Hot Topics » Pakistan Swat valley Sri Lanka conflict Abortion Barack Obama India Lausanne Movement

Dialog Islam Kristen Bahas Yesus Sebagai Titik Temu


Posted: Mar. 02, 2008 09:46:10 WIB

Berbagai wacana sering dimunculkan untuk mencapai titik temu antara Islam dan Kristen. Salah satunya digagas oleh bagian

akademik Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STTJ) melalui diskusi publik bertema "Yesus Kristus: Titik Temu dan Tengkar antara

Islam dan Kristen", Sabtu lalu. Diskusi yang menampilkan tiga pembicara, yakni Bambang Subandrijo Hasibullah Satrawi,

dan Trisno S Sutanto, mengupas disertasi Bambang Subandrijo berjudul "Eikon and Ayat" Point of Encounter between Indonesian

Christian and Muslim Perspective on Jesus.

Menurut Martin Lukita Sinaga dari STTJ, harus ada keberanian menemukan titik temu. "Dimensi-dimensi yang bersifat sensitif, seperti Yesus dan Isa bisa menjadi titik temu. Jadi, ada fondasi mendalam untuk bertemu," katanya, menurut Suara Pembaruan.

Menurut Bambang, penerapan paling awal yang dapat dilakukan sebagai bentuk konkret pemersatu adalah dengan memulai sesuatu

tanpa berprasangka. Sikap itu dinilai sebagai kerangka yang dapat menolong. "Perbedaan-perbedaan yang ada sering menyebabkan

ketegangan hubungan antarkomunitas agamawi. Salah satu pokok doktrinal yang sering menimbulkan perdebatan di antara umat

Islam dan Kristen adalah tentang Allah dan Kristologi," katanya.

Bambang menguraikan, ada beberapa hal membuat kedua agama sulit untuk saling memahami. Asalnya dari beberapa faktor, seperti

sifat misionaris, eksklusivisme teologis masing-masing, dan adanya kepentingan politis pribadi atau kelompok tertentu.

Keberadaan Yesus dapat dijadikan sebagai salah satu titik temu antara Islam dan Kristen. Hal itu menjadi pembahasan dalam

rangka mencari pemahaman baru terhadap diri Yesus, serta implisit juga tentang Allah.

Pembahasan Bambang ini dilakukan berdasarkan analisis eksegetis atas dua perikop Kitab Suci, yaitu himne Kristus dalam

Alkitab dan Al-Qur'an melalui surat Kolose 1:15-20 dan Surah Maryam 19:16-40. Dari dua perikop tersebut didapat pencerminan

pemahaman tentang Yesus secara implisit.

Baik di dalam Alkitab, maupun Al-Quran, keduanya menghormati Yesus. Adanya pengakuan keutamaan Yesus di antara para nabi dan

utusan Allah terlihat dalam beberapa gelar. Gelar itu tidak dikenakan pada nabi-nabi lain, seperti eikon (gambar, tanda) atau

ayat (tanda dari) Allah, 'firman' atau 'kalam' (dari) Allah, 'Roh' (yang berasal dari) Allah, dan 'Mesias'. Di Al-Qur'an

sendiri, istilah ayat memiliki empat konteks pemaknaan, yaitu sebagai teks, makhluk ciptaan Tuhan, mujizat yang bersifat

supranatural, dan misteri ilahi. Hal itu menunjukkan pertanda bagi kebenaran dan keagungan Tuhan.

"Dari situlah konsep tentang ayat dalam Al-Quran dan eikon dalam Alkitab bertemu. Eikon adalah gambar bagi Tuhan yang tak

tergambar, sedangkan ayat merupakan tanda bagi Tuhan yang ada di sana," tegas Hasibullah. Dari gelar-gelar tersebut,

ditemukan bahwa semua gelar yang diberikan pada Yesus terkait erat dengan peran dan fungsinya di hadapan Allah dan manusia.

Gelar itu juga berarti membicarakan komunikasi Allah kepada umat manusia.

Menurut Bambang masih perlu diakui bahwa di antara Islam dan Kristen masih terdapat perbedaan pandangan secara doktriner

mengenai Allah dan Kristologi. Untuk menjembatani keduanya, perlu dikembangkan perjumpaan dialogis. Keduanya harus realistis

dan menerima kenyataan bahwa realitas yang satu dapat dilihat dari sudut pandang berbeda.

Martin Sinaga menyatakan bahwa di antara Islam dan Kristen sudah terdapat optimisme dalam berdialog. "Penyebabnya karena iman

mereka (Islam dan Kristen) dekat, mereka bersaudara," tambahnya. Sedangkan menurut Hasibullah, dalam konteks dialog, terutama

antara Islam dan Kristen, kelemahan yang ada harus segera ditambal sulam dengan gagasan lain yang lebih kukuh. "Hal itu

dilakukan agar tidak ada lubang yang bisa digunakan oleh pihak-pihak antidialog untuk kepentingan yang bersifat konfliktual,"

tambahnya.

Hanya, menurut Martin, sebelum melakukan dialog teologis dengan pihak lain, masing-masing umat beragama harus mempunyai keberanian melakukan otokritik-teologis dan terbuka.

Next Story : Unika Soegijapranata Bekali Pendidikan S2 dengan Humanitas, Etika dan Wawasan Global

Terpopuler

Headlines Hari ini