Laporan: Kristiani Myanmar Teraniaya
Wednesday, Feb. 4, 2009 Posted: 12:36:48PM PST
Bangkok, Thailand – Penduduk Chin, beragama Kristiani yang tinggal di pegunungan terpencil barat laut Myanmar, menjadi subyek kerja paksa, penyiksaan, pembunuhan secara sadis dan penganiayaan agama oleh pemerintah rezim militer, ujar kelompok hak asasi manusia Rabu lalu.
Pengamat Hak Asasi Manusia yang berbasis di New York mengatakan sekitar 100.000 orang telah melarikan diri dari kampung halaman Chin menuju negara tetangga India, dimana mereka juga mengalami pelecehan dan resiko dipaksa kembali ke Myanmar.
"Penduduk Chin dalam situasi tidak aman di Burma dan tak terlindungi di India,”sebuah laporan dari kelompok hak asasi manusia menyebutkan. Laporan tersebut mengatakan rezim di Myanmar, yang juga di kenal di Burma, terus melakukan kekejaman terhadap etnis minoritas lainnya.
Junta yang menguasai Myanmar secara luas dituduh telah melakukan pelanggaran hak-hak asasi etnis minoritas di wilayah dimana masih menjadi sengketa dengan para pemberontak anti pemerintah yang menghendaki otonomi. Pemerintah berulangkali telah menyangkal hal tersebut. Sebuah email yang berisi permintaan tanggapan atas laporan baru tersebut tidak segera dijawab.
Wakil Sekretaris Vanhela Pachau, seorang pejabat tinggi negara bagian Mizoram India, mengatakan pihaknya belum menerima laporan tersebut dan tidak akan berkomentar.
"Polisi memukul mulut saya dan merusakkan gigi depan saya. Mereka memelintir leher saya dan menyebabkan saya mengalami pendarahan hebat. Mereka juga telah menyetrum saya dengan aliran listrik,”kelompok tersebut mengutip perkataan seorang pria Chin yang dituduh mendukung para pemberontak, yang jumlahnya sedikit dan secara umum tidak efektif.
Pria tersebut merupakan satu dari sekitar 140 orang Chin yang diwawancarai oleh kelompok hak asasi manusia dari tahun 2005 sampai 2008. Kelompok tersebut tidak menyebutkan nama orang-orang yang diwawancarai guna mencegah upaya balas dendam.
Sejumlah orang mengatakan telah dipaksa menjadi penjaga pintu di desa mereka tanpa dibayar bekerja untuk tentara dan membuat jalan, menjaga pos penjagaan dan barak-barak tentara.
Amy Alexander, seorang konsultan Pengamat Hak asasi Manusia, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa para pemberontak Chin National Front juga melakukan penyalahgunaan seperti memeras uang dari orang desa untuk membiayai operasi mereka.
Alexander mengatakan pemerintah Myanmar, mencoba menekan kebudayaan minoritas, menghancurkan gereja, mengharamkan salib, menghalangi peribadahan dengan memaksa Kristiani bekerja pada hari Minggu dan mempromosikan ajaran Budha dengan cara bujukan dan ancaman.sekitar 90 persen penduduk Chin adalah Kristiani, dan kebanyakan dari mereka adalah penganut aliran Gereja Baptis Amerika.
Pemberontakan etnis meledak di Myanmar pada akhir 1940-an ketika negara mendapat kemerdekaan dari Inggris Raya.
Mantan anggota junta Jendral Khin Nyunt merundingkan gencatan senjata dengan 17 orang di antara kelompok-kelompok pemberontak sebelum dia digulingkan oleh saingannya pada 2004.
Di antara pemberontak yang masih bertikai adalah kelompok-kelompok dari Karen, Karenni, Shan dan kelompok minoritas Chin.
Next Page: 1 | 2 |
Denis D. Gray
Associated Press Writer
|