Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Antonius Benny Susetyo Pr mengatakan, moralitas bangsa saat ini telah mengalami kerusakan di segala bidang sehingga bangsa Indonesia telah kehilangan "habitus" (keadaban) yang merupakan ciri khas bangsa.
"Saat ini telah terjadi kerusakan moral di segala bidang, sehingga diperlukan gerakan untuk menata kembali moral baru bangsa," katanya kepada Antara di Jakarta, Selasa (31/1).
Menurut dia, harus ada semacam pemahaman baru untuk mengembalikan masyarakat dalam berperilaku yaitu bagaimana cara berperilaku, merasa dan bereaksi untuk berbuat baik dan bukan karena terpaksa.
"Seperti budaya antri, antri adalah sesuatu yang sangat baik jika itu dilakukan dengan kesadaran penuh dan bukan karena adanya aturan," ujar dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, moralitas menyangkut keutamaan, toleransi, menerima perbedaan serta tidak manipulatif.
"Seperti korupsi, harus disadari bahwa korupsi merupakan tindakan tidak baik yang merugikan negara sehingga korupsi tidak dilakukan," sambungnya.
Dia menambahkan, moralitas politik menjadi merosot dan rusak akibat adanya perdagangan. Politik menjadi alat untuk dapat berinvestasi dan mendapatkan keuntungan pribadi bukan lagi untuk kesejahteraan bersama.
Saat ini telah terjadi misorientasi dan kebenaran bukan lagi menjadi sebuah norma sehingga mengakibatkan hancurnya keadaban publik karena terjadinya disharmonisasi ketiga poros fungsi yaitu pemerintah, pengusaha (pasar) dan masyarakat (publik).
"Poros negara, pasar dan masyarakat tidak berjalan dengan baik. Terjadi penyimpangan karena tidak ada saling kontrol dan negara cenderung 'berselingkuh' dengan pasar sehingga merugikan warga negara (masyarakat)," kata dia.
Dia menambahkan rusaknya moralitas bangsa tersebut telah dirasakan sejak sebelum reformasi, kehancuran moral di segala bidang terjadi saat Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden.
"Melihat situasi saat itu, KWI dalam Surat Gembala mengajak untuk menata kembali moralitas baru bangsa. Kita harus kembali kepada wajah yang tak dipenuhi saling curiga, penuh rekayasa, pungli, dan kebohongan, tapi kita harus kembali sebagai satu bangsa yang tak saling membeda-bedakan," katanya.
Beny juga mengingatkan agar bangsa ini kembali kepada kebersamaan, kemanusiaan, solidaritas, kesetiakawanan, dan kesadaran berbangsa.
Saat ini yang harus dilakukan adalah membangun kebersamaan dan persatuan serta jangan mau dijadikan "kayu bakar" untuk menciptakan konflik ras, etnis, agama, dan golongan, sebab semua itu hakekatnya satu bangsa dan negara.
"SARA jangan pernah lagi menjadi persoalan, sebab kebersamaan tanpa diskriminasi merupakan sesuatu yang final. Kita jangan lagi bersikap reaktif, tapi kembali kepada roh Pancasila yang mementingkan keagamaan, kemanusiaan, kesejahteraan, kebersamaan, dan keadilan."
Jakarta – Tewasnya gembong teroris Noordin M Top dalam penggerebekan Tim Detasemen Khusus 88 pada (17/9) yang berlangsung selama 9 jam tersebut ...