Dalam foto yang dirilis Kantor Berita Pusat Korea foto dirilis oleh Korea News Service di Tokyo Kamis, Oktober 15 2009, Pdt Franklin Graham, putra penginjil veteran Billy Graham, kiri, disambut oleh Kim Yong Dae, wakil presiden Presidium Majelis Agung Rakyat Korea Utara, saat Graham mengunjungi Kim di Assembly Hall Mansudae di Pyongyang, Korea Utara, Rabu, Oktober 14 2009. Ia membawa salah satu pengiriman bantuan AS pertama untuk negara itu sejak beberapa bulan terakhir. (Foto: Kantor Berita Pusat Korea via Korea News Service)
Penginjil Amerika Serikat Franklin Graham mengalami "percakapan yang cukup ramah" dengan menteri luar negeri Korea Utara hari Rabu, lapor kantor berita negara tertutup itu.
Graham, yang mengepalai badan bantuan internasional Samaritan's Purse, tiba di Pyongyang, Selasa, dalam upaya "memperbaiki hubungan yang lebih baik dan memiliki pemahaman yang lebih baik" antara Amerika Serikat dan Korea Utara.
"Saya pergi sebagai pelayan Yesus Kristus dengan pesan perdamaian dan bahwa Allah mengasihi setiap dari kita terlepas dari batas-batas atau politik kita," katanya sebelum berangkat.
Menurut Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dikelola negara, Graham mengadakan perbincangan dengan Menteri Luar Negeri Korea Utara Pak Ui Chun pada hari Rabu dan memberikan sebuah hadiah kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Il melalui wakil ketua parlemen.
Rekaman pertemuan antara Graham dan Kim Yong Dae menunjukkan Graham memberikan sebuah patung kecil berwarna hitam berbentuk seorang pria menunggang kuda. Rekaman kemudian menunjukkan Graham mengunjungi sebuah rumah sakit provinsi di pedesaan di mana organisasinya, yang bekerjasama dengan USAID, memasang generator listrik. Menurut humas Graham, generator itu menyediakan tenaga listrik ke daerah yang tidak memiliki listrik sebelumnya.
Kunjungan Graham menandai ketiga kalinya ia memasuki negara tertutup itu dan pertama kalinya badan bantuan Amerika datang sejak kelompok-kelompok kemanusiaan AS diusir enam bulan lalu.
Meski Korea Utara mengalami kekurangan pangan kronis sejak banjir dan salah urus menghancurkan ekonominya di pertengahan 90-an, negara itu menolak pengiriman makanan dari Amerika dan menendang semua kelompok bantuan AS yang beroperasi disana tanpa alasan apapun.
Lima kelompok yang diusir, disebut sebagai Mitra LSM, telah beroperasi di Korea Utara melalui USAID - mengadakan program bantuan pangan sejak Juni 2008 dan mengatakan upaya mereka adalah hasil dari kebutuhan "luar biasa" yang diperlukan Korea Utara.
Meski berita ini mengecewakan, Mitra LSM entah bagaimana mengatakan akan terus berupaya mengatasi kebutuhan penduduk Korea Utara, sebagai lembaga dan individu dalam kerjasama kemitraan.
Graham, yang organisasi bantuannya bekerja di Korea Utara sejak 1997, memiliki sejarah di negara komunis itu, mulai dari tahun 1934 ketika ibunya, almarhum Ruth Bell Graham, menghadiri sekolah misi di Pyongyang. Ayahnya, penginjil terkemuka Billy Graham, mengunjungi negara tertutup itu pada tahun 1992 dan 1994, bertemu dengan Presiden Kim Il Sung, yang memimpin Korea Utara dari pendirian pada tahun 1948 hingga kematiannya.
Tahun lalu, Graham mengunjungi Korea Utara untuk mengawasi beberapa bantuan operasi dan berkhotbah di sebuah gereja Protestan yang baru dibangun di Pyongyang.
Tahun ini, ia berencana untuk mempresentasikan kebutuhan dan peralatan senilai $ 190.000 untuk membantu pusat gigi yang sedang dibangun di Pyongyang. Dia juga berencana mengunjungi proyek-proyek bantuan kemanusiaan organisasinya di mana lebih dari $10 juta bantuan telah dikucurkan.
Setelah kunjungannya, Graham akan mengunjungi Cina di mana tahun lalu Samaritan's Purse mengirim sebuah pesawat kargo Boeing 747 yang penuh dengan persediaan mendesak untuk merespon gempa bumi berskala 7,9 di Chengdu yang menewaskan 40.000 orang.
Organisasinya juga menyewa kargo 747 jet serupa untuk memberikan $8.3 juta dalam bentuk obat-obatan dan persediaan darurat untuk menanggapi banjir di Korea Utara dua tahun lalu. Menurut Samaritan's Purse, itu adalah penerbangan pribadi pertama langsung dari Amerika Serikat ke Korea Utara sejak Perang Korea.
Kota Kolkata, India, Kamis, 26 Agustus, akan mengenang seorang biarawati berbadan kecil. Dia menjadi sebuah lambang rasa kasih atas karyanya bagi ...