Hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan perdata jemaat Huria Kristen Batak Protestan Resor Bandung Riau atas tiga pendeta, Selasa.
Mereka adalah pimpinan HKBP Bandung Riau Martadinata Pendeta Lundu HM Simanjuntak, pimpinan HKBP Distrik XVIII Jawa Barat-Jawa Tengah-DI Yogyakarta Pendeta Janter Tampubolon, dan Pimpinan Pusat (Ephorus) HKBP Pendeta Bonar Napitupulu.
Ketiganya dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu penerbitan dan pelaksanaan Surat Keputusan Ephorus HKBP Nomor 569/L.08/X/2007 tanggal 14 Oktober 2007. Keputusan yang dikeluarkan oleh Pendeta Bonar Napitupulu itu meniadakan dan tidak mengakui eksistensi kelompok jemaat HKBP Bandung Riau. Keputusan hanya mengakui eksistensi Resor Bandung Riau Martadinata.
"Padahal Resor Bandung Riau sebelumnya sudah diakui sah keberadaannya oleh Sinode Gondang sebagai lembaga tertinggi di HKBP," kata Ketua Majelis Hakim Yance Bombing menjelaskan salah satu pertimbangan hakim, seperti diberitakan Tempo Interaktif.
Majelis hakim memerintahkan agar tergugat memenuhi sebagian tuntutan gugat Resor Bandung Riau, yang diantaranya mengakui bahwa keberadaan sah HKBP Resor Bandung Riau. Tergugat juga diminta memberi hak penggunaan gereja di jalan RE Martadinata Nomor 96 kepada HKBP Resor Bandung Riau bagi ibadah Minggu setiap jam 07.30.
"Juga agar tergugat membayar ganti kerugian material dan immaterial kepada penggugat sebesar Rp 70 juta kepada penggugat," tambah Yance.
Hakim menyatakan jumlah itu memang jauh lebih kecil dari tuntutan penggugat yang meminta Rp 15,114 miliar. "Gugatan ganti rugi miliaran rupiah kepada gereja dalam hal ini tidaklah layak," kata Yance.
Perkara ini bermula dari sengketa antara dua kelompok jemaat Huria Kristen di Bandung yakni HKBP Resor Bandung Riau dengan Resor Bandung sejak era tahun 90-an lalu. Untuk meredam konflik terus berkepanjangan, pada Oktober 2007, Ephorus HKBP menerbitkan keputusan nomor 569. Keputusan tersebut berupaya melebur kedua kelompok yang berseteru di bawah naungan HKBP Resor Bandung Riau Martadinata.
Namun keputusan Bonar Napitupulu itu menuai protes kelompok Resor Bandung Riau karena menilai Ephorus tak berhak meniadakan resornya.
Menurut mereka, yang punya hak serupa itu hanya Sinode Godang yang justru sudah mengesahkan mereka sejak era 90-an. Karena satu sama lain bersikukuh, konflik barupun tak terelakkan. Kali ini antara Resor Bandung Riau dengan Resor Bandung Riau Martadinata dan para petinggi HKBP.
Salah satu puncak akumulasi konflik adalah kisruh pada 22 Oktober 2007 yang dipicu pelarangan ratusan jemaat Resor Bandung Riau yang mau melaksanakan kebaktian Minggu pagi. Pelarangan dilakukan oleh kelompok lawannya dengan cara menggembok pintu gereja dari dalam.
Pelarangan itu tidak sampai memicu kekerasan, namun peristiwa itu mendorong sejumlah jemaat aktivis Resor Bandung Riau menggugat tiga pendeta ke Pengadilan Negeri Bandung pada 2008.
Atas putusan hakim, belasan jemaat Resor Bandung Riau yang hadir tampak suka cita.
Penasehat hukum kelompok Bandung Riau Jose Silitonga menilai putusan hakim telah memenuhi rasa keadilan kliennya. "Ini pelajaran bagi pemimpin gereja yang memang melawan hukum sehingga merugikan jemaatnya bahkan pernah mengusir jemaatnya ,"katanya seusai sidang.
Ia menilai putusan ganti rugi yang lebih kecil ketimbang tuntutan pihaknya, bukan masalah. "Yang terpenting eksistensi jemaat HKBP Bandung Riau dan hak kami menggunakan gereja kembali diakui dan dipulihkan," katanya.
Penasehat hukum tergugat Hotma Agus Sihombing menilai putusan hakim tidak adil. "Seluruh pertimbangan dan putusan hakim tidak tepat," katanya seusai sidang. "Hakim juga sama sekali mengabaikan fakta pencabutan gugatan sebagian besar penggugat, sehingga dari 325 penggugat kini tinggal 50 penggugat. Jadi sebenarnya mereka (50 penggugat) ini mewakili siapa? Karena itu kami tadi langsung mengajukan banding," katanya.
Australia yang memiliki keuskupan konservatif Anglikan terbesar menyetujui perubahan yang mengizinkan pasangan non-Kristiani untuk menikah di ...