Sebanyak 60 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi meminta pemerintah mencabut Peraturan Bersama Dua Menteri tentang Rumah Ibadah.
Permintaan itu disampaikan dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa (21/9) pagi. Paripurna dibuka dan diwarnai dengan interupsi tentang kekerasan-kekerasan yang terjadi pada agama-agama minoritas belakangan ini.
Sebagian anggota DPR meminta Perber Dua Menteri segera dicabut karena alih-alih mendatangkan kerukunan antarumat beragama, namun malah mendatangkan berbagai kekerasan terhadap umat beragama.
Permintaan itu ditandatangani 60 anggota DPR dan diserahkan pada pemimpin sidang paripurna setelah beberapa waktu lalu diserahkan pada presiden dan pemimpin DPR, tetapi tidak mendapatkan tanggapan.
“Negara tidak boleh tunduk pada tekanan-tekanan yang dilakukan kelompok-kelompok karena negara diperintahkan undang-undang untuk melindungi seluruh rakyat dalam melakukan ibadah agama dan kepercayaannya masing-masing.
Untuk itu, SKB (Perber) harus segera dicabut karena meresahkan masyarakat,” kata Melchias Markus Mekeng dari Fraksi Golkar.
Tak Sesuai Konstitusi
Edison Betaubun dari Golkar juga menegaskan bahwa aturan tersebut sangat bertentangan dengan konstitusi, karena justru membatasi rakyat dalam melakukan ibadah.
“Bagaimana rakyat melakukan ibadah kalau ada peraturan yang melarang pembangunan rumah-rumah ibadah? Secara hukum SKB ini sudah batal, dibutuhkan sebuah undang-undang yang mengatur dan menjamin pembangunan rumah-rumah ibadah,” katanya.
Ia juga mengingatkan, Perber tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak bisa membatasi rakyat untuk melakukan kegiatan ibadah. Oleh karena itu, Perber itu harus segera dicabut. “Paripurna DPR ini harus tegas mendesak pemerintah untuk segera menghentikan kekerasan-kekerasan yang terjadi pada umat yang akan menjalankan ibadah,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Teguh Juwarno, anggota Fraksi PAN yang menyatakan dukungannya pada protes terhadap kekerasan-kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu. “Tidak ada satu kelompok pun punya hak untuk memaksa, menghentikan, atau melakukan penusukan terhadap kelompok yang lain, dengan alasan apa pun juga, di negeri ini,” kata Teguh.
Namun, menurutnya tidak boleh ada kekosongan hukum yang mengatur tentang pembangunan rumah-rumah ibadah apabila Perber tersebut dicabut. “DPR harus mendorong terjadinya dialog secara intensif antara pihak-pihak beragama agar dapat menenangkan situasi,” jelasnya.
Sementara itu, Ansori Siregar dari Fraksi PKS menegaskan bahwa Perber Dua Menteri adalah peraturan yang sudah sangat baik sekali untuk mengatur pembangunan rumah-rumah ibadah.
“SKB tidak perlu dicabut agar ada peraturan yang mengatur pembangunan-pembangunan rumah-rumah ibadah yang selama ini meresahkan masyarakat, terutama di kampung-kampung saya di Sumatera Barat. Tidak ada pembicaraan di masyarakat namun tiba-tiba sudah berdiri rumah-rumah ibadah,” jelasnya.
Sumber: Sinar Harapan
Data mengenai jumlah rumah ibadah di Indonesia dilaporkan Kementerian Agama, diragukan validitasnya, sehingga bisa menyesatkan, karena akan menimbulkan masalah baru. Apalagi, persoalan kebebasan dan kerukunan beragama yang dijamin konstitusi di ...