Jumlah penderita HIV/AIDS di tanah air terus bertambah. Itu merupakan lampu kuning bagi pemerintah untuk mewaspadai peningkatan jumlah kasus dan penderita penyakit tersebut. Sekretaris Jenderal Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional Nafsiah Mboi membenarkan kabar peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS tersebut.
Dia menuturkan, hal itu terjadi karena beberapa sebab. Pertama, mulai ada kesadaran dari masyarakat untuk memeriksakan diri sehingga segera diketahui kasus penderita HIV/AIDS. Kedua, saat ini banyak dokter yang mampu dan sudah terlatih untuk mengenali AIDS. Yang terakhir, virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut terus menyebar.
"Kebanyakan kasus akhir-akhir ini terjadi karena perilaku seksual, terutama yang berisiko. Selain itu, pemakaian kondom masih kurang. Itu cerita lama, tetapi memang sulit. Bagaimana kita bisa memaksa seseorang menggunakan pengaman? Dari segi agama, lokalisasi bisa saja dibubarkan. Tetapi, pelacuran jalan terus," ujar Nafsiah kepada Indopos (grup JPNN) di Jakarta, Minggu.
Berdasar data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada triwulan kedua 2010 terdapat penambahan 1.206 kasus AIDS. Sampai 30 Juni 2010, kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1978 berjumlah 21.770. Itu berasal dari 32 provinsi serta 300 kabupaten dan kota di tanah air.
Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Kasus terbanyak dilaporkan terjadi di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat.
Tingkat kumulatif kasus AIDS nasional sampai 30 Juni 2010 adalah 9,44 kasus per 100 ribu penduduk. Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan terdapat di Papua, yakni 14,34 kali angka nasional. Di urutan berikutnya, ada Bali (5,2 kali angka nasional) dan Jakarta (4,4 kali angka nasional).
Sementara itu, untuk HIV positif, ada 44.292 kasus dengan rate positif rata-rata 10,3 persen. Kasus baru pada triwulan kedua 2010 berjumlah 3.916. Daerah dengan kasus HIV positif paling banyak adalah Jakarta (9.804 kasus), Jawa Timur (5.973 kasus), dan Jawa Barat (3.798 kasus).
Menurut Nafsiah, KPA sudah berusaha memberikan pendidikan kepada pekerja seks komersial (PSK). Tetapi, banyak PSK yang tetap enggan mengikutinya. Bahkan, belakangan muncul banyak gerakan antikondom. "Pembubaran lokalisasi tak akan menyelesaikan masalah HIV/AIDS. Malah bisa menambah masalah," tutur mantan ketua Komite Hak-Hak Anak untuk PBB tersebut.
Dengan terus bertambahnya kasus HIV/AIDS, dia menyatakan tidak bisa menjanjikan Indonesia sanggup memenuhi target Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) yang sudah ditetapkan oleh PBB pada 2015. Tapi, jika pemerintah pusat maupun daerah bisa memaksakan atau membuat semacam peraturan wajib kondom, target tersebut bisa dicapai.
"Kami sudah empat tahun terus-menerus melakukan lobi dan advokasi dengan DPR dan DPRD. Tetapi, kami dimarahi. Mereka bilang, kami mau melegalkan. Padahal, itu bukan legalisasi," jelas dia.
Nafsiah menyebut, sudah ada beberapa daerah yang membuat peraturan wajib kondom tersebut. Salah satunya adalah Jawa Timur. Tetapi, penerapannya tetap sulit. "Kami berusaha betul secara persuasif. Kami berdayakan PSK," tegas dia.
Sumber: JPNN
Wakil Presiden Boediono berharap, pengentasan kemiskinan menjadi salah satu topik pembahasan dialog antar-agama Indonesia dan Amerika Serikat, akhir ...