Hot Topics » Pakistan Swat valley Sri Lanka conflict Abortion Barack Obama India Lausanne Movement

Natal Mengukir Harapan Baru


Posted: Dec. 25, 2004 17:23:40 WIB

Harapan, pengharapan adalah milik manusia yang paling penting dan berharga. Harapan adalah sebuah kekuatan, sebuah power yang memungkinkan manusia melangkahkan kakinya menyusuri lorong-lorong waktu untuk mencipta sejarah di pentas kehidupan. Harapan membuat manusia tetap eksis dan survive di tengah-tengah kegalauan hidup; memandu manusia untuk melihat ke depan dan tidak terpenjara oleh kekiniannya.

Para TKI/TKW tetap berbondong-bondong berjerih payah berjuang di negeri seberang walaupun tak memiliki kualifikasi memadai yang dituntut di era global, hanya karena mereka memiliki pengharapan. Mereka ingin merajut masa depan yang lebih baik dan tidak terli- lit kemiskinan di negeri sendiri.

Apapun risikonya: terkena hukum cambuk, dilalimi majikan, diperdaya hak-haknya, mereka, para TKI/ TKW itu tetap saja berangkat ke luar negeri.

Ya, harapan adalah kekuatan yang membuat manusia memiliki optimisme di tengah realisme penderitaan yang mendera kehidupan. Situasi politik yang baru, organisasi dan kepemimpinan baru, acapkali mengalirkan harapan-harapan baru yang amat kuat dalam diri seseorang atau sekelompok orang.

Harapan yang amat besar terhadap presiden dan kabinetnya, ekspektasi yang amat kuat terhadap lembaga dan kepemimpinan PGI misalnya, hampir tak bisa terhindarkan apabila kerinduan dan obsesi warga masyarakat dan umat Kristiani tidak terpenuhi pada masa-masa yang lalu.

Dan kondisi itu sangat berbahaya jika mereka yang menjadi tumpuan harapan dari umat/masyarakat tak mampu melakukan sesuatu yang mampu memulihkan citra diri dan kredibilitas dari seseorang atau sesuatu lembaga, apalagi jika terkesan mereka mengabaikan hal tersebut.

Harapan yang ditumpukan pada manusia memang tidak selalu dapat terpenuhi. Apalagi dalam kehidupan politik, amat terasa adanya paradoks dan kesenjangan antara janji-janji pada saat kampanye dengan pelaksanaan program tatkala seseorang atau sebuah kekuatan politik telah memenangkan pertarungan.

Dalam konteks itu, mengapa Alkitab memberi warning agar harapan atau pengharapan itu tidak disandarkan dan didasarkan pada manusia. Nabi Yesaya berkata: "Jangan berharap pada manusia sebab ia tidak lebih daripada embusan nafas, sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22).

Manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan fana, yang dalam narasi Alkitab selalu dikategorikan sebagai individu yang gagal menjadi penyembah Allah yang setia. Manusia tak lebih dari embusan nafas - kata Yesaya - bahkan Alkitab menegaskan bahwa manusia segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau (Mazmur 37:2).

Hari-hari manusia seperti bayang-bayang memanjang dan layu seperti rumput, atau seperti bunga di padang yang suatu saat jika diterpa angin tamatlah riwayatnya (Mazmur 102:12, 103:15,16)

Dalam kefanaan keterbatasan dan sikapnya yang skeptis dan labil, manusia tidak mungkin menjadi tumpuan dan dasar pengharapan. Secara tegas dan definitif Alkitab menyatakan bahwa Allah sumber pengharapan (Yeremia 14:22, Roma 15:13). Bahkan Kristus Yesus adalah dasar pengharapan kita, sehingga hal itu memberi dasar kuat dalam kita berjerih payah dan berjuang memenangkan kehidupan ini (I Timotius 1:1, 4:10).

Yesaya di zamannya juga memperingatkan Israel agar tidak mengandalkan masa depannya pada kuasa politik yang dianggapnya tangguh. Kritik pedas Yesaya terjadi ketika umat mengandalkan Mesir yang memiliki pasukan berkuda yang besar, tapi umat tidak memandang kepada Yang Maha Kudus, Allah Israel, dan tidak mencari Tuhan.

Bagi Yesaya, orang Mesir adalah manusia, bukan Allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah bukan roh yang berkuasa (Yesaya 31: 1,3). Yeremia lebih eksplisit mengatakan bahwa diberkatilah orang yang mengandalkan harapannya pada Tuhan (Yeremia 17:7).

Dekat

Allahlah sumber dan dasar pengharapan kita sebagai persekutuan umat beriman. Dia adalah Allah yang telah hadir dan bekerja di tengah sejarah dan memperkenalkan diri melalui Yesus Kristus. Tak boleh ada keraguan ataupun ketakutan bagi umat Kristiani untuk menyebut dan menyembah nama Allah.

Sejak penerjemahan Alkitab tahun 1629 oleh AC Ruyl, kata Allah sudah digunakan. Kata Allah ini telah digunakan oleh umat Kristen berbahasa Arab, bahkan sebelum kelahiran agama Islam itu sendiri dan selama 4 abad kata Allah telah dipakai dalam terjemahan Alkitab di Indonesia.

Allah sumber pengharapan dunia, Allah dasar pengharapan persekutuan orang-orang beriman. Dengan mengingat ulang bahwa Allah sumber pengharapan dunia, gereja-gereja dan umat Kristen Indonesia harus mampu menjadi persekutuan yang proaktif, kreatif dan dinamik menyuarakan suara kenabian dengan lantang di tengah zaman.

Ketika bom dan senjata ditembakkan kepada umat yang sedang beribadah di gereja; ketika korupsi makin merajalela menggerogoti kehidupan masyarakat; termasuk birokrat dan legislatif; ketika agama sedang dijadikan kendaraan politik sebab itu acap direndahkan dan mengalami desakralisasi; tatkala HAM tidak ditegakkan, diskriminasi makin terwujud dan orang-orang kecil terpinggirkan, KKN makin merasuki manusia maka inspirasi Natal harus mewarnai tindakan gereja dan umat Kristiani.

Pesan Natal PGI dan KWI 2004 dengan tema "Allah Sumber Pengharapan Dunia" (Yeremia 14:22) menegaskan bahwa umat Kristiani merayakan Natal dengan penuh syukur karena Allah memenuhi janji-Nya yang menjadi landasan harapan. Kepercayaan dan harapan di tengah suka duka hidup ini bukanlah melulu suatu optimisme tanpa dasar, melainkan bertumpu pada sabda dan tindakan-Nya.

Allah sungguh merupakan harapan kita (bdk Yeremia 14:22). Menurut pesan itu: Allah bukanlah Allah yang jauh, melainkan dekat dengan kita. Dalam diri Yesus Kristus Allah mendatangi kita dan hadir di tengah-tengah umat manusia.

Allah yang Maha Agung dan Maha Kuasa rela menjadi senasib dengan manusia dalam segala hal, termasuk kerelaan untuk bekerja keras dan berkorban demi suatu cita-cita. Kesenasiban Yesus dalam kerelaan berkorban mempunyai nilai rekonsiliasi dan pemulihan ciptaan ke arah terciptanya langit dan bumi yang baru.

Natal adalah tatkala fajar harapan baru bersinar, mekar berbinar, menembus kegelapan hidup. Pengharapan yang bersemi di hari Natal melalui kelahiran Yesus Kristus, adalah dasar yang kukuh bagi kita dan bangsa kita untuk mengukir sejarah baru yang bermakna untuk menyongsong masa depan gemilang.

Penulis adalah Wakil Sekum PGI 2004-2009

Next Story : Apa Yang Sebaiknya Pendeta Pikirkan Tentang Menikahkan Bukan Kristiani?

Terpopuler

Headlines Hari ini