Penutupan Gereja, Penganiayaan Umat Kristiani & Permasalahan SKB, Warnai Tahun 2005
Tahun 2005 telah menjadi tahun kekerasan dan penganiayaan terhadap umat Kristiani di Indonesia.
Thursday, Dec. 22, 2005 Posted: 11:13:01AM PST
Tahun 2005 telah menjadi tahun kekerasan dan penganiayaan terhadap umat Kristiani di Indonesia. Terakhir, ratusan jemaah dua gereja di Bekasi, Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja Kristen Indonesia (Gekindo) terpaksa menggelar ibadah minggu di tengah jalan. Penutupan itu dilakukan justru bukan oleh warga setempat. Aparat kepolisian setempat malah ikut melarang jemaat dua gereja itu melaksanakan kebaktian yang terpaksa diadakan di jalan.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 1/1969 menjadi sebab utama penutupan gereja. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri menyatakan ia sadar bahwa persoalan penutupan gereja bisa berdampak luas dan bukan tidak mungkin memicu masalah yang lebih serius lagi. Karena itu, dia pun memerintahkan Menteri Agama Maftuh Basyuni untuk segera mempelajari kembali SKB Dua Menteri bersama Menteri Dalam Negeri M Ma'aruf.
Hasilnya, pemerintah lantas berencana merevisi SKB Dua Menteri itu menjadi sebuah Peraturan Bersama Dua Menteri. Dalam Peraturan Bersama Dua Menteri tersebut diisyaratkan adanya sebuah forum yang dinamakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Pemerintah pun mulai mensosialisasikan FKUB, terutama terhadap tokoh-tokoh Kristiani.
Awalnya keberadaan FKUB mendapat tantangan keras dari sejumlah tokoh Kristiani. Wakil Sekretaris Umum PGI Pdt Weinata Sairin mengatakan, Peraturan Bersama Dua Menteri yang memberikan kewenangan pada daerah mengurus persoalan ini bertentangan dengan UU No 32/2004 yang sudah menetapkan bahwa urusan agama adalah kewenangan dari pusat, bukan daerah.
"Hal ini akan semakin rumit karena penetapan kuota yang berbeda-beda utuk mendapatkan izin pendirian rumah ibadah. Di Bali, Gubernur menetapkan 100 kepala keluarga. Di Jawa Barat 40 kepala keluarga. Kalau begini jangan berharap ada kebhinekaan dalam satu komunitas. Ini justru membangun ketertutupan," kata Weinata kepada Sinar Harapan.
Mewakili Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI), ahli hukum Dr M Farida, SH menilai keberadaan FKUB dalam revisi SKB Dua Menteri tidak akan independen. Malahan, cenderung diskriminatif terhadap kelompok penganut agama minoritas dan semakin membebani masyarakat, karena segala kegiatan forum akan dibiayai Anggaran Pendapata dan Belanja Daerah (APBD).
"Diskriminasi jelas terlihat pada pasal 10 ayat 1 tentang jumlah dan komposisi keanggotaan FKUB yang ditetapkan secara proporsional menurut perbandingan jumlah pemeluk agama. Sementara itu, FKUB juga tidak memiliki tanggung jawab untuk melaporkan penggunaan dana APBD sehingga membuka peluang baru korupsi dan penyimpangan dana APBD," ujarnya.
Farida juga menjelaskan tindakan pemerintah lewat Peraturan Bersama Dua Menteri itu jelas mengindikasikan pelanggaran hak warga negara yang sudah dijamin pasal 29 UUD 1945. Rancangan peraturan ini juga melanggar UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) terutama pasal 4 dan pasal 22 ayat 1 dan 2 yang isinya menyebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|