Anggota DPR menilai banyak program infotainment telah melanggar norma-norma yang berlaku, terutama norma agama, hukum, kesusilaan dan norma sosial.
"Karena itu, sekali lagi kami nyatakan, bahwa Komisi I DPR RI mendukung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melakukan perubahan kategori siaran dari faktual ke non faktual dalam hal ini tayangan "infotainment"," ungkap Ketua Komisi I DPR RI, Kemas Azis Stamboel (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) melalui ANTARA di Jakarta, Jumat.
Dalam kaitan ini, menurutnya, Komisi I DPR RI juga memberikan apresiasi kepada Dewan Pers yang telah mendukung kebijakan KPI tersebut.
"Tetapi, Komisi I DPR RI juga mendukung KPI untuk memberikan sanksi administratif kepada tayangan yang melanggar," tandasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Paskalis Kossay mengatakan, kesepakatan (DPR RI, KPI dan Dewan Pers) itu terpaksa diambil untuk menghindari maraknya program "infotaintment" yang merusak moral anak bangsa.
"Malah terkesan oleh beberapa pihak, ada tayangan yang seperti hasil rekayasa semata, atau hanya untuk mengejar target-target komersial tertentu," katanya.
Sementara itu, Zaki Iskandar (Fraksi Partai Golkar), menegaskan pihaknya sepakat memberi dukungan kepada KPI dalam memutuskan program infotaintment tersebut bukanlah program berita faktual.
"Yang karenanya kemudian program infotaintment ini harus melalui lembaga sensor film. Ini dilakukan untuk menjaga agar program infotainment tidak melanggar hal-hal yang kami sebut tadi," tegasnya.
Pasalnya, lanjut Zaki Iskandar, program-program tersebut sudah mendapat berbagai macam protes keras dari masyarakat belakangan ini.
Sementara itu Ketua KPI, Dadang Rahmat, mengungkapkan, pihaknya memiliki alasan signifikan meredifinisi infotainment sebagai tayangan nonfaktual. Terlebih lagi, infotainment tidak menjalankan prinsip-prinsip jurnalisme.
Keputusan KPI ini juga diperkuat rekomendasi Komisi I DPR RI yang menyatakan program infotainment, reality show, dan sejenisnya, banyak melakukan pelanggaran terhadap norma agama, etika moral, norma sosial, KEJ, dan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS).
"Banyak sekali pengaduan yang masuk ke KPI tentang infotainment. Sepanjang Juni lalu, pengaduan infotainment di posisi nomor satu atau terbesar di 2010. Dengan persentase 31,98 persen pengaduan yang masuk. Lalu talk show 11,5 persen, dan reality show 9,98 persen," terang Dadang kepada Republika.
Membludaknya pengaduan yang masuk KPI, lanjut Dadang, lantaran infotainment terlalu gembar-gembor menayangkan kasus video mesum mirip artis Ariel-Luna-Tari. Parahnya, kata Dadang, tayangan tersebut masuk dalam jam tayang prime time. "Dari pagi sampai mau tidur, tayangan video mesum terus disiarkan. Padahal di jam prime time itu banyak anak-anak dan remaja yang menonton," keluhnya.
Untuk itu, KPI, Dewan Pers, dan pihak terkait lainnya, akan duduk bersama membahas perihal ini. Termasuk juga masalah pemberlakuan sanksi atau denda administratif. Antara lain, teguran tertulis, pembatasan durasi dan waktu siaran, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberikan perpanjangan izin penyelenggaraan siaran, dan pencabutan izin siaran.
Dalam rentang Januari-Juli 2010, KPI telah mengeluarkan 45 surat himbauan, teguran, peringatan, hingga penghentian sementara. Dari jumlah tersebut, tujuh di antaranya adalah surat peringatan dan teguran mengenai infotainment. Satu surat peringatan untuk semua stasiun televisi pada tanggal 8 Juni 2010, sedangkan enam surat teguran lainnya dilayangkan kepada program infotainment RCTI, Global TV, Indosiar, dan Trans7, tertanggal 11 Juni dan 18 Juni 2010.
Para tokoh agama yang tergabung dalam Forum Antarumat Beragama atau Inter Religious Council (IRC) menyatakan sikap prihatin atas berbagai krisis dan problematika yang dihadapi bangsa Indonesia. ...