Dunia Tampaknya Mati Rasa Terhadap Kekerasan pada Perempuan, Ujar Kelompok Gereja
Monday, Mar. 9, 2009 Posted: 5:59:04PM PST
|
Sebuah simbol yang melambangkan kekerasan terhadap wanita Afghanistan tampak di atas meja dalam suatu pertemuan yang dikoordinir oleh Jaringan Wanita Afganistan (AWN) di Kabul, Afganistan, Kamis, 17 April, 2008. Pertemuan tersebut mendiskusikan tentang cara untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan penganiayaan seksual yang dialami oleh anak-anak di Afganistan. (Foto: AP / Musadeq Sadeq) |
Dunia bersalah telah mengabaikan tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan meningkatnya penganiayaan terhadap perempuan akibat krisis ekonomi, “kata para pemimpin Persekutuan Gereja-gereja Reformed Dunia dalam pesannya pada Hari Perempuan Internasional.
Hari Perempuan Internasional, 8 Maret, merupakan hari yang diperingati oleh seluruh dunia guna merayakan apa yang telah dicapai oleh para perempuan dalam bidang ekonomi, politik dan sscial baik pada masa lalu, kini dan yang akan datang. Akan tetapi juga merupakan hari perenungan untuk merefleksikan segala hambatan dan rintangan yang terus menghalangi kemajuan kaum perempuan.
Tema Hari Perempuan Internasioanl 2009 PBB adalah “Perempuan dan laki-laki bersatu guna mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.”
Akan tetapi menurut United Nations Development Fund for Women, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak perempuan merupakan suatu “masalah yang bersifat pandemik di beberapa daerah.” Setidaknya satu dari tiga orang perempuan di seluruh dunia menjadi korban, mengalami pemaksaan seksual, dan penganiayaan selama hidupnya, menurut UNIFEM.
Perempuan miskin di negara ketiga merupakan pihak yang paling menderita akibat krisis ekonomi, tambah Sheerattan-Bisnauth. Tingginya tingkat penganguran, naiknya harga bahan makanan serta persaingan untuk mendapatkan sumber-sumber yang lagka seperti air dan tanah yang memicu makin tingginya tingkat kekerasan, dengan perempuan dan anak-anak perempuan berada pada posisi yang paling rawan terhadap serangan, ujarnya.
Akan tetapi pendanaan bagi program perlindungan dan penguatan perempuan seringkali menjadi mengalami pemotongan, hal tersebut makin “memperburuk situasi,” seru juru bicara WARC bidang gender.
WARC, merupakan organisasi yang mewakili sekitar 75 juta umat Kristen Reformed di 107 negara, yang menyerukan kepada gereja-gereja dan komunitas di dunia untuk mendukung upaya melawan kekerasan terhadap perempuan.
“kita tidak bisa mengabaikan perempuan dan anak-anak perempuan yang mengalami penyerangan di dalam rumah mereka atau menjadi sasaran kejahatan perang,” ujar sekretaris jenderal WARC, Setri Nyomi. “WARC menyerukan pembaharuan komitmen percepatan dan bukannya memperlambat proses guna mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak perempuan serta memberikan keadilan kepada mereka.
Menurut Global Media Monitoring Project, yang dikoordinir oleh World Association for Christian Communication (WACC), hanya 1 persen dari pemberitaan di seluruh dunia selama tahun 2005 yang berfokus pada kekerasan berdasarkan gender.
“Dunia nampaknya telah mati rasa terhadap buruknya kekerasan terhadap perempuan. Matinya pernikahan, pembunuhan secara halus, mutilasi terhadap alat kelamin perempuan, serta perkosaan sampai pengabaian terhadap perempuan yang diperalat sebagai senjata dalam kejahatan perang,” ujar Patricia Sheerattan-Bisnauth, juru bicara WARC masalah gender, dalam sebuah pernyataan. “ Perempuan dan anak-anak perempuan dijual sebagai budak dalam perdagangan manusia di seluruh dunia untuk tujuan eksploitasi seksual dan ekonomi yang makin subur saat ini.”
Next Page: 1 | 2 |
Jennifer Riley
Kontributor Kristiani Pos
|