Peserta sidang waligereja Asia (yang diselenggarakan empat tahun sekali) baru-baru ini memberi rekomendasi bahwa respon terbaik terhadap kebutuhan pastoral keluarga Asia mungkin adalah pelayanan yang mendukung, mendorong, dan mengembangkan. Pelayanan itu ditujukan untuk kebutuhan-kebutuhan berbagai kelompok khusus.
Sekitar 180 uskup, awam, imam, dan kaum religius pria dan wanita mendengarkan sintesa laporan nasional dan regional pada 21 Agustus, pada sidang umum Federasi Konferensi-Konferensi Waligereja Asia (FABC, Federation of Asian Bishops' Conferences) VIII. Tema sidang itu adalah "Keluarga Asia Menuju Budaya Kehidupan." Sidang itu berlangsung 17-23 Agustus di Daejeon (Taejon), 170 kilometer selatan Seoul.
Allwyn Fernandes dari Kantor Komunikasi Sosial FABC mempresentasikan sebuah ringkasan dan pandangan umum tentang pelayanan keluarga. Ringkasan itu didasarkan pada laporan-laporan sebelumnya dari kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Selatan yang telah disatukan dalam laporan-laporan nasional.
Fernandes, seorang pekerja Gereja asal India, mengatakan, kebutuhan untuk menyusun kembali Kerasulan Keluarga dalam Gereja muncul sebagai prioritas utama. Sasaran yang harus dicapai adalah "meneguhkan, mendorong, dan meningkatkan lingkungan hidup keluarga yang melindungi nilai-nilai asli, dengan menghormati kehidupan dalam semua dimensinya, dengan pasangan-pasangan penyuluh (mentor-couples) sebagai pemimpin, dengan para imam sebagai kolaborator, dan dengan para penasihat yang profesional."
Sebaliknya, kata Fernandes, laporan Asia Selatan juga mengusulkan agar pasangan-pasangan yang menikah bekerja di "tempat-tempat pembinaan para imam di seminari."
Fernandes mengatakan, satu prioritas yang direkomendasikan adalah promosi berbagai program keluarga yang menyeluruh dan sistematik di semua tingkat -- tidak hanya untuk anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa, tapi juga untuk keluarga-keluarga beda agama dan beda budaya, serta para orang tua tunggal (single parents), migran, orang yang bercerai atau menikah lagi.
Ia juga menekankan bahwa status perempuan dan persoalan-persoalan khusus yang mereka hadapi dalam keluarga-keluarga Asia harus ditangani secara serius. Bersamaan dengan ini, satu usul yang muncul adalah mengembangkan sebuah "kerasulan untuk kaum laki-laki" untuk mengubah pandangan maskulinitas dan kebapaan yang rancu, rusak, dan cacat.
Menyangkut masalah perempuan, laporan Asia Tenggara menganjurkan penelitian baru tentang cara Kitab Suci melihat perempuan. Menurut laporan itu, pokok persoalan yang perlu dikejar hendaknya meliputi pertanyaan, "Menurut Kitab Suci, siapa sesungguhnya pemimpin keluarga?"
Laporan Korea, yang merupakan bagian dari laporan Asia Timur, juga menyoroti masalah perempuan. Menurut laporan Korea itu, dari perspektif gender, pendidikan untuk memberdayakan perempuan harus diintegrasikan dalam ajaran Gereja.
Fernandes kemudian menyampaikan peran keluarga dalam perubahan sosial. Dikatakan, hidup keluarga-keluarga Asia harus berhubungan dengan kegiatan mereka sebagai warga negara lewat keterlibatan lingkungan, kerjasama dengan orang-orang sepaham, dan dukungan besar bagi warga negara lanjut usia.
Ia juga mengatakan, laporan Asia Tenggara menekankan pentingnya Komunitas Basis Gerejani (KBG), Komunitas Basis Kristiani (KBK), dan Komunitas Kecil Kristiani (KKK) dalam membantu keluarga-keluarga terikat secara spiritual. Selanjutnya, katanya, laporan itu melihat adanya kebutuhan untuk memberi perhatian lebih besar terhadap perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak.
Kelompok orang-orang "yang punya kecenderungan terhadap gender yang sama" (lesbian dan homoseksual) juga muncul sebagai masalah. Fernandes mengutip sebuah seruan untuk perhatian pastoral besar yang bertujuan untuk membantu orang-orang ini hidup sebagai anggota Gereja sepenuhnya. Mereka perlu dibantu untuk tanggap terhadap panggilan universal yaitu panggilan untuk menjadi suci dan untuk melayani. Keprihatinan ini muncul dari laporan Indonesia, yang mengatakan bahwa homoseksualitas dan kedudukan sebagai orang tua tunggal (single parenthood) di kalangan umat Katolik mestinya tidak hanya diperhatikan, tapi juga perlu dipersiapkan referensi dan dokumen resmi untuk tujuan ini.
Fernandes lebih lanjut mengatakan, ada dukungan untuk penciptaan sebuah seksi atau kantor FABC khusus untuk keluarga. Seksi ini dapat membantu mengembangkan sebuah teologi perkawinan dan keluarga, termasuk panggilan, misi, dan hubungan suami-isteri.
Fernandes masih memaparkan sebuah masalah lain -- kepedulian terhadap masyarakat adat. Ia mengutip rekomendasi, yang muncul dalam laporan Asia Selatan, untuk mempelajari sistem kekerabatan masyarakat adat dan untuk menemukan cara memperkaya kehidupan keluarga mereka.
Di bidang media massa dan komunikasi sosial, Fernandes mengutip laporan Korea yang mengimbau agar program-program TV dipantau dan diukur, serta memboikot program-program yang keras dan tidak sehat.
Orang komunikasi itu mengusulkan agar FABC meningkatkan penelitian yang tidak hanya mengukur efek pornografi tapi juga mengukur dampak informasi, hiburan, dan teknologi komunikasi yang bermunculan bagi hidup keluarga. Penelitian seperti itu akan mencakup penyelidikan terhadap keterasingan (alienation) dalam masyarakat dan pendekatan "do your own thing" (urus dirimu sendiri) terhadap kehidupan.
Seusai presentasi pagi, peserta dibagi menjadi dua kelompok, satu untuk "para uskup" dan satu lagi untuk semua (orang) yang lain, untuk rapat-rapat mereka pada sore hari. Para wartawan dilarang mengikuti rapat tertutup para uskup. Kelompok lain dibagi lagi menjadi empat kelompok lebih kecil, yang masing-masing membahas bidang keprihatinan khusus: pendidikan nilai dan keutamaan, spiritualitas dari seksualitas, jaringan kelompok pendukung, dan pelayanan untuk keluarga-keluarga khusus seperti para migran.
UCAN
JAKARTA - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) secara resmi menggelar Sidang Raya Nasional XV pada 18-24 November 2009 di Mamasa, Sulawesi ...