Perempuan Berbeda Agama Luncurkan "Gerakan Perempuan Cinta Damai"
Thursday, Mar. 19, 2009 Posted: 1:50:15PM PST
|
(ki-ka) Peserta Lokakarya: Retno Tri (Katolik), Endang Larasati Pohan (Islam) dan Pdt. Marlyn Takaria (Protestan). (Foto: UCAN) |
Lokakarya antariman yang berlangsung baru-baru ini ternyata membuahkan hasil yang positif dimana sekitar tiga puluh perempuan peserta lokakarya yang berbeda agama; Katolik, Islam, Protestan sepakat membentuk suatu gerakan untuk perdamaian.
Gerakan tersebut dibentuk dimaksudkan “meminta pihak pemerintah, gereja dan masyarakat agar dapat memperhitungkan kepentingan perempuan dalam pembuatan kebijakan, dan upaya membangun rekonsiliasi,” ujar Rosmalia Barus Sekretaris Eksekutif Komisi Anak dan Perempuan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Rabu (4/3) lalu, menurut UCA News.
“Gerakan Perempuan Cinta Damai” tersebut diluncurkan seusai lokakarya bertema “Perempuan Sebagai Agen Perdamaian” yang berlangsung di Cipayung, Bogor, Jawa Barat
Dalam sambutan pembukaan lokakarya, Ketua Umum PGI Pendeta Andreas Yewangoe menyampaikan mengenai tema Sidang Raya XV PGI yang akan rencananya akan digelar akhir tahun ini dengan tema: “Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang.”
Dengan tema itu, “Gereja-Gereja di Indonesia telah menentukan posisinya sebagai sesama umat dengan mereka yang beragama lain. Dulu yang hanya ‘strangers’ sekarang adalah ‘neighbors.”
Lebih lanjut Yewangoe juga memaparkan mengenai surat terbuka tahun 2007 berjudul "A Common Word," yang dikirim oleh 138 pemimpin Islam kepada pemimpin Gereja di seluruh dunia, yang mengingatkan bahwa umat Islam dan umat Kristen mewarisi secara bersama “a common word” yaitu “Kasih”.
Surat tersebut ternyata mendapat respon positif dari para tokoh agama Kristen sedunia. Berbagai prakarsa untuk melakukan dialog lintas-agama, katanya, patut memperoleh perhatian dan apresiasi. Demikian juga dialog lintas-iman, khususnya antara Islam dan Katolik yang baru-baru ini diselenggarakan di Vatikan perlu dilihat sebagai sumbangan berharga bagi kemanusiaan, imbuhnya.
Pendeta Lucy Kumala dari Asian Women fellowsip of Mission 21 yang ikut hadir dalam lokakarya tersebut mengakui karya ke depan tidaklah mudah. Namun, ia mengatakan kepada para perempuan peserta supaya tidak khawatir: "Pulanglah sebagai agen-agen perdamaian. Tuhan akan membantu dan menguatkan kalian!"
Seorang peserta lainnya yang beragama Islam, Endang Larasati Pohan mengatakan, “Deklarasi gerakan itu menunjukkan bahwa perempuan telah membuat perubahan. Mereka melihat perbedaan agama-agama dan membuat persatuan dari perbedaan-perbedaan itu.” Deklarasi itu membuat perempuan dari agama apa saja bekerja bersama untuk perdamaian.
Dalam lokakarya tersebut, para perwakilan masing-masing agama baik dari Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha, dan Konghucu juga ikut aktif menyampaikan masukan dalam sesi diskusi panel bertema "Agama, Sumber Damai," dari perspektif agama mereka masing-masing
Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari hasil lokakarya tersebut adalah bahwa perempuan-perempuan dari latarbelakang agama berbeda menyambut baik gerakan perdamaian yang baru itu.
Maria F.
Reporter Kristiani Pos
|