Dalam foto yang diambil Sabtu, 5 September 2009 ini, seorang pria membawa gambar Yesus Kristus dalam Festival Kristen ke-60 di desa Mariamabad, kabupaten Sheikhupura, Pakistan. Non-Muslim membentuk kurang dari 5 persen populasi Pakistan yang berjumlah 175 juta orang. Mereka rentan terhadap undang-undang anti-penghujatan yang membawa hukuman mati bagi perkataan atau tindakan yang merendahkan Islam, Al-Quran atau Nabi Muhammad. (Foto: AP / Alexandre Meneghini)
Sebuah organisasi pelayanan yang bekerja dengan orang-orang Kristen teraniaya meluncurkan kampanye Selasa lalu menentang sebuah resolusi PBB yang dianggap banyak kelompok hak asasi manusia dapat dimanipulasi untuk menekan minoritas agama di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Resolusi mengenai Pelecehan Agama (The Defamation of Religions Resolution), yang didukung oleh 57 negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, diperkirakan akan diusulkan bulan depan atau akhir tahun ini. Resolusi ini berusaha untuk menjaring kata-kata atau tindakan yang dianggap melecehkan agama tertentu.
Namun kelompok HAM memperingatkan resolusi itu dapat digunakan untuk mengesahkan undang-undang anti-penghujatan dan mengintimidasi para aktivis hak asasi manusia dan para pembangkang agama. Pengritik mengatakan, bukannya melindungi penganut agama, termasuk agama minoritas, resolusi ini hanya akan melindungi agama itu sendiri.
Open Doors, kelompok yang meluncurkan kampanye tersebut, mencontohkan huru-hara anti-Kristen yang terjadi baru-baru ini di Gojra, Pakistan, di mana massa membunuh umat Kristen dan membakar rumah-rumah Kristen karena desas-desus adanya penghujatan. Setidaknya tujuh orang Kristen tewas dan lebih dari 100 rumah di jarah dan dibakar dalam serangan Gojra.
"Banyak orang Kristen yang tinggal di negara-negara tersebut (OKI) sudah sangat dipengaruhi oleh hukum-hukum ketat - terutama mereka yang hidup di bawah hukum Syariah," kata Presiden/ CEO Open Doors CEO Carl Moeller. "Mulai dari hak untuk beribadah dengan bebas sampai kapasitas berbagi Injil, Resolusi itu berpotensi membenarkan undang-undang lokal yang telah meminggirkan umat Kristen."
"Resolusi mengenai Pelecehan Agama adalah pukulan terhadap kebebasan beragama," tambahnya.
Kelompok pelayanan Kristen itu telah meluncurkan sebuah kampanye advokasi yang bertujuan untuk mencegah resolusi tidak mengikat itu disetujui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka berencana untuk melobi negara-negara kunci, yang akan memberikan suara, dan mengorganisir sebuah petisi melawan usulan.
Kelompok-kelompok yang memprotes Resolusi mengenai Pelecehan Agama di masa lalu termasuk The Becket Fund for Religious Liberty, Freedom House, UN Watch, dan Christian Solidarity Worldwide.
"Sangat penting resolusi ini dikalahkan. Tolong dukung tim advokasi kami," desak Moeller. "Kita harus berdiri di celah bagi saudara-saudara kita dalam Kristus."
Di Web: www.OpenDoorsUSA.org
Ke-Kristenan di dunia saat ini mulai mengambil wajah pribumi, gerakan Pentakosta, menurut seorang ahli. ...