Hasil laporan Pejabat kesehatan Cina Kamis lalu, menyebutkan perbandingan dari jumlah 20 juta kelahiran, sebanyak lebih dari 13 juta kasus aborsi terjadi setiap tahunnya di Cina.
Jumlah aborsi yang diberikan tidak mencakup prosedur-prosedur yang tidak dilaporkan dan aborsi yang disebabkan obat, menurut laporan surat kabar pemerintah China Daily. Menurut Wu Shangchun, sebuah penelitian resmi yang dilakukan oleh Komisi Kependudukan dan Komisi Keluarga Berencana Nasional, sekitar 10 juta pil aborsi dijual di Cina setiap tahunnya.
Berdasarkan tingkat laju aborsi tercatat sebanyak 13 juta kasus aborsi yang mana sama artinya sekitar 24 aborsi per 1.000 wanita berusia antara 15 dan 44 tahun.
Menurut perbandingan, tingkat aborsi di Amerika Serikat sekitar 19,4 persen pada 2005, yang mana merupakan tingkat aborsi terendah di negara itu sejak 1974, menurut sebuah laporan yang dirilis pada 2008. Terdapat sekitar 1,2 juta kasus aborsi terjadi di Amerika Serikat pada 2005.
Meskipun tingkat aborsi di Cina lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat, secara signifikan masih lebih rendah daripada Rusia, yang memimpin di tempat teratas tingkat aborsi tertingi di dunia dengan 53,7 aborsi per 1.000 wanita berusia antara 15 dan 44 tahun, menurut data Divisi Kependudukan PBB.
Statistik terakhir mengenai aborsi di Cina menunjukkan peningkatan dari data yang dirilis negara tersebut sebelumnya sebesar 9 juta pada 2003.
Pemerintah Cina menyalahkan rendahnya pendidikan tentang seks di negara dengan tingkat aborsi tinggi.
Surat kabar China Daily melaporkan sekitar 70 persen orang yang menghubungi no telpon hotline pusat kehamilan di sebuah rumah sakit di Shanghai mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui sama sekali tentang kontrasepsi. Bahkan sedikit yang mengetahui tentang penyakit yang ditularkan secara seksual, atau tentang HIV/AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Selain minimnya pendidikan tentang seks, kebijakan yang mengatur populasi penduduk di Cina merupakan kontributor terbesar terhadap tingginya jumlah aborsi. Cina menerapkan kebijakan memiliki satu anak bagi pasangan yang tinggal di daerah perkotaan, dan hanya membolehkan maksimum dua anak bagi pasangan yang tinggal di daerah pedesaan apabila anak pertamanya perempuan.
Dalam budaya tradisional Cina menetapkan anak lelaki memiliki nilai lebih , karena anak laki-laki yang nantinya akan mewarisi nama keluarga, hal itu menyebabkan banyak pasangan memilih melakukan aborsi dengan mendasarkan pada jenis kelamin bayi. Ini juga yang menyebabkan terjadi ketidakseimbangan yang sangat besar terhadap jumlah pria dan wanita di Cina.
China Daily, menuliskan kisah tersebut pada halaman utamanya dengan mengatakan bahwa tingginya jumlah aborsi telah “menyebabkan keprihatinan.” Ditegaskan juga bahwa kebanyakan perempuan yang melakukan aborsi adalah wanita lajang dan berusia antara 20 dan 29 tahun.
Tetapi meskipun hal tersebut menjadi “keprihatinan,” Cina mengatakan akan “menerapkan secara ketat” kebijakan satu anak selama beberapa dasawarsa, menurut kantor berita pemerintah Xinhua.
Kebijakan satu anak di Cina telah mendapat kecaman keras dari kelompok internasional, khususnya ketika tersiar berita bahwa pemerintah telah memaksa kaum wanita melakukan aborsi yang bertentangan dengan keinginan mereka.
Pada November lalu, seorang perempuan Muslim Uyghur yang tinggal di daerah terpencil sebelah barat laut Cina diburu dan ditangkap oleh aparat pemerintah yang berusaha memaksa wanita yang sedang hamil enam bulan itu untuk menjalani prosedur aborsi.
Wanita tersebut kemudian melarikan diri dari rumah sakit tempat dia ditahan lalu bersembunyi di rumah seorang kerabatnya saat dia tertangkap lagi. Situasi yang dialaminya wanita itu menjadi sorotan utama dunia internasional dan mengundang kritikan keras terhadap Cina dan kebijakannya dalam mengatur populasi penduduk.
Pada akhirnya, Cina mengalah dan membolehkan kaum wanita melahirkan anak yang ketiga.
Namun tidak semua wanita di Cina seberuntung itu. Berdasarkan keterangan beberapa sumber di Cina, China Aid Association melaporkan pada 2007 dalam waktu 24 jam, sedikitnya 61 orang wanita hamil yang tidak ingin aborsi disuntik obat oleh pemerintah Cina untuk mengakhiri hidup bayi yang masih dalam kandungan sesuai dengan kebijakan satu anak.
Kebijakan satu anak secara resmi diberlakukan mulai 1 September, 2002 dan telah diterapkan secara ketat oleh pemerintah Cina, baik di pusat dan daerah.
Badan perwakilan Kristiani di Malaysia menyerukan untuk segera melepaskan lebih dari 15.000 Alkitab yang disita oleh pihak pemerintah tahun ini, yang mana penyitaan tersebut melanggar hak konstitusional mereka. ...