Para tokoh awam Katolik dari seluruh tanah air meminta pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan kondisi sosial yang baik yang mendukung persatuan, perkembangan, dan pluralitas etnis dan agama di tanah air.
Sebanyak 76 tokoh awam mewakili semua keuskupan dan organisasi besar Katolik di tanah air. Mereka bertemu 24-27 Agustus di Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, untuk menghadiri Pertemuan Nasional V Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI).
FMKI mendorong umat Katolik untuk aktif dalam masalah sosial politik dan menekankan perlunya mengembangkan dan menjaga pluralisme di tanah air. Tema pertemuan baru-baru ini tersebut adalah: "Mengembangkan komunitas mandiri dengan memberdayakan pluralitas budaya nusantara secara adil."
Di akhir pertemuan, peserta mengeluarkan "Seruan dari Makassar."
Untuk menumbuhkan dan menguatkan negara dan bangsa, dan mencegah upaya untuk menggantikan ideologi Pancasila, mereka mengatakan, yang harus dilakukan adalah "mencegah lahirnya peraturan perundang-undangan, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang tidak sesuai dengan UUD 1945." Untuk itu, mereka mengimbau pencabutan kembali "undang-undang dan peraturan daerah yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan yang telah menciptakan diskriminasi."
Dalam mendesak untuk kembali kepada UUD 1945, para tokoh awam Katolik itu menegaskan bahwa undang-undang hasil amandemen telah mengaburkan "nilai-nilai dasar yang otentik" dari warisan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Seruan mereka mengimbau perlindungan hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama. "Mempersulit, menolak, merusak, dan menutup rumah ibadah dengan alasan apa pun" adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama, kata mereka.
Mereka meminta pemerintah untuk menciptakan program-program untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan memperkecil jurang sosial-ekonomi, dan mengingatkan pemerintah agar menepati janji-janjinya untuk menangani masalah kesehatan, menangani korupsi, dan menerapkan demokrasi dan good corporate governance.
Pertemuan nasional itu juga menganjurkan para anggota FMKI agar meningkatkan kualitas ormas-ormas Katolik dan kelompok kategorial lain, mengadakan kaderisasi kaum muda Katolik, dan meningkatkan kerjasama antar-lembaga Katolik. Secara umum, mereka mendesak umat Katolik untuk mengembangkan inkulturasi dalam kehidupan Gereja dan meningkatkan dialog antarsuku, antaragama, dan antarbudaya.
Dalam kotbah Misa pembukaan pertemuan itu, Uskup Agung Makassar Mgr Yohanes Liku Ada meminta umat Katolik untuk "melibatkan diri secara aktif dalam segala segi kehidupan bangsa." Ia mengatakan, umat Katolik Indonesia harus bekerja sama dengan semua komponen bangsa untuk membangun sebuah Indonesia baru yang sejahtera, tidak ada warga yang dipinggirkan.
Frans Seda, seorang Katolik yang berkarya di berbagai pelayanan dalam pemerintahan sebelumnya, juga menyampaikan sambutan kepada peserta. "Jangan takut berpolitik," katanya. "Kita adalah bagian dari bangsa ini. Ada tiga hal yang harus diingat: jangan anggap diri minoritas, jangan berjiwa minoritas, dan jangan bermental 'jeko' (mengurung diri di balik tembok)."
Pastor Ernesto Amigleo CICM, Vikjen Keuskupan Agung Makassar, mengakhiri pertemuan itu dengan meminta umat Katolik untuk tidak takut memperjuangkan kebenaran, kejujuran, keadilan, dan kasih di tengah masyarakat.
"Pertahankan semangat FMKI. Jangan putus asa kalau mendapat tantangan, kesulitan, dan rintangan. Jangan takut. Tuhan menyertai kita," katanya.
Para tokoh awam Katolik membentuk FMKI pada sebuah seminar nasional pada 15 Agustus 1998 untuk ikut membangun sebuah Indonesia baru yang menjunjung tinggi martabat manusia, demokrasi, penegakan hukum yang efektif, keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan sosial. Seminar pada hari Sabtu itu diadakan dua hari menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus
JAKARTA - Tema Natal "Bertumbuh Menjadi Pembawa Damai", dinilai Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Darmaatmadja tepat untuk melahirkan sikap dan perilaku yang baik kepada semua orang, apapun agama dan bangsanya. ...