Australia yang memiliki keuskupan konservatif Anglikan terbesar menyetujui perubahan yang mengizinkan pasangan non-Kristiani untuk menikah di gereja.
Perubahan tersebut pertama kali dikemukakan dalam sinode umum Anglikan pada 2007 dan disetujui pada Selasa oleh Sinode 2009 Keuskupan Anglikan Sydney, menurut Australian Associated Press (AAP).
Perubahan tersebut membolehkan warga Australia yang tidak dibaptis menikah di gereja yang menyediakan bagi pria atau wanita untuk dapat memenuhi standar dasar pernikahan sipil: yakni sebuah ikatan antara seorang pria dan wanita yang secara sukarela hidup bersama seumur hidup.
Perubahan tersebut juga telah menggugurkan “persyaratan tentang kepercayaan” yang secara resmi diumumkan pada 1981 yang mengharuskan sedikitnya salah satu dari pasangan telah dibaptis menurut kepercayaan Kristiani (tidak harus Anglikan). Gereja Katolik, sebagai perbandingannya, mengharuskan kedua belah pihak pasangan dibaptis sebelum mereka menikah, dan salah seorang dari pasangn juga harus Katolik.
Anglikan bersikeras membantah bahwa perubahan tersebut tidak memiliki hubungan dengan makin mundurnya popularitas pernikahan di gereja.
Karena banyaknya permintaan, pihak gereja mengatakan telah menunjuk Rev. Richard James untuk memimpin pelayanan dan permintaan yang tinggi akan pernikahan tersebut di Gereja neo-Gothic St James di Sydney Utara.
Reverend James mengatakan target pasarnya adalah orang-orang yang menyebut diri bukan Kristiani. “Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan, yang ingin menikah di sebuah gereja dan saya menyambut baik mereka dengan tangan terbuka,” ujarnya seperti dikutip oleh surat kabar Australia.
“Saya ingin menjangkau orang-orang yang tidak terjangkau, yang tidak memiliki gereja, untuk datang kepada kami; keprihatinan saya adalah, bahwa gereja telah terlalu lama, menolak banyak orang hanya karena mereka tidak memenuhi kriteria.
“Saya tidak ingin memukul dari belakang orang-orang yang bukan Kristiani. Saya menikahkan mereka, dan saya mengatakan kepada mereka bahwa Tuhan hadir, dan saya berdoa untuk mereka, dan mereka menyukai hal itu. Dan mungkin, kemungkinan saja, kita dapat mengenalkan Tuhan dengan cara itu,” ujarnya.
Uskup Sydney Utara, Glenn Davies, mengatakan Gereja Anglikan tidak ingin memberikan syarat seperti yang ada dalam undang-undang tahun 1981 tentang pernikahan.
“Jika kami mengatakan salah satu dari pasangan harus telah dibaptis, hal itu hanya akan mendorong orang untuk dibaptis agar mereka dapat menikah. Baptis adalah suatu hal yang lebih penting daripada itu,” tukas Uskup Davis kepada surat kabar Australia.
Uskup Davies mengatakan bahwa merupakan suatu hal yang menggelikan bagi Gereja Anglikan mengatakan bahwa hanya salah satu dari pasangan harus dibaptis. “Jika persyaratan tersebut mengharuskan kedua pasangan dibaptis secara Anglikan, hal itu sedikitnya baru memiliki arti,” tukasnya.
“Memiliki pasangan yang satu seorang Kristen, dan seorang lagi bukan Kristen, itu artinya anda memiliki seorang Kristen di gereja yang menikah dengan seorang yang beragama Budha,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan bahwa beberapa uskup juga memberikan perhatian mengenai perubahan ini, mengatakan bahwa komitmen untuk mengajarkan tentang Kristus tentu saja menjadi persyaratan minimum. Tetapi Davies mengatakan banyak kalangan pendeta lainnya yang bahkan tidak memiliki kesadaran akan persyaratan tersebut dan tidak menanyakan kepada pasangan sebelum menikah apakah mereka telah dibaptis.
Perubahan tersebut menjadikan keuskupan Sydney sebagai negara keempatbelas dari 23 negara yang menyetujui apa yang disebut dengan “reformasi pernikahan”.
JAKARTA – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) baru saja usai menggelar Sidang Raya PGI XV yang merupakan pesta iman dimana gereja-gereja ...