnis Suseno seakan membiarkan aksi kekerasan terhadap kaum minoritas. Padahal mereka seharusnya harus dilindungi. ...