Hot Topics » Pakistan Swat valley Sri Lanka conflict Abortion Barack Obama India Lausanne Movement

Tiga Tahun Penjara Karena Mengajar Sekolah Minggu


Posted: Sep. 09, 2005 20:47:22 WIB

Vonis tiga tahun penjara Pengadilan Negeri (PN) Indramayu, Jawa Barat, telah dijatuhkan Kamis (1/9) siang terhadap tiga guru sekolah minggu Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD), yakni dr. Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun serta Ety Pangesti, Sinar Harapan memberitakan.

Mereka dituduh telah melakukan pemurtadan dan kristenisasi di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tuduhan itu dilancarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat. Vonis yang dijatuhkan PN Indramayu, Jawa Barat, tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tersebut.

Tudingan pemurtadan dan kristenisasi terhadap tiga guru sekolah minggu di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat itu berawal dari pelayanan mereka dalam sekolah minggu "Minggu Ceria" pada 9 September 2003 yang dilakukan di rumah dr Rebecca Laonita yang dihadiri oleh 10-20 anak Kristen setiap minggunya. Dalam perkembangannya beberapa anak beragama non-Kristen ikut serta dalam permainan di sekolah minggu tersebut.

Sekolah Minggu "Minggu Ceria" ini sempat ditutup sebelum Natal, 24 Desember 2004 dengan alasan tidak dizinkan kebaktian rumah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hargeulis. Padahal, seperti biasanya Natal di tempat lain, anak-anak tersebut dibagikan hadiah Natal berupa tas dan buku tulis. Karena ditutup, kebaktian umum gereja akhirnya diputuskan untuk berpindah-pindah tempat. Jemaat pernah juga kebaktian di GBI Efrata, sedangkan Minggu Ceria akhirnya diputuskan dilakukan di rumah Ety Pangesti.

Pada 26 Maret 2005, anak-anak sekolah minggu "Minggu Ceria" pergi ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur dalam sebuah acara Paskah. Beberapa dari orangtua/wali dari anak-anak sekolah minggu, termasuk yang non-Kristen ikut bersama-sama ke TMII. Namun sejak 14 April 2005 "Minggu Ceria" ditutup. Sementara kebaktian umum setiap minggu sore dipindahkan ke Pamanukan.

Tanggal 3 Mei 2005 diadakan pertemuan antara pelayan "Minggu Ceria" dengan Musyawarah pimpinan kota (Muspika) yang dihadiri oleh Camat Haurgeulis Moh Hayat, Majelis Ulama Indonesia dan Kantor Urusan Agama setempat, petugas Polsek dan Koramil Haurgeulis. Camat Moh Hayat berjanji akan memberikan hasil tertulis dari pertemuan itu dan selanjutnya akan ditandatangani dr Rebecca Laonita. Namun, hingga kini tidak ada berita acara pertemuan tersebut. Yang ada hanya laporan MUI ke Polsek Haergeulis pada 3 Mei 2005 tersebut dan diproses secara hukum.

Pada 9 Mei 2005 dr Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti memenuhi panggilan Polsek Haurgeulis sebagai tersangka. Belakangan berkas perkara ketiga guru sekolah minggu tersebut dilimpahkan ke Polres Indramayu. Tanggal 14 Mei 2005 ketiga guru sekolah minggu tersebut memenuhi panggilan Polres Indramayu sebagai saksi sesuai dengan surat panggilan polisi yang ditandatangani oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Indramayu, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Suryanto. Namun, pada waktu ketiganya diperiksa, penyidik langsung menyatakan Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti sebagai tersangka dengan tuduhan pemurtadan serta kristenisasi di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Di Mapolres Indramayu, ketiga diperiksa mulai dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB dan diizinkan pulang esok harinya. Pada Senin (16/5) pagi sekitar pukul 08.00 WIB, Rabecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti diberitahu telah muncul surat penahanan dan diminta untuk menandatangani serta langsung berkemas karena akan dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Indramayu. Mereka dikenakan tuduhan pasal 86 Undang Undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak yang bunyinya: "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal dan belum bertanggungjawab sesuai dengan agama yang dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah)."

Dalam kasus ini polisi mengamankan barang bukti berupa satu Alkitab dan enam kaos biru bertuliskan "Minggu Ceria". Padahal, hingga kini anak-anak non-Kristen yang mengikuti sekolah minggu "Minggu Ceria" tersebut tidak ada yang pindah agama.

Sebelumnya, KH Abdurrahman Wahid telah meminta Kapolres Indramayu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Johni Soeroto agar melepas ketiga ibu rumah tangga yang juga mengajar guru sekolah minggu tersebut.

"Penahanan atas diri dr. Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti dengan berdasarkan sangkaan mereka memberikan keterangan salah kepada anak-anak, maka penahanan atas diri mereka (yang didasarkan pada pengaduan masyarakat) adalah tidak tepat," tegas Gus Dur dalam suratnya tertanggal 26 Mei 2005.

Gus Dur melanjutkan, "Karena itu, saya harapkan kesediaan Anda (Kapolres Indramayu-red) untuk meme-rintahkan mereka dilepaskan dari tahanan, dan pengaduan terhadap mereka di Pengadilan dibatalkan. Masalah ini hendaknya diselidiki secara lebih mendalam, sehingga orang yang tidak bersalah tidak menjadi korban," tegasnya lagi.

Surat Gus Dur ini mendapatkan balasan dari MUI Kecamatan Haurgeulis pada 27 Mei 2005 yang menegaskan bahwa kasus ini pidana murni sesuai dengan KUHP pasal 156a, dan Pasal 86 Undang Undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak. "Dr. Rabecca dalam kasus ini telah melakukan pemurtadan terhadap anak-anak Islam di Kecamatan Hargeulis," demikian surat yang ditandatangani oleh Ketua MUI setempat, KH Mundzir Mahmud, Sekretaris Asyrofin THS dan Ketua Tim Advokasi MUI setempat H. Eri Isnaeni, SH.

Akibat vonis itu, menurut laporan Maranatha Christian Jurnal yang beredar di Eropa dan Amerika Serikat bahwa ketiga ibu rumah tangga tersebut harus berpisah dengan anak-anak mereka.

Vonis sudah dijatuhkan dan dr Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti, ketiga guru sekolah minggu "Minggu Ceria" itu kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Indramayu, Jawa Barat.

Next Story : Pasokan Listrik dan Air Untuk Mahasiswa SETIA Diputus

Terpopuler

Headlines Hari ini