MESKIPUN tim robot Program Studi Teknik Universitas Jember (Unej) memiliki keterbatasan dalam pembuatan robot serta komponen yang digunakan sebagian besar merupakan barang bekas, mereka mampu meraih prestasi tinggi, menjadi juara dua dalam Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) nasional di Balairung Universitas Indonesia Depok, belum lama ini.
Robot yang diberi nama Electromachine Zero Intellegence (EZI) itu, 70 persen komponennya dibeli dari Pasar Loak Dupak Rukun dan Pasar Genteng Surabaya. Komponen bekas itu di antaranya berupa gearbox untuk penggerak robot serta ban kipas. Khusus untuk microcontroller, yang berfungsi sebagai otak robot ditambah infra merah, dibeli dalam kondisi baru. ''Ada peserta dari universitas lain, membeli sensor lilinnya dari Amerika Serikat, dengan harga jutaan rupiah. Tetapi sayang, kurang berprestasi. Padahal EZI ciptaan kami biayanya tidak sampai satu juta rupiah,'' ujar Nasir Ahmad, ketua tim robot Program Studi Unej, kepada Pembaruan akhir pekan lalu di Jember.
Keterbatasan pengalaman dalam membuat robot, membuat mahasiswa Program Studi Unej bingung ketika menerima undangan dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), untuk mengikuti Kontes Robot Indonesia (KRI)dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KCRI) Maret 2004.
Namun, tim pun akhirnya terbentuk, tiga orang dari teknik elektro dan lima orang mahasiswa teknik mesin, dibantu dua dosen pembimbing Bambang Supeno dan Dwiretno Istiadi. Kedelapan mahasiswa masing-masing Nasir Ahmad, Faqih Rasyidi, Muhtar Adi Wijaya, Agung Setiabudi, D Gusmaul, Eko Feri, Abdul Rouf dan Febriana. Mereka berhasil mengirim satu proposal untuk KRI dan dua untuk KRCI. Namun yang berhasil masuk hanya satu dan berhasil meraih prestasi.
Nama Electromachine diambil dari dua jurusan yang bergabung membuat robot, yakni teknik dan mesin. Sedangkan Zero Intellegence mengandung arti, si robot sebenarnya tidak pintar, tetapi yang pintar adalah pembuatnya.
Menggunakan metode trial and error, mereka merakit robot selama tiga bulan penuh. Robot EZI, dituntut harus bisa memadamkan api lilin, yang ditempatkan oleh panitia di suatu ruangan. Karena itu tim pembuat robot EZI, pertama kali membuat pemetaan lintasan kemudian diprogramkan ke dalam microcontroller EZI. Supaya EZI tidak menabrak dinding, dipasang sensor infra merah. Namun cara itu pun membuat EZI banyak menabrak tembok. ''Lho tim EZI, mau mencari nilai apa mencari penalti,'' ujar salah seorang anggota panitia seperti ditirukan Nasir, ketika mencoba arena lomba.
Kesulitan tim EZI pun bertambah. Ketika pertandingan akan dimulai, tiba-tiba baterai untuk menggerakkan robot meledak. Sementara untuk membeli yang baru tidak mungkin dilakukan. Tim ini kemudian melobi panitia dan EZI diizinkan menggunakan adaptor, tetapi karena pemakaian adaptor, nilai EZI dikurangi. Kesulitan lain, 20 microcontroller yang dibawa dari Jember bersama sensor infra merah, sempat mengalami gangguan karena terlalu sering diganti.
Akhirnya dalam tiga kali kesempatan yang diberikan panitia, EZI berhasil memadamkan api lilin dalam dua kesempatan. Kesempatan pertama gagal, karena lilin yang berhasil dipadamkan kipas EZI, tiba-tiba menyala kembali.
Panik
Tim EZI sempat panik atas kejadian tersebut. Untunglah, api lilin yang sudah mati bisa menyala kembali, dengan pemasangan double scanning pada microcontroller. ''Kami sempat bingung dan gugup, sebab untuk pertama kali mengikuti pertandingan robot tingkat nasional. Apalagi jika melihat robot buatan universitas lainnya, komponennya lebih canggih,'' ujar Nasir, seraya menambahkan, untungnya tim EZI mendapat dukungan penuh dari sesama tim yang berasal dari Jawa Timur.
Akhirnya, robot EZI berhasil meraih juara dua, sementara juara satu disabet tim Politeknik Bandung dan juara tiga dari Universitas Gadjah mada, Yogyakarta. ''Apabila baterai EZI tidak meledak, mungkin hasilnya akan lain. Sebab diizinkan menggunakan adaptor, konsekuensinya berupa pengurangan nilai,'' sesal Nasir dibenarkan rekan-rekannya.
Prestasi EZI mendapat acungan jempol dari peserta lain. Sebab dengan keterbatasan-keterbatasan ditambah usia Program Studi Teknik Unej yang tergolong baru karena usianya baru lima tahun, namun mampu meraih prestasi di tingkat nasional.
Keberhasilan tim robot EZI, disambut gembira civitas akademika dan Rektor Unej, Dr Ir T Sutikto MSc. Bahkan rektor menyatakan kesanggupannya mendukung pendanaan keberangkatan tim robot Program Studi Teknik di ajang KRI dan KRCI tahun depan.
Seorang imam Koptik yang merenovasi rumah pribadinya untuk mengakomodasi kegiatan Kristen di desanya mengatakan tidak takut terhadap fatwa kematian yang dikeluarkan untuknya. ...