Mr George dari kota Corpus Christi di Texas, selalu merasa dia kurang dibanding orang lain. Jadi ia menjalani kehidupan sebaik mungkin untuk mendapatkan simbol-simbol status.
Namun setelah pensiun, George menyesali gaya hidupnya. Ia mengakui kalau hidupnya telah gagal. George mengatakan kalah dia sudah menghabiskan waktu berpikir dan khawatir akan hal-hal yang kecil artinya bagi Tuhan.
Profesor Homiletik Cleophus James LaRue memberikan contoh dari seorang pria yang ia kenal telah merendahkan kebenaran bahwa kekayaan material bukanlah indikasi berkat Tuhan. Malah faktanya, suatu fokus pada standar duniawi akan berakibat pada kehidupan yang terbuang mengejar hal-hal yang sia-sia secara esensial. Sebuah hidup yang dipenuhi refleksi konstan dan kepatuhan pada kehendak Tuhan akan memberikan kepenuhan yang sebenarnya.
Profesor dari Princeton Theological Seminary itu berkotbah Jumat lalu di konferensi kotbah dua hari yang diadakan Queenstown Baptist Church di Singapura.
Sebagai pembicara kunci, LaRue memberikan demonstrasi kedua mengenai kotbah kepada kulit Hitam. Ia akan menjelaskan prinsip-prinsip kotbah yang efektif sebelum berkotbah. Sesudahnya dia akan memutar klip video seorang pengkotbah yang baik.
Menjelaskan perumpamaan terkenal mengenai orang kaya dan Lazarus, profesor Afrika-Amerika itu mengatakan kalah kisah yang datang harus mengejutkan pendengarnya.
Beberapa kisah muncul lama sebelum jaman Yesus, kata LaRue. Akan tetapi, Tuhan berusaha merubah miskonsepsi populer mengenai kekayaan dan kemiskinan. Ia tidak berusaha menakuti pendengar-Nya untuk patuh dengan berbicara mengenai neraka.
Inilah kesalahpahaman: bahwa kalau kita sehat dan kaya, Tuhan tersenyum pada kita; dan sebaliknya jika kita sakit dan bergumul secara finansial, Tuhan sedang mengernyit pada kita.
Dengan gaya bahasa yang jelas dan menarik, LaRue menggambarkan kepercayaan diri dan kesejahteraan fisik yang satu dan kemiskinan dan penyakit yang lain.
Di satu sisi, si orang kaya menjalani hidup yang mewah dengan pakaian terbaik dan makanan terbaik. Dia punya begitu banyak makanan sampai bisa membuang remah-remah roti dengan jarinya. Setelah selesai makan, seorang hamba akan datang dan menyapu remah-remah dan dibuang.
Di sisi lain, ada Lazarus. Seorang pengemis yang sakit-sakitan, dia begitu miskin sampai-sampai tidak punya uang untuk ke dokter mengobati badannya. Pakaian Lazarus tidak mampu menutupi boroknya. Dia sangat lemah sampai haris dibawa ke pintu rumah si orang kaya berharap bisa makan remah-remah. Lazarus bahkan tidak kuat mengusir anjing-anjing yang datang menjilat borok-boroknya.
Kemudian kedua orang itu mati, yang satu dalam diam dan yang lain mendapat perhatian umum. Lazarus masuk ke pangkuan Abraham, nenek moyang rohani dari orang-orang Tuhan yang terpilih. Namun orang kaya itu, masuk ke tempat orang mati.
Bukan karena kekayaan orang kaya itu berakhir di neraka, profesor itu menjernihkan intinya.
"Dia berakhir di neraka karena menolak setiap kesempatan untuk menjalankan hidupnya bagi Tuhan," katanya. Tuhan melihat hal-hal berbeda dengan manusia.
LaRue berkata: "Kita perlu berhenti dan berpikir: Apakah Tuhan melihat apa yang saya lihat?" Tuhan membuka jendela kesempatan di saat-saat tertentu dalam kehidupan, tambahnya. Penting bagi kita untuk melihat kesempatan itu dan masuk. Jendela itu tidak akan selalu terbuka.
Jika orang kaya dalam perumpamaan Yesus dapat berhenti sejenak dan berpiir mengapa Tuhan begitu baik, dia akan menyadari kondisi sang pengemis di pintunya. Dan hidupnya akan sangat berbeda.
Saat berbicara mengenai pengalamannya berkotbah pada orang kulit Hitam, yang merupakan keahliannya, LaRue membagikan pengalamannya saat masih pengkotbah muda yang mengajarkan dia untuk tidak mengejar kekayaan dunia.
Pada suatu acara, dia diundang untuk berkotbah di gereja lain yang berlokasi 40 mil. Dan melihat dia hanya menerima honor sebesar US$3 (Rp. 27,000), LaRue muda kemudian mengeluhkan ini pada pendetanya. Pendeta itu memperingati dia agar jangan pernah lagi mengeluh tentang uang atau ijin kotbahnya akan dicabut.
Konferensi kotbah itu diadakan sambil menghormati mendiang Dr Lilian Lim Hui Kiau, presiden wanita pertama dari Asia Baptist Graduate Theological Seminary.
“Kisah ke-Kristenan sebagai iman yang mendunia ditulis di depan mata kita," kata Dr. Dana Robert dari Boston University School of Theology, saat berbicara di hadapan kumpulan pemimpin-pemimpin gereja dunia