Para pemuda Muslim, Yahudi dan Kristen dari 20 negara memutuskan untuk memulihkan hubungan yang baik selama satu bulan pelatihan tentang bagaimana menyelesaikan konflik, di Institut Ekumenis di Bossey, Swiss.
Tema dari pelatihan tersebut adalah: "Dialog Untuk Perubahan Perdamaian."
32 partisipan dari tiga agama tersebut memimpin sebuah nuansa komunitas di luar keanekaragaman agama mereka selama satu bulan pelatihan, menurut sebuah pernyataan pers dari Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches – WCC).
Pelatihan tersebut, yang dikembangkan oleh para praktisi yang bekerja dalam seting konflik, menawarkan perawatan kongkrit untuk manajemen konflik dan kemampuan komunikasi yang efektif dari para mediator. Sebuah tim internasional dari para pelatih mengajarkan para siswa tentang peranan dari konflik dalam hubungan manusia dan lapisannya yang bermacam-macam dan sering tersembunyi.
"Apakah pelatihan tersebut mengunjungi Masjid, Gereja, atau sinagog, atau memiliki dosen formal yang menggarisbawahi pendekatan keyakinan yang berbeda bagi masalah-masalah kontemporer, atau hanya bersosialisasi dan menikmati setiap perusahaan yang lain – kelompok tersbut ditantang untuk hidup bersama dan tumbuh sebagai komunitas, menyelesaikan stereotip dan prasangaka, memahami satu sama lain,' tara Tautari, dari Formasi Pendidikan dan Ekumenis di WCC.
"Kami sangat percaya dalam pembelajaran dari pengalaman," Colin Craig, seorang Katolik Roma dan pelatih senior unutk program pelatihan tersebut, mengatakan, Suara Media memberitakan.
Craig menjadi terlibat dalam aktivitas pembangunan perdamaian tersebut pada saat "masalah-masalah" di daerah asalnya Irlandia Utara dan terinspirasi oleh Ekumenis Komunitas Corrymeela dari Kriten yang didedikasikan untuk kerja rekonsiliasi.
Yang lain menanggapi dengan Skeptik. "Masalah Kepercayaan" adalah kunci dari sebuah faktor ketika menerapkan mediasi dan teknik manajemen konflik di sebuah tempat seperti rumahnya di Israel, Sahar Yasdanpour, dalah satu dari partisipan Yahudi mengatakan.
"Mungkin kita tidak mempercayai satu pihak dan itulah mengapa sangat berat untuk melakukan perdamaian," ia mengatakan. "Jika program tersebut akan memberikan saya jawaban dari masalah kepercayaan, mungkin saya akan dapat melakukan hal tersebut, namun hal itu sulit."
Tautari dan koleganya dari WCC berharap bahwa kesempatan bagi para pemuda dari benua yang berbeda dan komunitas keyakinan yang berbeda pula menghabiskan satu bulan mendengarkan cerita satu sama lain dan belajar bagaiamana setiap dari kami hidup dalam spiritualnya akan membantu para siswa menambah sebuah pemahaman yang lebih baik dari cara yang berbeda untuk melihat dunia.
"Hal itu berubah bahwa Saya tidak tahu sebanyak yang saya kira telah saya ketahui" tentang Kristen dan Yahudi, Adrian Kirk, seorang siswa Muslim dari Amerika Serikat mengatakan.
Setiap dari mereka akan kembali ke rumah mereka sebagai fasilitator perdamaian yang memenuhi syarat.
Menjalin hubungan dengan kegiatan dialog antar agama ataupun pelatihan seperti yang diadakan WCC pada pemuda Muslim, Kristen dan Yahudi juga pernah diadakan sebelumnya oleh WCC. Namun kegiatan tersebut berbentuk sebuah seminar pemuda antar agama. Beberapa partisipan seminar tersebut menyadari perbedaan keagamaan biasanya lebih kecil dari yang dibayangkan dan perbedaan kebudayaan seing lebih signifikan dari pada yang diharapkan.
Dalam seminar tersebut, selama tiga minggu 22 pemuda dari seluruh empat benua dan tiga agama berkumpul di Ekumenis Institus, masih di tempat yang sama yaitu di Bossey tepat di luar Jenewa, untuk berbagi pemikiran mereka, makanan dan prasangka satu sama lain.
"Saya menyadari bahwa saya memiliki lebih banyak kesamaan dengan seorang Kristen dari Palestina dari pada seorang Muslim dari Barat" Razan Abd el-Haque, seorang Muslim dari Yordania, ketika ditanya apa yang akan ia bawa pulang dari seminar tersebut. "Perbedaan utamanya berupa kultural, bukan keagamaan."
Program tersebut termasuk presentasi tentang dialog antar-agama oleh para ahli kolak dan internasional dari tiga komunitas agama tersebut. Setiap hari dimulai dengan sebuah saat untuk berdoa dan spiritualitas, dipersiapkan secara bergantian oleh peserta Islam, Kristen, dan Yahudi.
Tujuan dari program pembelajaran spiritual dan akademis tersebut adalah untuk membangun sebuah komunitas antar agama.
GKI Taman Yasmin di Bogor Sabtu kembali disegel oleh Pemerintah Kotamadya Bogor setelah hanya satu hari sebelumnya Pemkot Bogor secara resmi membuka ...