Simbol Gerakan "People Power" Kardinal Jaime Sin dari Filipina Meninggal Dunia
Salah satu pemimpin spiritual Asia yang penting, Kardinal Jaime Sin, arsitek gerakan arsitek revolusi "people power" yang telah menggulingkan dua presiden Filipina, meninggal hari ini dalam usia 76 tahun
Tuesday, Jun. 21, 2005 Posted: 4:02:41PM PST
Warning: getimagesize() [function.getimagesize]: php_network_getaddresses: getaddrinfo failed: Name or service not known in /home2/christianpostid/php_functions/functions.php on line 443
Warning: getimagesize(http://id.christianpost.com/upload_static/asia/asia_103_0.jpg) [function.getimagesize]: failed to open stream: Success in /home2/christianpostid/php_functions/functions.php on line 443
|
Pemimpin spiritual penting dari Gereja Katolik Roma Kardinal Jaime Sin, kanan, bersama dengan Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo, kiri, dalam sebuah misa di Manila dalam arsip foto 20 Jan 2003 . Kardinal Jaime Sin, kompas moral Filipina dan seorang figur kunci dalam revolusi 'people power' yang telah menggulingkan 2 presiden, wafat hari Selasa, 21 Juni 2005, dalam usia 76 tahun. Belum dijelaskan detail penyebab kematiannya namun kardinal itu telah sakit bertahun-tahun dan pensiun sebagai uskup agung Manila bulan November 2003. (AP Photo/Bullit Marquez, FILE) |
Kardinal Jaime Sin, salah satu pemimpin spiritual Asia yang penting, arsitek revolusi "people power" yang telah menggulingkan dua presiden Filipina, meninggal hari ini, 21 Juni 2005, dalam usia 76 tahun.
Kardinal Sin telah lama menderita penyakit parah selama bertahun-tahun dan tidak dapat mewakili Filipina dalam konklaf pemilihan Paus baru pada April silam di Vatikan. Ia pensiun sebagai Uskup Agung Manila pada November 2003.
"Saat saya memasuki sebuah babak baru dalam tahun-tahun kehidupan saya, saya dapat mengatakan dengan rasa syukur bahwa saya telah memberikan yang terbaik dari diri saya kepada Tuhan dan negara," katanya setelah almarhum Paus Yohanes Paulus II menerima pengunduran dirinya. "Saya meminta maaf pada mereka yang mungkin saya lukai atau salah membimbing. Tolong ingat saya dengan kebaikan."
Bapa Jun Sescon, juru bicara Sin, mengatakan kepada radio DZBB bahwa kardinal dimasukkan ke rumah sakit sejak hari Minggu karena menderita demam tinggi dan kegagalan beberapa organ sebelum kematiannya pada hari Selasa pagi.
Sin adalah seorang ‘kompas moral’ Filipina, dikenal karena suara vokalnya di segala hal, mulai dari pengendalian kelahiran, kemiskinan, politik, sampai perang yang dimulai AS di Irak. Saat ia berbicara, para presiden mendengarkan.
Ia turun dari jabatannya sebagai kepala keuskupan agung Manila yang dilayaninya hampir tiga dekade pada usia 75 tahun. Menurunnya kesehatan memaksanya untuk mengurangi penampilannya, namun ia tetap menjadi seorang penjaga teguh demokrasi di negara itu.
Sin adalah anak ke 14 dari 16 bersaudara dari seorang pedagang Cina dan seorang wanita Filipina. Ia secara resmi ditahbiskan menjadi Uskup Agung Manila di Katedral Manila 19 Maret 1974, merupakan orang pribumi ketiga yang menjadi Uskup Agung Filipina setelah berabad-abad lamanya dipegang oleh orang Spanyol, Amerika dan Irlandia. Pada 24 Mei 1976, Paus Paulus VI menunjuk Sin ke Tahta Suci untuk dibesarkan sebagai salah seorang anggota dari College of Cardinals. Setelah melayani Keuskupan Manila selama 29 tahun kemudian ia pensiun 15 November 2003.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Filipina dibawah kepemimpinan Presiden Ferdinand Marcos memaksa Sin, untuk terlibat dalam politik di negara itu. Ia menyaksikan perbuatan korupsi, penipuan dan pembunuhan di masa-masa rezim itu – peristiwa-peristiwa yang memaksa terjadinya banyak penangkapan orang-orang sipil dan bahkan perang. Sin kemudian meminta seluruh warga Filipina dari semua agama untuk mengikuti ajaran Yesus di Injil dan menggunakan kedamaian untuk mengubah situasi politik di Filipina.
Sin dipanggil oleh warga Filipina tahun 1986 untuk melindungi Fidel Ramos, Wakil Ketua Staf militer saat itu, dan Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile, yang memisahkan diri dari diktator Ferdinand Marcos karena korupsi dan pelanggarannya dalam hak asasi manusia.
Pada saat yang bersamaan, Presiden Marcos and Imelda Marcos, meminta Sin untuk berpihak pada rezim itu. Sin secara hormat meminta mereka untuk membatasi melepaskan kekuatan bersenjata melawan warga yang berdemonstrasi di jalan-jalan di Manila. Presiden Marcos memerintahkan jendral-jendralnya terus melawan barisan pengunjuk rasa, akan tetapi, tank-tank dan barisan prajurit berhenti di jalan-jalan dengan adanya orang-orang yang berlutut sambil berdoa Rosario dan menyanyikan lagu-lagu hymnal kudus. Beberapa prajurit bahkan kemudian ikut serta dalam aksi tersebut. Kardinal Sin nantinya mengatakan ia menjadi yakin bahwa itu adalah sebuah mujizat yang diberikan oleh karena iman pengikut Tuhan dan tiadanya kekerasan.
Next Page: 1 | 2 |
Sandra Pasaribu
|