Mari kita bicara tentang tidur. Tidur itu baik dan sehat. Apalagi kalau pulas, bisa bikin tubuh kita bugar, otak kita pun jadi terang. Kita membutuhkan tidur, seperti kita membutuhkan makanan dan minuman. Orang yang kurang tidur, ujung-ujungnya bisa loyo atau jatuh sakit.
Apakah ciri-ciri orang tidur?
Pertama, ia tidak peduli orang lain. Apakah ngoroknya mengganggu, apakah ilernya menganggu, apakah posisi tidurnya mengganggu, ia tidak peduli. Ia hanya asyik dengan kenikmatannya sendiri.
Kedua, ia tidak peduli keadaan di sekitar. Televisi nyala terus semalaman, jemuran kehujanan, nasi gosong, di luar ada orang yang teriak-teriak minta tolong, ia tidak peduli. Cuek bebek. Ia hanya sibuk dengan dunianya sen- diri.
Ketiga, ia tidak peduli dengan dirinya sendiri. Dalam bahasa Jawa tidak eling lan waspada (tidak sadar dan waspada). Mulut menganga; sampai lalat, nyamuk, kecoa, atau malah tikus bisa masuk semua; pakaian dalam tersingkap memperlihatkan apa yang semestinya ditutupi, ia tidak peduli; tidak malu atau risih.
*
Itu orang yang tidur secara jasmani. Orang yang tidur secara rohani, kurang lebih juga mempunyai ciri-ciri yang sama.
Pertama, ia tidak peduli orang lain. Apakah perilakunya menyebalkan, apakah tutur katanya menyakitkan, apakah tindakannya merugikan atau bahkan membahayakan orang lain, ia tidak peduli. Bahasa Sundanya sabodo teuing. Ia tidak peduli dengan perasaan orang lain, kepentingan orang lain. Ia hanya peduli dengan urusannya pribadi, kesenangan dan kenikmatannya sendiri.
Banyak contohnya, antara lain: Orang yang merokok di tempat umum sehingga asapnya ke mana-mana diisap orang lain yang tidak merokok. Begitu juga orang yang kebut-kebutan di jalan raya; serobot kanan, serobot kiri, lampu merah diterabas, sehingga membahayakan orang lain.
Atau kalau di gereja, orang yang selagi kebaktian malah ngobrol terus, mana suaranya keras lagi, sehingga mengganggu orang lain. Padahal kalau memang mau ngobrol, ya tidak usah kebaktian saja kan?!
Kedua, ia tidak peduli keadaan di sekitar. Di luar terjadi musibah, orang banyak bergotong royong berjerih lelah memberi bantuan; ia tidak peduli, cuek, seolah tidak terjadi apa-apa. Persis seperti kisah Yunus dalam Perjanjian Lama. Saat terjadi angin ribut dan badai besar, awak kapal menjadi ketakutan dan sibuk berusaha menyelamatkan kapal dari ombak dan angin ribut itu. Bahkan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya. Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak (Yunus 1:5).
Atau, di luar ada orang yang susah dan benar-benar membutuhkan bantuan, ia tidak ambil pusing; sibuk dengan dunianya sendiri. Mirip dengan kisah Imam dan Orang Lewi dalam perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati. Saat melihat di pinggir jalan ada orang yang sedang sekarat, antara hidup dan mati karena dipukul oleh para penyamun yang merampoknya, imam itu menghindar dan melewatinya dari seberang jalan (Lukas 10:31-32).
Ketiga, ia tidak peduli dengan dirinya sendiri. Apakah sikap dan perbuatannya akan merusak citra dirinya, ia tidak peduli. Apakah ucapannya akan merugikan atau bahkan mencelakakan dirinya sendiri, ia tidak peduli. Ia sembrono dengan mulutnya dan teledor dengan perilakunya.
Ia juga tidak malu atau risih. Misalnya, pamer kekayaan, penampilannya sangat "heboh", padahal sudah jadi rahasia umum, itu hasil korupsi atau ngutang sana-sini. Ia tidak malu atau risih pamer kesalehan, fasih bicara soal moral dan agama, padahal semua orang tahu perilakunya tidak bermoral dan tidak agamis.
*
Begitulah, ada tidur jasmani dan ada tidur rohani. Tidur jasmani bermanfaat, tidur rohani merusak. Tidur jasmani harus kita upayakan, tidur rohani harus kita hindari; seperti kita menghindari virus atau bakteri penyakit. Secara jasmani ada saatnya kita harus tidur, secara rohani kita harus senantiasa bangun dan berjaga.
Nah, dari ciri-ciri yang sudah disebutkan, adakah kita termasuk orang yang sedang tidur secara rohani? Kalau iya, dengarlah seruan Rasul Paulus ini: "Bangunlah, hai kamu yang tidur....." (Efesus 5:14). Ya, bangunlah. Sekarang! Sebelum semuanya terlambat! *
*Penulis adalah seorang Pendeta
Sumber: Suara Pembaruan
Berdoa mampu mencegah seseorang dari depresi (tekanan kejiwaan), kata seorang dekan Psikologi di negeri ini. ...