Jemaat Gereja HKBP Pondok Timur, Bekasi, beribadah sebelum membuat laporan di Mabes Polri. (Sandro Gatra/ Kompas)
Puluhan jemaat dan pengurus Gereja HKBP Pondok Timur Indah (HKBP PTI), Bekasi, mendatangi Markas Besar Polri, Kamis (22/7/2010) untuk melaporkan pelarangan ibadah dan penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Pimpinan Gereja, Pendeta Luspida Simanjuntak, menceritakan, penyanderaan itu terjadi hari Minggu (18/7/2010) pagi. Sekitar 600 orang melarang jemaat HKBP PTI yang beranggotakan 1.500 jemaat ini untuk beribadah di RT 03 RW 06 Kampung Ciketing, Kelurahan Mustika Jaya, Bekasi.
Menurut dia, pelarangan itu telah terjadi sejak Desember 2009 ketika keesokan harinya pada 11 Juli, jemaat gereja akan melaksanakan peribadatan sesuai dengan rencana. Namun, kembali, ada ormas tertentu yang melakukan pembubaran kegiatan itu. masih beribadah di Jalan Puyuh, Kelurahan Mustika Jaya. Akhirnya, Gereja itu disegel oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi pada Maret 2010.
Setelah penyegelan, kata pendeta, diadakan pertemuan antara pemkot, Polres Bekasi, dan instansi lain. Salah satu hasil pertemuan adalah ibadah dipindahkan ke tempat milik sendiri. Namun, di tempat baru dengan status lahan milik pribadi, jemaat tetap dilarang beribadah. Ada kelompok orang dengan atribut ormas berwarna putih yang datang memasang tiga spanduk menolak berdirinya Gereja di wilayah itu pada Sabtu (10/7/2010).
Dikatakan pendeta, saat ibadah keesokan harinya, orang-orang berseragam putih itu kembali melakukan intimidasi. "Sebelum dan selama ibadah berlangsung, mereka berteriak-teriak agar jemaat bubar dan jangan melakukan ibadah di lokasi. Mereka berteriak sambil memukuli seng dan kaleng bekas," tutur dia kepada Kompas.
Pendeta mengatakan, intimidasi kembali terjadi pada ibadah pekan berikutnya. "Mereka meneriakkan: 'kalau kebaktian diteruskan, kami akan membuat anarkis dan kami tidak bertanggung jawab bila terjadi apa-apa.' Massa menerobos masuk ke lokasi ibadah. Setelah ibadah, jemaat disandera satu jam," katanya.
"Anggota Polres pernah mendatangi kami dan meminta ibadah jangan dilakukan di lokasi dengan alasan jumlah massa yang banyak. Kenapa ibadah yang dihentikan? Seharusnya mereka yang mengganggu ketenteraman beribadah yang harus dihentikan. Lokasi di mana pun tidak kami permasalahkan, ini adalah masalah hak asasi yang diinjak-injak," katanya.
Dilarang petugas
Menurut pengacara pendamping, Roberts B Keytimu, saat penyerangan 11 Juli sebenarnya ada pihak aparat keamanan. Bahkan, tambah dia, dalam peristiwa itu hadir pula Kapolres setempat. Namun, mereka menyayangkan tindakan Kapolres yang justru meminta ibadah itu dibubarkan.
"Itu yang kami pertanyakan mengapa Kapolres tidak mencerminkan sikap Pancasila," ujar Roberts kepada Viva News.
Atas kejadian itu, hari ini sekitar 35 jemaat HKBP PTI mendatangi gedung Bareskrim. Sebelum masuk ke gedung Bareskrim, para jemaat berbaris di depan pintu masuk Bareskrim.
Sambil membawa lembaran kertas, mereka melakukan doa bersama. Aksi itu sempat dilarang seorang petugas provost Mabes Polri yang minta mereka menggelar aksi doa bersama itu di luar gerbang Mabes Polri.
"Saya bubarkan ini. Orang lagi rapat di dalam," ucap polisi berpakaian sipil. Karena tidak digubris, pria itu masuk ke dalam ruang sentra pelayanan kepolisian sambil mengatakan, "Jangan diterima laporannya."
Akhirnya perwakilan mereka diterima untuk membuat laporan polisi (LP). Laporan mereka diterima dengan nomor polisi : TBL/276/VII/2010/BARESKRIM. Sebagai terlapor dalam LP itu adalah orang-orang yang dituding telah melakukan tindakan pelarangan itu.
Bupati Asahan meminta maaf atas peristiwa perusakan gedung Gereja HKBP di Desa Gajah Sakti, Kecamatan Bandar Pulau, Asahan yang terjadi Jumat malam ...