Kristiani di Kenya mengatakan bahwa memasukkan pengadilan Islamiah ‘Kadhis’ ke dalam konstitusi yang baru bertentangan dengan prinsip sistem hukum negara yang menekankan pemisahan antara Negara dan agama.
Komite Ahli Peninjau Konstitusi mengadakan jajak pendapat publik perihal tawaran terhadap perubahan konstitusi, tetapi lebih didominasi oleh aturan keagamaan khususnya kelompok minoritas Muslim yang merupakan mayoritas di daerah-daerah tertentu. Kelompok Muslim bersikeras prihal pengadilan Islamiah, yang dikenal dengan Kadish, sebaiknya dimasukkan ke dalam konstitusi yang baru sementara pihak Kristiani mengatakan hal itu “tidak perlu”.
Syekh Mukhtar Khitamy, Dewan Tertinggi Muslim Kenya mengatakan, “The pengadilan tersebut akan menangani perkawinan, perceraian dan warisan diantara umat Muslim, yang mana tidak dilakukan oleh Kristiani,” ketika menyampaikan pandangannya kepada Komite Ahli Peninjau Konstitusi pada (27/7) serta mengatakan,”Kami tetap akan mempertahankan pengadilan tersebut dalam konstitusi dengan cara apa pun.”
Syekh Khalifa Mohammed, yang mengetuai Dewan Ulama Islamiah Kenya, menyerukan adanya toleransi dari agama lain. “Tidak ada yang dapat dilakukan pengadilan Islamiah (Kadhis) dalam pembuatan konstitusi dan beberapa pemimpin Kristiani memakainya untuk mengeluarkannya dari proses,” seperti dikutip oleh surat kabar Nasional Kenya dan mengumumkan untuk tetap mempertahankannya “dengan cara apa pun”.
Kristiani mengatakan bahwa memasukkan pengadilan Kadish dalam konstitusi “tidak diperlukan” di dalam sebuah negara sekuler dan menyerukan agar tetap berpegang pada prinsip pemisahan Negara dan agama.
Uskup Agung Anglikan Julius Kalu dari Mombasa mengatakan, “Pengadilan tersebut tidak diperlukan sejak konstitusi yang ada saat ini memberikan kepada setiap individu hak untuk memilih agama yang dianutnya dan beribadat,” hal itu dikatakannya pada (27/7) saat menyampaikan pandangannya kepada Komite Ahli Peninjau Konstitusi.
Uskup Agung Boniface Adoyo dari Gereja Pantekosta Nairobi mengatakan kepada media bahwa, “Pengadilan agama ini sebaiknya tidak dimasukkan karena tidak ada dasar hukum, filosofi atau dasar rasional dalam pembuatan konstitusional dunia yang lebih di atas entitas agama dalam sebuah konstitusi sekuler,” ujarnya pada konferensi pers (24/7) yang diselenggarakan oleh Kenya Christians Constitutional Forum (KCCF).
Uskup Agung Adoyo yang diapit oleh MP Starehe Uskup Agung Margaret Wanjiru mengatakan dengan membuat pengadilan tersebut akan meninggikan satu agama di atas yang lainnya, seperti dilaporkan oleh Kenya Broadcasting Corporation Kamis.
“Dari sebuah jajak pendapat yang dihimpun baru-baru ini menunjukkan data meliputi, 71 persen Kristiani, 57 persen Hindu dan 39 persen Muslim tidak menyutujui adanya pengadilan agama. Draft usulan tersebut juga pernah ditolak sebelumnya dalam referendum 2005 karena kasus yang sama,”ujarnya.
Uskup Agung Wanjiru mengatakan kepada komite ahli seharusnya melakukan tugasnya secara independen terkait tuduhan terhadap beberapa anggota komite ahli peninjau konstitusi yang di sisi lain memperdebatkan persoalan tersebut.
"Beberapa penguasa mengalami masalah terhadap hasil kesimpulan proses peninjauan konstitusi. Yang mana saat ini terjadi penurunan dalam kontes perpolitikan,” tukasnya.
“Jika mereka berpikir jumlah kami sedikit, kami siap memisahkan diri dari negara ini,” ujar seorang pemimpin Muslim yang tidak disebutkan namanya pada (28/7) di Mombasa, kota terbesar kedua di Kenya yang mana mayoritas penduduk daerah tersebut adalah Muslim.
Menurut CIA World Factbook, Muslim diperkirakan menempati sekitar 10 persen dari 39 juta penduduk yang sebagian besar Kristiani yang menempati hampir 80 persen dari total penduduk. Meskipun demikian, Muslim menempati sekitar 50 persen dari penduduk di Provinsi Pesisir Pantai yang mana kota pesisir Mombasa merupakan ibu kotanya.
Tahun 1991, Kristiani telah memprotes dan menolak dimasukkannya pengadilan Islamiah pada saat perubahan konstitusi yang pertama diusulkan. Dilanjutkan pada pemilu 2007, dipicu oleh terjadinya kekerasan komunal, memberi peluang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi sekali lagi. Pihak oposisi dan para pemimpin kelompok masyarakat mendesak adanya sebuah reformasi dalam pemerintahan yang memperkuat pemerintahan daerah dan melakukan pergeseran kekuasaan dari eksekutif kepada parlemen dan kehakiman. Namun, perdebatan mengenai bentuk reformasi seperti apa yang dilakukan masih belum disepakati dan segala sesuatunya masih dilatarbelakangi oleh aturan agama.
Baru-baru ini pihak komite mengumpulkan pendapat masyarakat tentang bagaimana solusi untuk menyelesaikan tiga persoalan yang tengah diperdebatan mengenai, sistem pemerintahan, peralihan kekuasaan and transisi.
Jajak pendapat publik yang dilakukan di kota pesisir Mombasa, ibu kota Provinsi Pesisir Pantai memicu ketegangan antara perwakilan Kristiani dan Muslim yang memaksa polisi turun tangan menengahi Minggu lalu.
Dewan Gereja-gereja Dunia (WCC) pada hari Rabu menyerukan Israel agar menghentikan dan membongkar pemukiman di wilayah-wilayah kependudukan. ...