Anak-anak Mesir menerima Alkitab anak-anak yang disponsori oleh Open Doors. (Foto: Open Doors)
Ketika berbicara tentang Mesir, seringkali banyak orang menjelaskan bangsa tersebut seperti “Oase di tengah padang gurun”. Hal yang sama bias dipakai untuk menjelaskan situasi umat Kristen di Negara ini. Bukan dalam arti mereka sebagai “sebuah area subur yang menyediakan air” namun saat menyebut orang Kristen seperti oase di tengah dua padang gurun, kita akan mengingat mereka seperti “ketenangan di tengah guncangan”.
Kurang lebih delapan sampai sepuluh juta umat Kristen tinggal di Negara yang terkenal dengan Giza Piramid dan patung Sphinx yang tersohor. Namun di balik gemerlapnya industri pariwisata Mesir, terbentang sebuah dunia lain dimana umat Kristen menghadapi penganiayaan setiap hari.
Diusir dari rumah
Pertama kali mendengar nama Yesus adalah ketika Alim berusia tujuh tahun ditengah diskusi agama yang diadakan oleh keluarganya. Tahun 1884, satu tahun setelah Alim menyelesaikan studi Alkitab, ia memutuskan untuk menyerahkan hidupnya bagi Kristus.
“Saya menghadapi begitu banyak masalah”, Alim bercerita pada Opne Doors. “Keluarga menolak saya dan saya diusir dari rumah. Mereka bahkan minta bantuan agen polisi rahasia untuk menangkap saya dengan tuduhan yang direkayasa, saya dipenjara selama satu tahun. Segera setelah saya dibebaskan keluarga saya mengundang orang-orang dari agama saya untuk memukuli saya”.
Alim kemudian melanjutkan, “Tapi Tuhan tidak ingin saya menjauhi keluarga saya, IA ingin saya tetap berada bersama mereka dan berdoa bagi setiap anggota keluarga saya. “Hubungan Alim dengan keluarganya mulai membaik saat ini. Bagi orang-orang seperti Alim, masa depan hubungan mereka dengan keluarga adalah hal yang sangat rapuh.
Berbuah
Pelayanan dan pengembangan dari gereja memegang peranan yang sangat penting, karena secara hukum seseorang dari latar belakang agama Muslim tidak langsung dapat menjadi pengikut Kristus. Karena itu biasanya pendeta dari sebuah gereja akan mencarikan rumah tinggal dan memberikan uang serta makanan.
Meski di tengah segala bentuk tantangan dan masalah yang dihadapi, jumlah pengikut Kristus semakin bertambah di Mesir. Seorang penginjil Kristen yang melayani di Timur Tengah mengatakan pada Open Doors, jika penginjil tidak dapat melayani di tengah-tengah mereka yang belum mengenal Kristus, Tuhan akan mengirimkan pesan-Nya melalui mimpi dan penglihatan. Sebuah data statistic menyebutkan 90% perjalanan rohani seorang pengikut Kristus dari latar belakang agama lain dimulai dari mimpi dan penglihatan.
Berbagai tantangan
Di Mesir saat ini terdapat 3.000 gereja dan 28.000 desa-desa. Dengan perbandingan ini, umat Kristen berhadapan dengan tantangan dalam pelayanan mereka.
Umat Kristen berjuang keras untuk dapat terus menguatkan kaum ibu dan remaja khususnya mereka yang tinggal di desa-desa. Mereka diperlakukan sebagai warga kelas dua dan diperbudak oleh keluarga mereka sendiri.
Seorang staff yang membantu proyek Open Doors menuturkan, “Kami berupaya untuk mengubah citra diri miskin yang ada dalam benak setiap kaum perempuan dan remaja perempuan. Sulit bagi mereka untuk menerima Tuhan sebagai Bapa karena hubungan yang rusak dengan ayah-ayah mereka”.
Umat Kristen di Mesir terpanggil untuk memulihkan hidup banyak orang yang ditolak oleh masyarakat karena dianggap sebagai warga negara kelas dua, meski itu artinya harus berhadapan dengan resiko kehilangan hidup mereka sendiri. Di tengah segala penderitaan yang dihadapi, mereka terus dan tidak berhenti membagikan kasih Kristus, mereka tetap kuat dan penuh damai.
Seorang imam Koptik yang merenovasi rumah pribadinya untuk mengakomodasi kegiatan Kristen di desanya mengatakan tidak takut terhadap fatwa kematian yang dikeluarkan untuknya. ...