Warga Korea yang dibebaskan dari penyanderaan enam minggu di Afghanistan menghadiri ibadah pemakaman untuk pastor Bae Hyung-kyu, salah satu orang yang tewas ditembak militan Taliban, di Gereja Saemmul di Seongnam, selatan Seoul, Sabtu, 8 Sep 2007. (AP Images / Han Jae-Ho, Pool)
Seoul meminta gereja Korea Selatan yang mengirim 23 sukarelawan ke Afganistan untuk membayar sekitar Rp 650 juta untuk biaya penyelamatan anggota gereja mereka yang diculik oleh Taliban beberapa waktu lalu.
Tagihan tersebut termasuk tiket pesawat udara, akomodasi, pengembalian mayat dan biaya-biaya lain dalam penyelamatan yang menutup situasi penyanderaan selama enam minggu. Permintaan yang diajukan minggu lalu itu meminta kompensasi sebesar 60 juta won, menurut kantor berita Yonhap.
“Gereja berencana akan membayar setelah meninjau biaya tersebut karena kami telah berjanji melakukannya,” kata Kwon Hyuk-soo, seorang anggota senior di Gereja Presbyterian Saemmul, kepada Yonhap. Anggota gereja yang lain tidak mau berkomentar tentang pembayaran kembali tersebut.
Sudah hampir tiga bulan sejak kelompok beranggotakan 23 sukarelawan Korsel itu diculik oleh pihak bersenjata Taliban dalan kunjungan singkat untuk menyediakan pengobatan gratis kepada warga Afghan. Selama perundingan 40 hari, militan membunuh dua pria dan membebaskan dua wanita sebelum membebaskan seluruh sandera secara bertahap.
Penculikan warga asing itu adalah yang terbesar sejak kejatuhan rezim Taliban pada 2001 di Afghanistan.
Gereja Saemmul dan sukarelawannya menjadi target kritikan yang pedas karena mengabaikan peringatan pemerintah untuk tidak bepergian ke Afghanistan. Warga Korsel lebih marah lagi tatkala sandera menyebabkan Seoul dikritik masyarakat ineternasional karena bernegosiasi dengan Taliban, yang dianggap teroris oleh banyak negara.
Korsel berjanji kepada militant untuk menarik 210 orang pasukan dari Afghanistan akhir tahun ini dan akan menghalangi misionaris bekerja di negara itu.
Krisis itu memaksa gereja-gereja Korsel mengevaluasi ulang usaha misi di luar negeri, yang telah lama dikritik terlalu agresif dan kurang persiapan.
Pada bulan September, pemimpin organisasi-organisasi Kristen terbesar di Korea mengadakan sebuah pertemuan dan setuju bahwa perubahan harus dibuat untuk meningkatkan keamanan misi luar negeri. Akan tetapi, mereka mengafirmasi bahwa penginjilan harus dilanjutkan di lokasi-lokasi terpencil, namun dengan persiapan yang matang dari mereka yang terlibat.
Dewan Kristen Korea, Asosiasi Misi Dunia Korea, dan Persekutuan Injili Korea – organisasi Kristen dan pengirim misi terbesar di negeri itu – masuk dalam pertemuan.
Direktur internasional Aliansi Injili Dunia (WEA), Rev. Dr. Geoff Tunnicliffe, yang hadir dalam pertemuan, mengatakan dia memperkirakan butuh waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan untuk meletakkan dasar untuk bimbingan praktek terbaik dalam pekerjaan misi.
Badan perwakilan Kristiani di Malaysia menyerukan untuk segera melepaskan lebih dari 15.000 Alkitab yang disita oleh pihak pemerintah tahun ini, yang mana penyitaan tersebut melanggar hak konstitusional mereka. ...